PEMODELAN PERAN HIDRO-MEKANIK VEGETASI TERHADAP LONGSOR
Date
2023-08-18Author
Fata, Yulia Amirul
Hendrayanto
Erizal
Tarigan, Suria Darma
Metadata
Show full item recordAbstract
Keberadaan vegetasi di suatu lereng mempengaruhi stabilitas lereng dan
terjadinya longsor melalui peran hidro-mekanik vegetasi. Penelitian ini bertujuan
membangun model vegetasi-stabiltas lereng yang menggambarkan peran hidromekanik vegetasi terhadap stabilitas lereng dan kejadian longsor. Penelitian ini
memiliki kebaharuan berupa model stabilitas lereng yaitu model bishop sederhana
(Simplified Bishop Method) yang dimodifikasi menggunakan parameter hidromekanik vegetasi. Parameter hidro-mekanik tanah yang dintegrasikan kedalam
model Bishop yang disederhanakan yaitu daya hisap matrik (ua–uw), beban
tambahan vegetasi (Sw), gaya lateral angin (Fwind), kohesi akar (CR), dan intersepsi,
evapotraspirasi dalam memodifikasi kadar air tanah ( ).
Tahapan penelitian pemodelan peran hidro-mekanik vegetasi secara garis
besar terdiri atas penyelidikan kondisi fisik lokasi penelitian yang dimodelkan
dengan model tanah 2D dan 3D, dilanjutkan dengan pemodelan hidrologis vegetasistabilitas lereng, pemodelan mekanis vegetasi-stabilitas lereng, dan pemodelan
hidro-mekanik vegetasi-stabilitas lereng menggunakan modifikasi model Bishop.
Penelitian dilaksanakan di Desa Pasir Madang, Kecamatan Sukajaya,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi studi merupakan daerah rawan dan telah
mengalami longsor akibat intensitas dan durasi hujan tinggi serta memiliki geologi
batuan sangat lapuk. Longsor yang terjadi berupa longsor dangkal (kedalaman <10
m) dengan tipe longsor lingkaran dan translasional, serta vegetasi berupa hutan
tanaman Afrika (Maesopsis eminii), Jati (Tectona grandis), dan semak belukar
(Chromolaena odorata).
Pemodelan tanah 2D dan 3D memberikan informasi hubungan antara struktur
tanah longsor, karakteristik tanah, batuan, dan air tanah. Pemodelan tanah
menggunakan data geofisika tanah (distribusi resistivitas) yang dihasilkan dari
penyelidikan geofisika tanah menggunakan metode geolistrik (Electrical Resistivity
Tomografi (ERT)), dan data geoteknik hasil investigasi geoteknik (pengambilan
sampel tanah, pengujian laboratorium, dan pengujian lubang bor) untuk
mengembangkan hubungan antara resistivitas dan sifat tanah, serta untuk
memvalidasi model ERT 2D dan 3D. Hasil penyelidikan lapangan dan
perbandingan antara model ERT dan data geoteknik menunjukkan bahwa
resistivitas rendah (<350 ohm.m) menunjukkan tanah bergradasi baik dan bahan
jenuh air; resistivitas sedang (350–722 ohm.m) menunjukkan tanah granular,
batuan lapuk, dan serpih; dan resistivitas tinggi (>722 ohm.m) menunjukkan batuan
dasar.
Pemodelan peran hidrologis vegetasi dilakukan dengan mensimulasi hujan
yang sampai di tanah mineral menggunakan model intersepsi Gash (1995) yang
disederhanakan dan digunakan sebagai input model aliran dalam tanah. Pemodelan
aliran dalam tanah menggunakan HYDRUS satu dimensi (1D). Hasil pemodelan
intersepsi menunjukkan intersepsi tajuk tegakan Jati, Kayu Afrika Muda, dan Tua
masing-masing sebesar 38%, 35%, dan 35% dari curah hujan (CH) sebesar 1451
mm. Pemodelan aliran dalam tanah menggunakan HYDRUS 1D menggunakanv
input curah hujan harian netto (curah hujan setelah dikurangi intersepsi tajuk)
dengan berbagai intensitas hujan, dan periode hujan selama 7 hari. Hasil simulasi
menunjukkan dinamika sebaran vertikal (kedalaman tanah) kadar air tanah, tekanan
air pori ((pore water pressure, PWP)) sebagai respon atas input hujan. Simulasi
juga menggunakan kondisi awal kadar air tanah yang berbeda, yaitu kondisi kadar
air kapasitas lapang dan titik layu permanen. Hasil simulasi, menunjukkan bahwa
CH tunggal 200 mm/hari maupun CH kumulatif 3–7 hari yang mencapai 200 mm
menyebabkan kadar air tanah jenuh mencapai lapisan tanah permukaan yang
ditunjukkan dengan nilai positif tekanan air pori di seluruh lapisan tanah.
