Show simple item record

dc.contributor.advisorArifin, Nurhayati H.S
dc.contributor.advisorSutawan, Nyoman
dc.contributor.authorAsmiwyati, I Gusti Agung Ayu Rai
dc.date.accessioned2023-06-22T05:02:31Z
dc.date.available2023-06-22T05:02:31Z
dc.date.issued2003
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/119904
dc.description.abstractDesa Belimbing terletak di lereng Gunung Batukaru, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan. Keindahan visual sawah dan lanskap desanya telah dimanfaatkan sebagai obyek wisata, namun demikian luasan sawah teras menurun akibat alih fungsi menjadi kebun, fasilitas wisata dan peruntukan yang lain. Oleh karena itu perlu diantisipasi melalui perencanaan dan pengelolaan yang holistik dan terintegrasi dengan aspek terkait sehingga tidak menimbulkan dampak negatif dengan merosotnya kualitas lingkungan, sosial budaya, dan visual sawah teras, akan tetapi diharapkan dapat meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat dan tetap terjaganya karakter khas lanskap sawah teras. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun konsep guna menjaga keberlanjutan lanskap sawah teras dengan melindungi struktur lanskap sawah teras dan memberdayakan fungsinya sebagai obyek wisata budaya pertanian di Desa Belimbing. Struktur sawah teras mencerminkan penerapan konsep tradisional tata ruang Hindu yang berdasarkan Tri Hita Karana, dengan Gunung Batukaru sebagai pusat orientasi arah ruang kehidupan. Komponen utama struktur lanskap sawah teras mencakup bangunan suci, sungai dan saluran irigasi, sawah teras, telajakan, jalan serta rumah petani di pemukiman. Aktivitas petani yang tergabung dalam kelompok subak menjadi penentu hubungan timbal balik struktur lanskap sawah teras. Sistem subak merupakan organisasi sosio religi masyarakat petani yang tidak hanya mengelola pemanfaatan sumber daya air untuk sawah namun juga menjamin keberlanjutan proses produksi padi dan struktur lanskap sawah teras yang ada. Nilai penting yang melekat pada lanskap sawah teras yaitu sebagai lahan produksi, media aktivitas ritual, budaya · dan interaksi petani, hasil karya leluhur berupa lanskap sawah budaya yang mencerminkan bentuk pengelolaan alam secara arif, kualitas visual, serta keseimbangan ekosistem dan keragaman hayati, merupakan alasan kuat untuk dilakukannya usaha konservasi. Konsep konservasi yang diusulkan adalah melindungi kelestarian lanskap pedesaan khususnya kawasan lanskap sawah teras Subak Suradadi, dengan menjaga kualitas sumberdaya alam dan budaya serta memberdayakan potensi yang dimiliki sehingga tercapai pemanfaatan terbaik dan berlanjut. Dalam konsep ini dibuat zonasi pengelolaan yang mencakup: (1) Zona inti (nominated property) yakni sawah teras, (2) zona penyangga (buffer) yakni telajakan, pemukiman petani, hutan dan kebun, (3) zona pengembangan yakni ruang terbuka pada pemukiman, ( 4) zona suci yakni kawasan di sekitar Pura/bangunan suci.id
dc.description.abstractOne of beautiful unique rice terraced landscape in Bali is located in Belimbing Village, Tabanan. However, many rice terraces has been changed into plantation, tourism· facilities or other land uses. A comprehensive planning and management are needed to increase negative impacts to environment quality, socio cultural and visual quality of rice terraced landscape. The objectives of this study is to provide a concept for conservation and its development as an agro-cultural tourism object in Belimbing Village, with the specific objectives are to identify the landscape structure ofrice terraced landscape and its influence factors, especially culture and economis; to analyse the sustainability of the rice terraced landscape arid its potency for tourism; to propose conservation and agro-cultural tourism development concept. The structure of rice terraced landscape consist of Hindu temple, river and its irrigation network, rice terraces, telajakan, subak street, and farmer house in settlement, which is resulted from the interaction of biophysics, economic, socio-cultural and also its "Subak" irrigation system. The space pattern of rice terraced landscape in Belimbing Village reflects the concept of Tri Hita Karana which is believed by the farmers. Therefore the rice terraced landscape has many significant multiple values which not only for production, but also for culture and religion activities, ecosystem balance and visual amenity, which have to be conserved. In this study, conservation concept is suggested to protect the sustainability of rural landscape, especially its rice terraced landscape by keeping the quality of natural and cultural resource and also developing its functions. The conservation concept is proposed into four zones of management comprise of nominated property zone, buffer zone, development zone and holy zone. Agro-cultural tourism is suggested as alternative development to support conservation efforts. Its tourism space concept is divided into interpretation object zone, facilities and welcome area zone. Those concepts are still follow local genius concept of Tri Hita Karana.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcLandscapeid
dc.subject.ddcAgricultural Landid
dc.titleStudi struktur lanskap sawah teras subak Suradadi dan pengembangannya sebagai obyek wisata budaya pertanian di Desa Belimbing, Kabupaten Tanaban, Baliid
dc.title.alternativeStudy on Landscape Structure of Subak Suradadi Rice Terraces and its Development as Agro-Cultural Tourism in Belimbing Village, Tabanan District, Baliid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordAgro-cultural tourismid
dc.subject.keywordLanscape planningid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record