Show simple item record

dc.contributor.advisorAtmowidi, Tri
dc.contributor.advisorHadi, Upik Kesumawati
dc.contributor.advisorSolihin, Dedy Duryadi
dc.contributor.advisorPriawandiputra, Windra
dc.contributor.authorNurjanah, Siti
dc.date.accessioned2023-08-21T00:14:54Z
dc.date.available2023-08-21T00:14:54Z
dc.date.issued2023-08-21
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/124096
dc.description.abstractNyamuk (Diptera: Culicidae) memiliki peran penting dalam kehidupan manusia karena dapat menjadi vektor beberapa patogen, seperti virus (dengue, chikungunya), parasit (Plasmodium) dan cacing (filaria). Nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus telah dikonfirmasi menjadi vektor dari virus dengue yang menyebabkan penyakit infeksi dengue dan telah menyebar hampir diseluruh wilayah Indonesia. Daerah dengan kepadatan penduduk tinggi, seperti pusat kota dan daerah pesisir mengalami lebih banyak kasus termasuk di Bandar Lampung. Menurut Data Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, angka kasus dengue mencapai 1050 kasus pada tahun 2020 dan selama 5 tahun terakhir Bandar Lampung menjadi daerah endemis dengue di Provinsi Lampung. Penelitian ini dilakukan di tiga kecamatan endemis dengue yaitu Sukarame, Kemiling dan Tanjung Seneng. Ketiga daerah tersebut termasuk kecamatan dengan jumlah kasus infeksi dengue tertinggi selama 5 tahun berturut-turut di Bandar Lampung. Pengendalian vektor dengan mengurangi habitat perkembangbiakannya menjadi satu-satunya metode yang saat ini dianggap paling memadai untuk mengurangi populasi vektor yang diharapkan dapat menurunkan jumlah kasus dengue di Bandar Lampung. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa kepadatan larva Ae. aegypti dan Ae. albopictus di ketiga daerah endemik masuk dalam kategori kepadatan sedang. Hasil analisis karakteristik habitat menggambarkan bahwa habitat perkembangbiakan larva Ae. aegypti lebih banyak menempati wadah-wadah di dalam rumah yang termasuk wadah-wadah terkontrol yaitu berbahan dasar plastik (ember) dan semen (bak mandi), sedangkan larva Ae. albopictus lebih banyak menempati wadah di luar rumah yang termasuk wadah tidak terkontrol (DC) yaitu plastik (ember bekas), karet (ban bekas). Penelitian ini juga menghasilkan data distribusi spesies untuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus yang didasari oleh variabel lingkungan menggunakan pemodelan dengan aplikasi Entropy Maksimum (MaxEnt). MaxEnt menjadi metode yang sangat cocok untuk menjelaskan probabilitas distribusi spesies di suatu daerah. Penyakit yang ditularkan melalui vektor seperti infeksi dengue, dapat diprediksi dengan menunjukkan kemungkinan penyebaran kasus melalui distribusi vektor. Hasil pemodelan ini menunjukkan bahwa variabel lingkungan yang berperan terhadap distribusi Ae. aegypti yaitu curah hujan, kepadatan penduduk, temperature dan tutupan lahan. Sementara itu, variabel lingkungan yang berperan terhadap distribusi Ae. albopictus yaitu kepadatan penduduk dan tutupan lahan. Faktor lingkungan juga secara signifikan mempengaruhi penyebaran Ae. aegypti dan Ae. albopictus sebagai vektor beberapa virus. Kepadatan penduduk yang tinggi mengakibatkan adanya pemanfaatan beberapa tempat penampungan air buatan sehingga menyebabkan tersedianya habitat perkembangbiakan nyamuk. Faktor iklim seperti curah hujan, suhu, dan kelembapan juga menjadi faktor pendukung penyebaran virus dengue. Sementara itu, variasi curah hujan memfasilitasi ketersediaan habitat vektor ini, yang penting dalam meningkatkan populasi spesies. Dalam pengendalian vektor, tahap identifikasi spesies diperlukan untuk jenis nyamuk yang menjadi vektor dari beberapa patogen. Tahap identifikasi spesies harus dilakukan dengan yang tepat dan cepat. Metode identifikasi morfologi merupakan cara yang paling banyak digunakan tetapi membutuhkan pengalaman dan kemampuan dalam membedakan antar spesies. Oleh karena itu identifikasi genetik dengan barcoding DNA diperlukan untuk memperkuat diskriminatif pada metode identifikasi morfologi yang kerap dilakukan. Metode ini juga dapat digunakan untuk mempermudah dan mengefesiensi waktu dalam hal identifikasi sampel nyamuk dalam jumlah banyak. