dc.description.abstract | Bean common mosaic virus (BCMV) dan vektornya Aphis craccivora Koch.,
merupakan pembatas penting produksi kacang panjang di Indonesia. Kajian
sebelumnya menunjukkan bahwa cendawan endofit (CE), Lecanicillium lecanii
PTN10 (LL PTN10), dan Cercospora nicotianae NP-H5 (CN NP-H5) dapat
menekan keparahan penyakit, dan titer virus pada tanaman kacang panjang yang
ditularkan oleh BCMV melalui vektornya A. craccivora. Namun, mekanisme
penekanan tersebut belum diketahui sehingga perlu dikaji lebih lanjut. Penelitian
ini bertujuan untuk mengkaji mekanisme CE L. lecanii PTN10 dan C. nicotianae
NP-H5 dalam menghambat penularan BCMV melalui vektor, A. craccivora.
Kajian pertama adalah bioassay pada tanaman indikator Chenopodium
amaranticolor untuk menentukan peran cendawan endofit sebagai penginduksi
ketahanan tanaman dan/atau memiliki aktivitas antivirus. CE diaplikasikan dengan
penyemprotan pada daun sebelum inokulasi virus, setelah inokulasi virus, dan
inokulasi campuran CE-BCMV pada daun C. amaranticolor. Peubah yang diamati
adalah periode inkubasi dan jumlah lesio lokal pada tanaman perlakuan dan
tanaman kontrol tanpa perlakuan.
Kajian kedua terdiri dari dua percobaan yang berbeda yaitu; (1) pengujian
pengaruh CE terhadap preferensi makan A. craccivora dilakukan melalui choice
test. Tanaman perlakuan CE dan kontrol diletakkan pada satu baki. Pada bagian
tengah baki diberi karton putih yang menjadi penghubung antar tanaman. Kutudaun
diletakkan pada bagian tengah karton dengan jarak yang sama ke setiap tanaman.
Peubah yang diamati adalah jumlah kutudaun setiap tanaman uji pada 1, 3, 6, dan
12 jam setelah infestasi, (2) menguji kemampuan A. craccivora yang dipelihara
pada tanaman yang diberi perlakuan CE selama tiga generasi dalam menularkan
BCMV. Setelah makan akuisisi, A. craccivora yang mengandung virus dipindahkan
ke tanaman sehat untuk makan inokulasi. Peubah yang diamati adalah periode
inkubasi, tipe gejala, insidensi penyakit dan keparahan penyakit serta titer virus.
Kajian ketiga dilakukan untuk mengetahui pengaruh CE terhadap insidensi
dan keparahan penyakit, titer virus dan aktivitas enzim ketahanan yang terlibat
dalam induksi ketahanan tanaman terhadap BCMV dalam percobaan rumah kaca.
Perlakuan terdiri dari perlakuan benih dikombinasikan dengan penyemprotan daun
sebelum penularan virus dan sesudahnya dengan frekuensi penyemprotan CE
sebanyak 1-3 kali pada dua dan empat minggu setelah penularan BCMV dengan
kutudaun yang mengandung virus. Peubah yang diamati yaitu insidensi dan
keparahan penyakit, tipe gejala, titer virus, pengukuran aktivitas enzim pertahanan
seperti peroksidase (PO), polifenol oksidase (PPO), dan fenilalanin amonia-lisase
(PAL) serta pengamatan kolonisasi CE pada batang dan jaringan daun.
Perlakuan CE LL PTN10 dan CN NP-H5 pada Chenopodium amaranticolor
menunjukkan CE mampu memperpanjang periode inkubasi dan secara signifikan
mengurangi jumlah lesio lokal pada perlakuan CE LL PTN10 dibandingkan dengan
kontrol tanpa perlakuan. Namun, perlakuan CE CN NP-H5 mampu mengurangi
jumlah lesio lokal sebanding dengan perlakuan CE LL PTN10, walau jumlah lesio
lokal perlakuan CE CN NP-H5 tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol.
Berkurangnya jumlah lesio lokal pada perlakuan sebelum inokulasi mekanis
BCMV, mengindikasikan terjadinya induksi ketahanan dan adanya aktivitas
antivirus pada perlakuan CE setelah inokulasi.