Pemodelan peran mekanis vegetasi dianalisis berdasarkan parameter kohesi
akar, beban tambahan vegetasi, dan gaya lateral angin. Hasil pemodelan
menunjukkan Total CR terbesar ialah pada tanaman Jati sebesar 0,398 kPa, dan
diikuti oleh semak belukar, Afrika Muda, dan Afrika Tua dengan nilai total CR
masing-masing sebesar 0,202, 0,191, dan 0,087 kPa. Semakin besar total CR, maka
semakin besar kontribusi akar dalam meningkatkan kuat geser tanah. Nilai Sw pada
tegakan Jati berkisar antara 0,121–0,307 kPa, tegakan Afrika Muda berkisar antara
0,007–0,057 kPa, tegakan Afrika Tua berkisar antara 0,022–0,343 kPa, dan nilai Sw
semak belukar ialah 0,016 kPa. Gaya lateral angin maksimum pada tegakan Jati,
Afrika Muda, dan Afrika Tua ialah 1.215,53 N, 514,68 N, dan 2.736,78 N.
Hasil pemodelan selanjutnya digunakan sebagai input dalam pemodelan
peran hidro-mekanik vegetasi-stabilitas lereng menggunakan model Bishop
modifikasi. Hasil pemodelan stabilitas lereng menunjukkan variasi nilai FOS
sebagai respon atas variasi posisi tekanan air pori (pore water pressure, PWP)
positif (PWP+). Lereng bervegetasi Afrika Tua memiliki peningkatan nilai FOS
paling besar ketika PWP+ berada pada permukaan tanah, sementara ketika PWP+
pada kedalaman >1 m, nilai FOS terbesar ialah Afrika Muda diikuti oleh semak
belukar, Jati, Afrika Tua, dan lereng tanpa vegetasi. Hasil pemodelan pada 8
skenario simulasi lereng tanpa vegetasi dan dengan vegetasi berupa tegakan Jati,
Afrika Tua, Afrika Muda, dan semak belukar menunjukkan peningkatan nilai FOS,
yaitu masing-masing sebesar 20,2%, 36,6%, 22,3%, dan 7,3%. Secara umum nilai
FOS semakin meningkat dengan semakin dangkal letak garis freatik (PWP+) dan
nilai FOS mencapai kestabilan (FOS >1) pada kondisi PWP+ berada di kedalam ≥4
m kecuali pada Afrika Tua pada parameter mekanika tanah minimum. Vegetasi
berupa Kayu Afrika Tua menurunkan FOS hingga 2% ketika PWP+ ≥4 m karena
memiliki Sw dan Fwind terbesar serta CR terkecil diantara vegetasi lainnya. Penelitian
ini menunjukkan bahwa peran hidro-mekanik vegetasi mampu meningkatkan
stabilitas lereng dibandingkan dengan lereng tanpa vegetasi.
Penelitian ini bermanfaat dalam Pengelolaan Hutan dalam memberikan
pemahaman proses dinamis dan interaktif suatu kejadian longsor pada lereng
bervegetasi, bahan pertimbangan dalam kebijakan mitigasi longsor dengan
vegetasi, perencanaan pengelolaan lahan, dan menambah wawasan masyarakat
terkait bencana longsor. Model hidro-mekanik vegetasi-stabilitas lereng
memberikan pendekatan baru dalam pemodelan longsor alam yang meningkatkan
pemahaman konsep keilmuan terkait ilmu pengelolaan hutan pada bencana hidrometeorologi khususnya longsor berdasarkan ilmu hidrologi hutan, mekanika, fisika,
dan hidraulika tanah, dan konservasi tanah dan air.
Collections
- DT - Forestry [358]