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa seluruh sampel yang diindentifikasi secara morfologi sesuai dengan hasil identifikasi molekuler dengan penanda gen COI. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa hasil keanekaragaman genetik pada populasi Ae. aegypti dan Ae albopictus di tiga daerah sampel menunjukkan nilai keragaman genetik yang tinggi. Studi keragaman genetik dapat berperan penting dalam pengendalian vektor. Aliran gen berguna untuk mengidentifikasi tingkat penyebaran gen yang tahan insektisida. Jika keragaman genetik tinggi maka ketahanan hidup suatu populasi juga akan tinggi dan meningkatkan angka reproduksi. Selain mengurangi habitat perkembangbiakan nyamuk, pengendalian vektor juga dilakukan dengan menggunakan insektisida. Namun penggunaan insektisida dalam waktu yang lama dapat berdampak pada penurunan kerentanan nyamuk terhadap insektisida yang digunakan. Hasil uji resistansi secara fenotip Ae. aegypti telah resistan terhadap sipermetrin dan pada Ae. albopictus masih tergolong toleran hingga rentan terhadap semua insektisida yang diuji. Selaras dengan hasil uji fenotip, uji molekuler juga memvalidasi adanya resistansi terutama terhadap insektisida piretroid yang ditandai dengan adanya mutasi pada gen VGSC sebagai situs target insektisida. Hasil deteksi gen VGSC pada Ae. aegypti pada domain dua (VGSCIIS6) dengan titik S989P menghasilkan dua populasi mutan dan pada domain tiga (VGSCIIIS6) dengan titik F1534C menghasilkan satu populasi mutan. Sementara itu, Ae. albopictus tidak menghasilkan titik mutasi pada semua populasi sampel. Penelitian ini juga mengkaji tentang perilaku masyarakat dalam menggunakan insektisida rumah tangga sebagai salah satu pencegahan infeksi dengue. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat penggunaan insektisida pada daerah endemis dengue di Bandar Lampung adalah termasuk tinggi dan sangat intensif. Penggunaan insektisida dilakukan setiap hari dan telah digunakan lebih dari 1 tahun. Insektisida yang digunakan yaitu bentuk losion dengan bahan aktif DEET dan bentuk aerosol dengan bahan aktif campuran yaitu Sipermetrin 0,1%, Transfluthrin 0,1%, dan D-aletrin 0,6%. Penggunaan insektisida dengan cara kerja yang sama secara terus menerus tanpa melakukan rotasi pergantian insektisida, tidak dapat membunuh nyamuk 100% yang terpapar patogen tetapi selalu ada serangga yang tetap hidup, sehingga perlu dilakukan manajemen resistansi yang salah satu caranya adalah dengan rotasi insektisida.id
dc.description.sponsorshipBPPDN Kemendikbudristek diktiid
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subjectBogor Agricultural University (IPB)
dc.titleBioekologi dan Status Resistansi Aedes aegypti dan Aedes albopictus pada daerah endemis dengue di Bandar Lampung.id
dc.title.alternativeBioecology and Resistance Status of Aedes aegypti and Aedes albopictus in Dengue Endemic Area in Bandar Lampung.id
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordAedes Spid
dc.subject.keywordbioekologiid
dc.subject.keyworddengueid
dc.subject.keywordinsektisidaid
dc.subject.keywordresistansiid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record