Hasil choice test menunjukkan jumlah kutudaun pada tanaman kontrol lebih
tinggi daripada tanaman yang diberi perlakuan CE; kutudaun lebih memilih makan
pada tanaman kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman yang diberi perlakuan
CE menunjukkan efek penolakan makan (antifeedant) bagi kutudaun, namun perlu
penelitian lebih lanjut untuk menentukan senyawa antifeedant yang terlibat dalam
penghambatan proses makan. Selanjutnya, perlakuan kedua CE menunjukkan
sebanding dalam menekan jumlah kutudaun. Hal ini menunjukkan CN NP-H5
kemungkinan memiliki karakter sebagai endofit entomopatogen dan juga
mengkonfirmasi laporan sebelumnya bahwa CE LL PTN10 sebagai cendawan
endofit entomopatogen.
Kutudaun yang dipelihara pada tanaman yang diberi perlakuan CE selama
tiga generasi menyebabkan berkurangnya kemampuan kutudaun saat makan
akuisisi dan inokulasi. Hal ini menyebabkan jumlah virus yang ditularkan ke
tanaman sehat lebih sedikit, sehingga dampaknya pada periode inkubasi lebih lama,
gejala yang lebih ringan, insidensi dan keparahan penyakit serta titer virus lebih
rendah secara signifikan dibandingkan dengan kontrol. Titer virus pada kutudaun
yang hidup pada tanaman yang diberi perlakuan CE terdeteksi negatif, hal ini
mengindikasikan bahwa perlakuan tersebut tidak menghambat penularan virus.
CE LL PTN10 mengolonisasi jaringan batang lebih cepat dibandingkan CN
NP-H5. Kemampuan hifa LL PTN10 dalam mengolonisasi jaringan daun secara
interseluler dan lebih banyak dari CN NP-H5 seperti yang dikonfirmasi dari uji
pewarnaan. Perlakuan benih yang dikombinasikan dengan penyemprotan CE pada
daun sebanyak 1-3 kali tidak menghambat insidensi penyakit. Namun mampu
menurunkan keparahan, gejala yang lebih ringan dan juga titer virus secara
signifikan dibandingkan kontrol tanpa perlakuan, kecuali perlakuan CN NP-H5
dengan penyemprotan daun sekali dan dua kali setelah penularan virus. Perlakuan
benih dengan LL PTN10 dan penyemprotan daun satu kali menunjukkan mampu
menghambat penularan BCMV melalui kutudaun; kutudaun viruliferus tidak dapat
menularkan virus selama makan inokulasi. BCMV terdeteksi positif pada kutudaun
setelah makan inokulasi, sedangkan perlakuan lainnya negatif terdeteksi BCMV.
Diantara perlakuan yang diuji, perlakuan benih LL PTN10 dengan tambahan
penyemprotan daun satu kali adalah perlakuan yang paling efektif dan efisien dalam
mengendalikan penularan BCMV.
Aplikasi CE sebelum penularan BCMV menunjukkan peningkatan aktivitas
enzim PO, PPO dan PAL (antioksidan), tetapi menurunkan aktivitas enzim tersebut
setelah penularan BCMV. Hal ini mengindikasikan peningkatan aktivitas enzim
setelah perlakuan CE mampu mengaktivasi ketahanan sistemik tanaman untuk
mengatasi cekaman biotik pada fase awal infeksi BCMV dan luka mekanis yang
disebabkan kutudaun selama makan inokulasi. Tanaman yang diberi perlakuan CE
menunjukkan lebih toleran terhadap penularan BCMV melalui kutudaun viruliferus.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa mekanisme cendawan endofit LL
PTN10 dan CN NP-H5 dalam mengendalikan penularan BCMV yaitu melalui efek
antifeedant dan aktivitas antivirus, penekanan populasi vektor kutudaun,
penghambatan kemampuan vektor selama makan akuisisi dan inokulasi, induksi
ketahanan sistemik dengan peningkatan aktivitas enzim PO, PPO, dan PAL
sebelum penularan virus dan menurunkan aktivitas enzim pertahanan setelah
penularan virus. | id |