Sugar palm’s (Arenga pinnata Merr.) Conservation and Development through local wisdom community-based. A Glance from Sasak Community, Kekait Village, West Nusa Tenggara.
View/ Open
Date
2020Author
Haryoso, Anggit
Zuhud, Ervizal AM
Hikmat, Agus
Sunkar, Arzyana
Darusman, Dudung
Metadata
Show full item recordAbstract
Ragam kondisi hutan primer dan hutan bekas tebangan menunjukkan adanya perbedaaan struktur, komposisi jenis, nilai potensi, tingkat mortalitas, alih tumbuh (ingrowth) dan pertumbuhan tegakan. Perkembangan pemodelan dinamika hutan dalam berbagai studi kuantitatif sering mengalami hambatan heterogenitas dan kompleksitas terhadap hutan itu sendiri (keragaman karakteristik tegakan dan variasi kondisi) dan keterbatasan atau ketiadaan data yang bersifat jangka panjang. Penelitian ini mencakup dimensi kuantitatif tegakan yang meliputi dimensi statis (nilai kuantitatif pada suatu waktu), dimensi dinamis (nilai kuantitatif yang mendeskripsikan fungsi waktu) dan dimesnsi spasial (nilai kuantitatif sebaran tutupan hutan) pada variasi kondisi tegakan di areal hutan alam produksi berdasarkan runtun waktu. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan metode untuk mengukur tingkat keterpulihan hutan Dipterocarpacea campuran setelahpenebangan menuju bentuk hutan alam primer yang tumbuh di tempat itu. Penelitian dilaksanakan si stasiun penelitian hutan Labanan yang terletak di Kabupaten Berau Propinsi Kalimantan Timur pada bukan Oktober 2012- April 2013. Desain plot penelitian berupa plot permanen yang dibangun pada tahun 1990, dengan ukuran plot 200 m x 200 m (4 ha) yang terbagi dalam 4 subplot dengan ukuran 100 m x 100 m (1 ha). Masing-masing subplot dibuat sub-plot berukuran 20 m x 72 m sebanyak 25 buah dengan 7 variasi kondisi hutan alam dengan total luas 72 ha. Pengukuran dimensi tegakan dan validasi data dilaksanakan secara periodik setiap dua tahun. Risalah perlakuan berupa variasi teknik penebangan (penebangan ramah lingkungan dengan limit diameter 50 cm/RIL 50, RIL 60 dan penebangan konvensional) dan variasi teknik pembebasan (sistematis dan berbasis pohon binaan) Aren (Arenga pinnata Merr.) merupakan tumbuhan multifungsi yang telah
lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Sampai saat ini, meskipun memiliki
potensi aren yang besar, namun pemanfaatan aren di Indonesia belum berkembang.
Penelitian ini untuk mengungkapkan kondisi dan posisi aren saat ini serta
menunjukkan bahwa kearifan masyarakat lokal dapat menjadi dasar pengembangan
pemanfaatan aren berkelanjutan.
Penelitian dimulai bulan Maret 2018 hingga Februari 2019, dengan lokasi
penelitian difokuskan pada masyarakat Sasak dan budayanya di Desa Kekait
Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pengumpulan data etnografi dan etnobotani masyarakat Sasak, bioekologi aren,
usahatani aren, dan peran para pihak dalam pengembangan pemanfaatan aren
dilakukan menggunakan teknik observasi partisipatif, wawancara mendalam, focus
group discussion, dan kajian pustaka. Data diperoleh kemudian dianalisis secara
kualitatif dan kuantitatif, selanjutnya hasil analisis disajikan dalam bentuk naratif
deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Sasak di Desa Kekait telah
bertungkus lumus memanfaatkan aren sejak lama, bahkan sebelum Desa Kekait
ditetapkan (1866). Keeratan ikatan budaya masyarakat Sasak dengan aren
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Pemisahan di antara
keduanya berarti hilangnya Desa Kekait sebagai “Desa Aren”, serta lunturnya jati
diri masyarakat Kekait yang Aman, Religius, Ekonomis, Nasionalis (AREN).
