Show simple item record

dc.contributor.advisorJuanda, Bambang
dc.contributor.advisorRindayati, Wiwiek
dc.contributor.authorAmin, Arif
dc.date.accessioned2023-07-26T08:49:27Z
dc.date.available2023-07-26T08:49:27Z
dc.date.issued2023
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/122660
dc.description.abstractDua dekade usia desentralisasi fiskal belum menggambarkan kemandirian fiskal yang inklusif. Artinya tidak mendorong perbaikan kesejahteraan suatu daerah dalam bentuk penurunan kemiskinan dan pengangguran. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencoba membangun Indeks Kemandirian Fiskal dan hasilnya adalah secara umum provinsi di Indonesia terkategorikan menuju kemandirian (MK). Sementara hanya sedikit daerah yang terkategorikan Mandiri seperti mayoritas provinsi di Pulau Jawa kecuali DI. Yogyakarta. Di sisi lain, Wilayah Timur Indonesia seperti Maluku, Maluku Utara, Papua Barat sejak tahun 2013 masih berstatus Belum Mandiri. Meski demikian, terjadi anomali bahwa daerah yang terkategorikan mandiri secara fiskal dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi namun tingkat kemiskinan dan pengangguran juga tinggi. Penelitian ini dilakukan pada 33 Provinsi di Indonesia dengan periode waktu mulai dari tahun 2013 sampai dengan 2019. Data yang digunakan data sekunder dan bersifat data panel. Kebaharuan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan rekalkulasi Indeks Kemandirian Fiskal yang dihitung oleh BPK dengan menambahkan Dana Bagi Hasil (DBH) dalam formulasi. Mengingat, DBH merupakan sumber pendapatan yang juga dihasilkan oleh suatu daerah. Metode analisis yang digunakan adalah persamaan simultan dinamis dengan pendekatan System Generelized Methods of Moment (SYS-GMM). Hasil rekalkulasi menjukkan bahwa tahun 2013 terdapat 5 Provinsi yang terkategorikan sangat mandiri (SM) di antaranya Sumatera Utara, DKI Jakarta, Banten, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Namun sampai dengan tahun 2019 hanya DKI Jakarta yang masih bertahan dengan status kemandirian fiskalnya yaitu sangat mandiri (SM). Artinya dalam kurun waktu periode 2013-2019 keempat provinsi dengan penyesuian perhitungan (dengan DBH) mengalami penurunan kualitas kemandirian fiskal. Sementara perhitungan BPK kelima provinsi tersebut tidak tergambarkan hanya Provinsi DKI Jakarta yang memiliki status kemandirian fiskal mandiri (M). perhitungan Hasil estimasi model simultan dinamis menunjukkan bahwa provinsi yang mandiri secara fiskal mampu meningkatkan PDRB per kapita jauh lebih besar dibandingkan provinsi yang tidak mandiri baik pada jangka pendek maupun jangka panjang. Selanjutnya, peningkatan PDRB per kapita provinsi yang mandiri secara fiskal mampu menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran jauh lebih besar dibandingkan dengan yang tidak mandiri. Hasil pengaruh pada jangka panjang tidak ditemukan pada model pengangguran. Kata kunci: kemandirian fiskal, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, pengangguranid
dc.description.sponsorshipStaf Khusus Presiden RI Bidang Ekonomi, Sekretariat Kabinetid
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titlePengaruh Kemandirian Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi dalam Menurunkan Kemiskinan dan Pengangguran di Indonesiaid
dc.title.alternativeThe Effect of Fiscal Independence and Economic Growth on Reducing Poverty and Unemployment in Indonesiaid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordfiscal independeceid
dc.subject.keywordgrowth economicid
dc.subject.keywordpovertyid
dc.subject.keywordunemploymentid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record