View Item 
      •   IPB Repository
      • Dissertations and Theses
      • Dissertations
      • DT - Forestry
      • View Item
      •   IPB Repository
      • Dissertations and Theses
      • Dissertations
      • DT - Forestry
      • View Item
      JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.

      PEMODELAN PERAN HIDRO-MEKANIK VEGETASI TERHADAP LONGSOR

      Thumbnail
      View/Open
      COVER (1.241Mb)
      Fullteks (7.344Mb)
      Lampiran (381.0Kb)
      Date
      2023-08-18
      Author
      Fata, Yulia Amirul
      Hendrayanto
      Erizal
      Tarigan, Suria Darma
      Metadata
      Show full item record
      Abstract
      Keberadaan vegetasi di suatu lereng mempengaruhi stabilitas lereng dan terjadinya longsor melalui peran hidro-mekanik vegetasi. Penelitian ini bertujuan membangun model vegetasi-stabiltas lereng yang menggambarkan peran hidromekanik vegetasi terhadap stabilitas lereng dan kejadian longsor. Penelitian ini memiliki kebaharuan berupa model stabilitas lereng yaitu model bishop sederhana (Simplified Bishop Method) yang dimodifikasi menggunakan parameter hidromekanik vegetasi. Parameter hidro-mekanik tanah yang dintegrasikan kedalam model Bishop yang disederhanakan yaitu daya hisap matrik (ua–uw), beban tambahan vegetasi (Sw), gaya lateral angin (Fwind), kohesi akar (CR), dan intersepsi, evapotraspirasi dalam memodifikasi kadar air tanah (  ). Tahapan penelitian pemodelan peran hidro-mekanik vegetasi secara garis besar terdiri atas penyelidikan kondisi fisik lokasi penelitian yang dimodelkan dengan model tanah 2D dan 3D, dilanjutkan dengan pemodelan hidrologis vegetasistabilitas lereng, pemodelan mekanis vegetasi-stabilitas lereng, dan pemodelan hidro-mekanik vegetasi-stabilitas lereng menggunakan modifikasi model Bishop. Penelitian dilaksanakan di Desa Pasir Madang, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi studi merupakan daerah rawan dan telah mengalami longsor akibat intensitas dan durasi hujan tinggi serta memiliki geologi batuan sangat lapuk. Longsor yang terjadi berupa longsor dangkal (kedalaman <10 m) dengan tipe longsor lingkaran dan translasional, serta vegetasi berupa hutan tanaman Afrika (Maesopsis eminii), Jati (Tectona grandis), dan semak belukar (Chromolaena odorata). Pemodelan tanah 2D dan 3D memberikan informasi hubungan antara struktur tanah longsor, karakteristik tanah, batuan, dan air tanah. Pemodelan tanah menggunakan data geofisika tanah (distribusi resistivitas) yang dihasilkan dari penyelidikan geofisika tanah menggunakan metode geolistrik (Electrical Resistivity Tomografi (ERT)), dan data geoteknik hasil investigasi geoteknik (pengambilan sampel tanah, pengujian laboratorium, dan pengujian lubang bor) untuk mengembangkan hubungan antara resistivitas dan sifat tanah, serta untuk memvalidasi model ERT 2D dan 3D. Hasil penyelidikan lapangan dan perbandingan antara model ERT dan data geoteknik menunjukkan bahwa resistivitas rendah (<350 ohm.m) menunjukkan tanah bergradasi baik dan bahan jenuh air; resistivitas sedang (350–722 ohm.m) menunjukkan tanah granular, batuan lapuk, dan serpih; dan resistivitas tinggi (>722 ohm.m) menunjukkan batuan dasar. Pemodelan peran hidrologis vegetasi dilakukan dengan mensimulasi hujan yang sampai di tanah mineral menggunakan model intersepsi Gash (1995) yang disederhanakan dan digunakan sebagai input model aliran dalam tanah. Pemodelan aliran dalam tanah menggunakan HYDRUS satu dimensi (1D). Hasil pemodelan intersepsi menunjukkan intersepsi tajuk tegakan Jati, Kayu Afrika Muda, dan Tua masing-masing sebesar 38%, 35%, dan 35% dari curah hujan (CH) sebesar 1451 mm. Pemodelan aliran dalam tanah menggunakan HYDRUS 1D menggunakanv input curah hujan harian netto (curah hujan setelah dikurangi intersepsi tajuk) dengan berbagai intensitas hujan, dan periode hujan selama 7 hari. Hasil simulasi menunjukkan dinamika sebaran vertikal (kedalaman tanah) kadar air tanah, tekanan air pori ((pore water pressure, PWP)) sebagai respon atas input hujan. Simulasi juga menggunakan kondisi awal kadar air