Keeratan masyarakat Sasak di Desa Kekait dengan aren hingga saat ini tidak
terlepas dari pola kebun campuran yang diterapkan, yaitu pola kebun campuran
dengan ke-khasan aren sebagai tumbuhan andalan. Pola kebun campuran aren
menunjukkan pola struktur berkembang dengan tingkat regenerasi cukup baik
dalam struktur populasi cukup lestari hingga lestari. Kondisi ini membuktikan
bahwa pengelolaan sumber daya alam yang sesuai dengan bioekologis spesifik
masing-masing daerah mampu menjamin keberlanjutannya dari dulu hingga
sekarang, dan apabila dikelola dengan iptek yang lebih baik mampu menjamin
kualitas sumber daya alam yang sama bagi generasi yang akan datang.
Keberlanjutan aren tidak akan terjadi tanpa pengetahuan yang baik dari petani
dalam mengelola dan memanfaatkannya selama ini. Kasus yang terjadi dalam
masyarakat Sasak menunjukkan, pewarisan pengetahuan dan ketrampilan aren yang
diturunkan orang tua (bapak) kepada anak laki-laki sebagai modal utama bagi
keberlanjutan keluarga petani aren muda untuk hidup mandiri mengalami
penurunan dari waktu ke waktu. Hal ini dapat diketahui dari semakin sedikitnya
generasi muda yang menjadikan petani aren sebagai profesi pilihannya (26,89%).
Ketidakberlanjutan pewarisan pengetahuan aren dikhawatirkan mempengaruhi
keberadaan aren sebagai sumber penghidupan. Diperlukan sistem pendidikan
berbasis sumber daya lokal yang kuat, sehingga mampu menjamin pewarisan
pengetahuan aren dapat berlangsung dengan baik.
Kearifan lokal masyarakat Sasak dalam menentukan bagian pohon aren yang
dimanfaatkan tidak hanya mempertimbangan nilai ekonomi yang menguntungkan,
lebih dari itu pertimbangan nilai-nilai sosial budaya yang selaras dengan ajaran
Agama Islam mereka tempatkan pada tingkatan tertinggi (Qur’an Hadits jari
kacanta). Keseimbangan di antara keduanya secara langsung mampu menjamin
keberlangsungan masyarakat Sasak dan aren, yang secara tidak langsung mampu
menjaga keseimbangan lingkungannya.
Keberlangsungan tersebut tidak bisa dilepaskan begitu saja kepada kreativitas
dan inovasi masyarakat Sasak (petani aren). Inisiatif para pihak mulai dari
akademisi, pemerintah hingga swasta menjadi kunci keberhasilan pengembangan
aren berkelanjutan. Kehadiran para pihak terkait harus semakin menguatkan petani,
dan menjadikannya mitra dalam pengembangan pemanfaatan aren berkelanjutan.
Petani dengan pengalamannya selama puluhan tahun merupakan sumber gagasan
dan ide, yang siap berkembang bersama-sama para pihak.
Untuk mewujudkan pengembangan aren berkelanjutan diperlukan strategi
yang bersifat menyeluruh dan terpadu. Pengembangan aren dilakukan dari hulu
hingga hilir meliputi aspek pendidikan, sosial budaya, ekonomi dan ekologi, serta
sinergitas semua pihak yang terkait secara langsung maupun tidak langsung.
Strategi tersebut selanjutnya dijabarkan melalui: pendidikan berkarakter “plus”
sebagai langkah awal transfer pengetahuan orang tua kepada anak; etnobotani
sebagai sumber pengetahuan dasar dalam pengembangan kreativitas dan inovasi
teknologi berkelanjutan; edukasi dan pendampingan agar sinyal alami menjadi
stimulus bagi aksi konservasi aren; pengembangan usahatani untuk meningkatkan
kesejahteraan petani aren; dan kolaborasi sebagai jembatan pemanfaatan aren
berkelanjutan.
Collections
- DT - Forestry [340]