Pedogeneses dan potensi tanah-tanah areal pengembangan perkebunan tebu Pelaihari Kalimantan Selatan
View/ Open
Date
1997Author
Firmansyah, Muhammad Anang
Harjowigeno, Sarwono
Sudarsono
Hardjosubroto, Subagjo
Metadata
Show full item recordAbstract
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari proses pembentukan tanah (pedogenesis) dan potensi tanah-tanah pada areal pengembangan perkebunan tebu Pelaihari Kalimantan Selatan.
Penelitian dilakukan pada tanah areal penelitian yang tersusun atas bahan induk dan posisi lereng yang berbeda. Tanah Areal Sei Riarn tersusun atas bahan induk Batu Malihan (Mm) yang terdiri dari Sekis Hornblende. Tanah areal Kampung Baru tersusun atas Batuan Sedimen (Qpm) yang terdiri dari kerakal, kerikil, dan pasir lepas. Dan untuk tanah areal Gunung Melati tersusun atas Batuan Gabro (Mgb) yang terdiri dari Labradorit, Augit, dan Amfibol. Posisi lereng masing-masing areal penelitian terbagi menjadi lereng atas, tengah, dan bawah.
Jenis tanah yang ditemukan di tanah areal Sei Riam berturut-turut dari lereng atas, tengah, dan bawah, yaitu: lnceptic Hapludox, berlempung skeletal, kaolinitik, allik, isohipertermik; Typic Plinthohumult, berliat skeletal, kaolinitik, isohipertermik; dan Typic Dystropept, berlempung halus, campuran, isohipertermik. Pada areal Kampung Baru di posisi lereng atas ditemukan Typic Dystropept, berlempung halus, campuran, isohipertermik, sedangkan pada lereng tengah dan bawah ditemukan jenis tanah Typic Plinthohumult, berlempung halus, kaolinitik, isohipertermik. Sedangkan untuk tanah areal Gunung Melati pada lereng atas dan tengah ditemukan H umic Hapludox, sangat halus, kaolinitik, allik, isohipertermik, dan untuk lereng bawah ditemukan Inceptic Hapludox, sangat halus, kaolinitik, allik, isohipertermik.
Proses pembentukan tanah tersebut terutama dipengaruhi oleh translokasi dan akumulasi liat, pembentukan horison bawah penciri, dan juga plintisasi.
Guna melihat potensi tanah digunakan kriteria dari Puslittanak (1993), diperoleh kelas kesesuaian lahan S3 (sesuai marginal) hingga N2 (tidak sesuai selamanya). Faktor penghambat yang dijumpai adalah ketersediaan air (w), media perakaran (r), retensi hara (f), toksisitas (x), hara tersedia (n), dan bahaya banjir (b). Faktor pembatas berat yang dijumpai pada tanah yang ditanami tebu adalah toksisitas dari kejenuhan Al yang tinggi.
Sedangkan apabila dibandingkan antara produksi tebu (1990-1994) dengan kelas kesesuaian lahan (N2x) pada areal yang berbeda dengan bahan induk yang berbeda, maka tanah-tanah di areal Kampung Baru ( kerakal, kerikil, dan pasir lepas) yang terdiri dari horison kambik dan argilik memiliki produksi hablur gula tertinggi yaitu 3, 6 I ton/ha. Sedangkan pada tanah-tanah yang terdiri dari horison oksik seperti di Sei Riam (Sekis Hornblende) dan Gunung Melati (Labradorit, Augit, dan Amfibol) hablur gula yang dihasilkan lebih rendah, berturut-turut 3.02 ton/ha dan 2,57 ton/ha. Hal tersebut menunjukkan tanah-tanah yang belum terlapuk lanjut seperti di areal Kampung Baru memiliki daya dukung lahan lebih tinggi bagi pertanaman tebu bila dibandingkan areal Sei Riam dan Gunung Melati.
Collections
- MT - Agriculture [3689]