tanah yang berbeda, yaitu kondisi kadar air kapasitas lapang dan titik layu permanen. Hasil simulasi, menunjukkan bahwa CH tunggal 200 mm/hari maupun CH kumulatif 3–7 hari yang mencapai 200 mm menyebabkan kadar air tanah jenuh mencapai lapisan tanah permukaan yang ditunjukkan dengan nilai positif tekanan air pori di seluruh lapisan tanah. Pemodelan peran mekanis vegetasi dianalisis berdasarkan parameter kohesi akar, beban tambahan vegetasi, dan gaya lateral angin. Hasil pemodelan menunjukkan Total CR terbesar ialah pada tanaman Jati sebesar 0,398 kPa, dan diikuti oleh semak belukar, Afrika Muda, dan Afrika Tua dengan nilai total CR masing-masing sebesar 0,202, 0,191, dan 0,087 kPa. Semakin besar total CR, maka semakin besar kontribusi akar dalam meningkatkan kuat geser tanah. Nilai Sw pada tegakan Jati berkisar antara 0,121–0,307 kPa, tegakan Afrika Muda berkisar antara 0,007–0,057 kPa, tegakan Afrika Tua berkisar antara 0,022–0,343 kPa, dan nilai Sw semak belukar ialah 0,016 kPa. Gaya lateral angin maksimum pada tegakan Jati, Afrika Muda, dan Afrika Tua ialah 1.215,53 N, 514,68 N, dan 2.736,78 N. Hasil pemodelan selanjutnya digunakan sebagai input dalam pemodelan peran hidro-mekanik vegetasi-stabilitas lereng menggunakan model Bishop modifikasi. Hasil pemodelan stabilitas lereng menunjukkan variasi nilai FOS sebagai respon atas variasi posisi tekanan air pori (pore water pressure, PWP) positif (PWP+). Lereng bervegetasi Afrika Tua memiliki peningkatan nilai FOS paling besar ketika PWP+ berada pada permukaan tanah, sementara ketika PWP+ pada kedalaman >1 m, nilai FOS terbesar ialah Afrika Muda diikuti oleh semak belukar, Jati, Afrika Tua, dan lereng tanpa vegetasi. Hasil pemodelan pada 8 skenario simulasi lereng tanpa vegetasi dan dengan vegetasi berupa tegakan Jati, Afrika Tua, Afrika Muda, dan semak belukar menunjukkan peningkatan nilai FOS, yaitu masing-masing sebesar 20,2%, 36,6%, 22,3%, dan 7,3%. Secara umum nilai FOS semakin meningkat dengan semakin dangkal letak garis freatik (PWP+) dan nilai FOS mencapai kestabilan (FOS >1) pada kondisi PWP+ berada di kedalam ≥4 m kecuali pada Afrika Tua pada parameter mekanika tanah minimum. Vegetasi berupa Kayu Afrika Tua menurunkan FOS hingga 2% ketika PWP+ ≥4 m karena memiliki Sw dan Fwind terbesar serta CR terkecil diantara vegetasi lainnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa peran hidro-mekanik vegetasi mampu meningkatkan stabilitas lereng dibandingkan dengan lereng tanpa vegetasi. Penelitian ini bermanfaat dalam Pengelolaan Hutan dalam memberikan pemahaman proses dinamis dan interaktif suatu kejadian longsor pada lereng bervegetasi, bahan pertimbangan dalam kebijakan mitigasi longsor dengan vegetasi, perencanaan pengelolaan lahan, dan menambah wawasan masyarakat terkait bencana longsor. Model hidro-mekanik vegetasi-stabilitas lereng memberikan pendekatan baru dalam pemodelan longsor alam yang meningkatkan pemahaman konsep keilmuan terkait ilmu pengelolaan hutan pada bencana hidrometeorologi khususnya longsor berdasarkan ilmu hidrologi hutan, mekanika, fisika, dan hidraulika tanah, dan konservasi tanah dan air.
      URI
      http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/124051
      Collections
      • DT - Forestry [358]

      Copyright © 2020 Library of IPB University
      All rights reserved
      Contact Us | Send Feedback
      Indonesia DSpace Group 
      IPB University Scientific Repository
      UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository
      Universitas Jember Digital Repository
        

       

      Browse

      All of IPB RepositoryCollectionsBy Issue DateAuthorsTitlesSubjectsThis CollectionBy Issue DateAuthorsTitlesSubjects

      My Account

      Login

      Application

      google store

      Copyright © 2020 Library of IPB University
      All rights reserved
      Contact Us | Send Feedback
      Indonesia DSpace Group 
      IPB University Scientific Repository
      UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository
      Universitas Jember Digital Repository