Show simple item record

dc.contributor.advisorMalole, Marthen B.M.
dc.contributor.advisorPartadiredja, Masduki
dc.contributor.advisorUngerer, Tonny
dc.contributor.authorLokananta, Maya Devita
dc.date.accessioned2023-06-12T06:57:57Z
dc.date.available2023-06-12T06:57:57Z
dc.date.issued2000
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/118893
dc.description.abstractNegara Republik Indonesia tengah memasuki era pembangunan. lndustri merupakan salah satu sarana penting dalam menunjang pembangunan dan perkembangan negara kita. Seiring dengan kemajuan, perkembangan dan modernisasi teknologi di berbagai bidang industri, jumlah dan jenis bahan kimia yang digunakan pun meningkat pesat disertai dengan segala dampak positif dan negatifnya. Dengan makin berkembangnya dan modernisasi industri, kelainan akibat kerja di bidang dermatologi pun kian meningkat. Prevalensi penyakit kulit akibat kerja (PKAK) di negara industri tercatat cukup tinggi. Berdasarkan data dari United States Bureau of labor Statistic Annual Survey of Occupational Injuries and Illnesses (1988), 24 % kasus penyakit akibat kerja adalah kelainan atau penyakit kulit dan kelainan yang paling banyak adalah dermatitis kontak. Di Amerika Serikat biaya yang digunakan untuk menanggulangi kelainan kulit akibat kerja cukup besar, diperkirakan mencapai 222 juta dolar sampai 1 miliar dolar setiap tahun. Di Indonesia belum terdapat data yang lengkap tentang PPAK. Data yang diperoleh dari Sadan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia dari tahun 1994 sampai 1998 menunjukkan insidens dermatitis kontak pada tahun 1994 adalah sebesar 17,03 % dari seluruh kasus di bidang dermatologi. lnsidens ini meningkat menjadi 18,65 % pada tahun 1995, menurun menjadi 16,32 % pada tahun 1996, kemudian meningkat lagi pada tahun 1997 dan mencapai 24, 11 % pada tahun 1998. Dari data ini insidens dermatitis kontak alergik lebih tinggi dibandingkan dengan dermatitis kontak lain seperti dermatitis kontak iritan dan fotokontak. Dermatitis kontak alergik (OKA) adalah kelainan kulit yang timbul akibat adanya kontak ulang dengan bahan eksogen pada seseorang yang telah tersensitisasi oleh bahan yang sama. Dermatitis kontak alergik akibat kerja adalah kelainan kulit yang timbul akibat adanya kontak dengan bahan yang bersifat alergen di lingkungan kerja. Pengobatan OKA yang tepat adalah menghilangkan etiologi. Namun ini sulit diwujudkan, lebih-lebih bila penderita harus melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan bahan alergen. Sampai saat ini usaha desensitisasi masih merupakan usaha yang diidamkan oleh para ahli, namun hasilnya masih bersifat terbatas dan belum rnemuaskan.id
dc.description.abstractContact dermatitis is the most common type of occupational skin diseases in the worfd. Although prevention of contact dermatitis in the work place should ideally be accomplished through total elimination of cutaneous exposure to hazardous substances, this is not often feasible to do. Antihistamines are the drugs of choice in the symptomatic relief of allergic disorders. However, although the traditional H1 receptor antagonist antihistamines have good efficacy, they also demonstrate substantial side effects. Therefore, in many cases they are substituted by nonsedating or second generation H1 antagonist anti-histamines. The aim of this study was to examine a procedure of loratadine treatment that could be used as desensitisator in allergic contact dermatitis with persistant exposure of the contactant. A placebo-controlled study in 20 New Zealand White rabbits (local) was conducted. The rabbits were divided into a treatment (n = 10) and a placebo group (n = 10). The treatment group was given loratadine, 0.4 mg/kg body weight, once -a-day for 10 days consecutively, continued with the same dose every other day for 20 days. The animals were constantly exposed to the contactant throughout the study. Efficacy was based on assessment of blood laboratory (whole blood, E-Rosette and blood chemical), histopathological changes (epidermis, dermo-epidermal junction and dermis) and clinical observations. The study showed that loratadine reduced the number of T lymphocytes and also improved the epidermal, dermo-epidermal junction and dermal damage caused by the contactant. The animals did not develop any side effect to the 30 days course of treatment. This procedure of loratadine treatment demonstrated that it was effective as desensitisator in allergic contact dermatitis with constant exposure to the contactant.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcDermatologyid
dc.subject.ddcDermatitisid
dc.titleEfektivitas anti-histamin golongan antagonis reseptor H1 generasi kedua terhadap dermatitis kontak alergik dengan pajanan permanen: Prosedur pengobatandengan loratadinid
dc.title.alternativeEfficacy Of Second Generation H1 Receptor Ant Ago Nist Anti-Histamines In Allergic Contact Dermatitis With Persistant Exposure A Procedure Of Loratadine Treatmentid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordAnti-histaminid
dc.subject.keywordLoratadinid
dc.subject.keywordSkinid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record