dc.description.abstract | Tenun merupakan produk budaya yang mewakili budaya masyarakat
pendukungnya. Sangat penting untuk menjaga kelestarian bahan baku pewarna
tenun. Sayangnya, pewarna sintetis menjadi pilihan utama masyarakat Lombok.
Dikhawatirkan kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam
secara bijak dapat hilang, dan beberapa jenis tumbuhan pewarna di alam dapat
punah. Penggunaan pewarna sintetis akan menyebabkan berkurangnya
ketergantungan masyarakat pada tumbuhan penghasil bahan baku pewarna di alam.
Selain menjadi salah satu sentra produsen tenun di Indonesia, Pulau Lombok juga
terkenal akan keindahan alamnya yang ditunjukkan dengan data kunjungan
wisatawan yang meningkat. Hal tersebut dapat memberikan peluang besar untuk
mengangkat tenun sebagai obyek wisata dan meningkatkan perekonomian lokal.
Untuk menjawab peluang besar yang ada di Pulau Lombok, sekiranya perlu ada
variasi atraksi yang lebih banyak agar bisa menarik minat lebih banyak wisatawan.
Dengan memiliki beragam atraksi wisata, destinasi tersebut dapat menarik minat
lebih banyak jenis wisatawan. Dengan adanya variasi atraksi, destinasi tidak hanya
fokus pada satu aspek saja. Dengan demikian, ada kesempatan untuk
memperkenalkan dan melestarikan berbagai aspek budaya dan lingkungan yang
mungkin tidak akan mendapatkan perhatian jika hanya ada satu jenis atraksi utama.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis ketersediaan bahan
baku pewarna alam untuk tenun dan menganalisis ketertarikan wisatawan tehadap
ekowisata tenun di Pulau Lombok. Penelitian ini dilakukan di desa-desa yang
menjadi sentra tenun masing-masing kabupaten di Pulau Lombok. selama Juli
sampai Agustus 2022. Metode yang digunakan untuk melihat ketersediaan bahan
baku pewarna alam tenun adalah dengan observasi lapangan menggunakan metode
garis berpetak, selanjutnya dianalisis karakteristik vegetasi jenis yang dimanfaatkan.
Aktivitas harian menenun diambil menggunakan pengamatan dan pencatatan
langsung. Permintaan wisatawan diukur dengan menggunakan kuisioner tertutup
kepada 270 orang pengunjung terkait persepsi, motivasi dan preferensi terhadap
ekowisata tenun di Pulau Lombok.
Hasil penelitian menunjukkan jenis-jenis tumbuhan pewarna yang
dimanfaatkan sebagai bahan baku tenun di Pulau Lombok adalah Indigofera
tinctoria, Swietenia mahagoni, Tectona grandis, Tamarindus indica dan Mangifera
indica. Sebanyak 27% masyarakat mendapat bahan baku pewarna dari lingkungan
sekitar tempat tinggal. Kemudahan masyarakat mendapatkan bahan baku pewarna
berpotensi pada semakin besar intensitas pemanfaatan tumbuhan pewarna tersebut.
Analisis vegetasi tingkat pohon menunjukkan INP tertinggi pada jenis mahoni
(Swietenia mahagoni) sebanyak 64,14%. Pada tingkat semai, jenis Tarum
(Indigofera tinctoria) Jati (Tectona grandis) dan asam (Tamarindus indica)
memiliki frekuensi relatif yang tinggi. Jenis mahoni dan Tarum (Indigofera
tinctoria) merupakan jenis yang banyak dimanfaatkan masyarakat. Sebanyak
76,7% masyarakat memanfaatkan bahan baku pewarna tenun dengan cara-cara
yang berkelanjutan dan sebanyak 53,3% dari masyarakat sudah melakukan
budidaya terhadap jenis pewarna. Aktivitas harian menenun terbagi menjadi proses
pengunduhan bahan baku pewarna alam tenun, proses pengolahan pewarna alam
tenun, proses pewarnaan dan proses menenun. Aktivitas harian menenun dengan
presentase waktu paling lama yaitu aktivitas menenun (nyesek) yang bisa dijumpai
dari pukul 07.00 - 17.00 WITA, sedangkan untuk aktivitas pengunduhan bahan
baku pewarna alam memiliki persentase waktu yang sedikit yang dikarenakan
aktivitas pengunduhan bahan baku pewarna alam hanya ditemukan pada pagi hari
dan pada saat ketersediaan bahan baku menipis sehingga sangat dipengaruhi oleh
kebutuhan pengrajin tenun.
Rata-rata motivasi kunjungan wisatawan aktual dan potensial ke Pulau
Lombok adalah menikmati eksotisme pesisir, selain itu wisatawan aktual dan
potensial menyukai Sejarah, budaya dan seni di Pulau Lombok. Untuk program
utama ekowisata, wisatawan lebih menyukai melihat proses pewarnaan tenun,
yaitu aktivitas perendaman benang pada air rebusan pewarna alam dan penjemuran
serta pemintalan benang, dan wisatawan lebih menyukai penggunaan tenun
dalam atraksi seni dan budaya sebagai program tambahan. Wisatawan lebih
menyukai jalur wisata pendek (<1km) dan menengah (1km-3km), durasi waktu
berwisata yaitu 1 hari dan mengikuti festival setahun sekali, dengan harga yang
bersedia dibayarkan yaitu Rp. 300.000 sampai Rp. 800.000. Media promosi
yang paling disukai adalah iklan wisata melalui media sosial dan informasi
melalui teman atau kerabat. Penyusunan paket ekowisata mengahasilkan satu
paket pada masing-masing desa. | id |