Show simple item record

dc.contributor.advisorMudikdjo, Bungaran
dc.contributor.advisorSitorus, Pranabolon
dc.contributor.advisorMudikdjo, Kooswardhono
dc.contributor.authorKrova, Maria
dc.date.accessioned2023-08-15T02:32:20Z
dc.date.available2023-08-15T02:32:20Z
dc.date.issued1994
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/123910
dc.description.abstractPeningkatan produksi hasil-hasil pertanian dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu intensifikasi, diversifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi. Diversifikasi dalam arti luas merupakan salah satu upaya untuk memperluas cakrawala pembangunan pertanian yang meliputi: teknologi, sumberdaya, wilayah, komoditas, modal, energi, usahatani dan menu. Sedangkan dalam arti sempit diversifikasi merupakan usaha penganekaragaman usahatani. Selama PJPT I, sektor pertanian telah berhasil mencapai tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu empat persen per tahun. Pertumbuhan tersebut telah berhasil memperkecil kemiskinan absolut di pedesaan dari 40,4 persen pada tahun 1976 menjadi 14,3 persen pada tahun 1990. Sejalan dengan hal tersebut, maka pemenuhan kebutuhan pangan semakin meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini harus diikuti pula dengan peningkatan penyediaan pangan dari berbagai sumber untuk pemenuhan kebutuhan energi dan protein bagi masyarakat. Petani sebagai salah satu subyek penyedia pangan, baik yang bersumber dari tanaman pangan maupun dari ternak dalam melaksanakan fungsinya menghadapi berbagai kendala dan keterbatasan yang harus dapat diatasinya. Kendala yang terdapat di tingkat petani pada umumnya adalah sempitnya lahan, kelangkaan modal, dan tenaga kerja yang kurang terampil. Sementara itu untuk melaksanakan usahatani diperlukan kemampuan petani baik dalam hal mengelola sumberdaya maupun dalam hal membuat keputusan. Sebagian dari petani-petani tersebut adalah petani semi arid di Pulau Timer wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Petani di NTT khususnya, selain dihadapkan pada masalah di atas juga dihadapkan pada kondisi iklim yang semi arid. Kondisi ini ditandai dengan musim hujan yang relatif pendek yaitu tiga sampai empat bulan basah dan musim kemarau yang relatif panjang yaitu delapan sampai sembilan bulan kering serta penyebaran hujan yang tidak merata. Hal lain yang dihadapi yaitu kondisi tanah .di Pulau Timar yang umumnya terbentuk dari bahan endapan yanp lebih banyak mengandung unsur basa, sehingga memiliki sifat fisik dan drainase buruk serta kurang stabil di bawah pengaruh gaya air. Sebagai akibatnya tanah tersebut mudah dihanyutkan dalam bentuk erosi ataupun longsor. Petani semi arid di NTT umumnya belum memperhatikan caracara bertani dengan konservasi tanah secara baik. Oleh karena itu sangat diperlukan informasi mengenai pengaturan ataupun pemilihan pola tanam dari usahatani yang ada dengan mempertimbangkan konservasi lahan dan peningkatan pendapatan petani. Penelitian ini bertujuan untuk Pertama, merumuskan berbagai pola usahatani semi arid yang optimal dimana selain meningkatkan pendapatan petani juga tetap memperhatikan konservasi lahan usaha dan Kedua, mengetahui kendala yang dihadapi petani semi arid NTT.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcCultivationid
dc.subject.ddcSemi aridid
dc.subject.ddcAgricultureid
dc.titleOptimalisasi pola usaha tani semi arid di pulau Timor (studi kasus di Kabupaten Timor Tengah Selatan)id
dc.typeThesisid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record