Studi keragaman tripsin inhibitor dan keragaman genetik isoenzim pohon plus sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nilesen) pada hutan rakyat di Jawa Barat
View/ Open
Date
2003Author
Winarni, Ina
Siregar, Ulfah J
Mahari S, Singgih
Metadata
Show full item recordAbstract
Penelitian ini bertujuan : (1) Mengetahui keragaman nilai TIA (Aktivitas Tripsin Inhibitor) pada tegakan pohon plus sengon. (2) Mengetahui keragaman genetik tegakan pohon plus sengon dengan marka isozim. (3) Mengetahui korelasi nilai TIP. dengan marka isozim. Penelitian ini terdiri dari dua percobaan yang berbeda. Percobaan penelitian pertama adalah penelitian mengenai aktivitas tripsin inhibitor pohon plus sengon sebanyak 18 buah pada populasi Subang, Cianjur, dan Sukabumi. Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama bagian pohon yang digunakan yaitu kayu dan kulit dan faktor kedua adalah umur pohon yang digunakan terdiri dari 4, 5. 8. dan 10 tahun. Banyaknya ulangan adalah satu sampai lima (1-5). Percobaan penelitian kedua adalah mengenai keragaman genetik isoenzim pohon plus sengon sebanyak 18 buah pada lokasi Subang, Cianjur dan Sukabumi. Analisis isoenzim dilakukan dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Hartati dkk. (1996) pada tanaman sengon. Hasil penelitian kemudian diamati dalam bentuk pita atau bandmorph. Semua tipe pita yang terbentuk diinterpretasikan sebagai lokus dan alel dan dijadikan dasar dalam pengukuran parameter-parameter yang ada dalam suatu populasi. yaitu frekuensi alel. persentase lokus polimorpik. rata-rata jumlah alel per lokus dan rata-rata alel efektif, derajat heterozigositas, indeks fiksasi, dan jarak genetik. Selain percobaan di atas dilakukan pengujian hubungan atau korelasi antara keragaman aktivitas tripsin inhibtor (percobaan pertama) dan marka isoenzim pohon plus (percobaan kedua) dilihat dari zimogramnya. Hasil penelitian percobaan pertama menunjukkan bahwa kisaran nilai aktivitas tripsin inhibitor pada kayu pohon plus sengon pada seluruh lokasi (Subang, Cianjur,dan Sukabumi) pengambilan contoh adalah 5,28 - 9,7 TIU/mg contoh. Nilai aktivitas terendah terdapat pada kayu pohon plus sengon (4 tahun) di Subang dan tertinggi terdapat pada pohon plus sengon (10 tahun) di Sukabumi. Kisaran nilai aktivitas tripsin inhibitor pada kulit pohon plus sengon pada seluruh lokasi (Subang, Cianjur, Sukabumi) pengambilan contoh adalah 6,55 - 18,75 TIU/mg contoh. Pada umumnya pada masing-masing lokasi mengalami penurunan aktivitas sejalan dengan bertambahnya umur pohon. Percobaan kedua menunjukkan penyebaran alel dalam lokus beragam pada tiga belas lokus yang diperoleh. Delapan lokus diantaranya (PER-A, PER-C, PER-B, AAT-B, ACP-A, ACP-B, EST-B dan ENP-B) bersifat polimorpik di Subang dan 3 lokus bersifat polimorpik (PER-A, ADH-B, dan AAT-B) di populasi Cianjur. Rata-rata indeks fiksasi seluruh populasi adalah - 0,1997. Nilai negatif menunjukkan bahwa kecenderungan semua populasi kelebihan heterozygositas. Secara keseluruhan populasi sengon di jawa Barat memiliki nilai keragaman genetik yang rendah dilihat dari rer.dahnya nilai Fsr (16,7 persen), sehingga dapat dikatakan sengon di P. Jawa memiliki kekerabatan genetik yang dekat satu sama lain. Dan berdasarkan analisa kelompok terdapat dua kelompok, yaitu (1) subang dan (2) sukabumi dan Cianjur. Korelasi aktivitas tripsin inhibitor dengan marka isozim memperlihatkan nilai korelasi yang rendah, tetapi apabila dilihat dari pola pita pada zimogram maka ada pola-pola pita yang khas yang menunjukkan nilai TIA yang rendah atau tinggi pada lokus-Iokus tertentu. Pada populasi Subang lokus EST-B dan ENP-B (15.32.028) memiliki pola pita yang khas untuk nilai TIA yang rendah (kulit dan kayu) dan tinggi (15.32.022)
Collections
- MT - Forestry [1416]