dc.description.abstract | Kayu lapis merupakan salah satu produk panel kayu utama di Indonesia
sehingga kebutuhan perekat menjadi sangat tinggi. Namun perekat kayu yang
digunakan untuk pembuatan produk panel kayu masih berbasis perekat
formaldehida dan isosianat, seperti Urea-Formaldehyde (UF), Phenol Formaldehyde (PF), Resorcinol-Formaldehyde (RF), Phenol-Resorcinol Formaldehyde (PRF), dan Melamine-Urea-Formaldehyde (MUF) yang
menghasilkan emisi formaldehida sehingga berefek buruk bagi kesehatan manusia.
Penggunaan perekat bebas formaldehida berbasis bahan alam merupakan salah satu
cara untuk mencapai keberlanjutan dalam pembuatan kayu lapis yang ramah
lingkungan. Penelitian dan aplikasi perekat berbasis bahan alam seperti tanin telah
dicoba di beberapa negara. Struktur fenolik tanin memungkinkan penggunaannya
sebagai perekat dan sebagai pengganti fenol secara sebagian atau keseluruhan pada
perekat PF. Salah satu sumber tanin yang melimpah ialah kulit kayu mangium
(Acacia mangium Willd.). Mangium merupakan salah satu jenis pohon yang
digunakan sebagai bahan baku industri pulp dan kertas. Produksi kayu bulat di
Indonesia pada tahun 2021 sebesar 55,55 juta m3
dan sekitar 31,17 juta m3
diantaranya adalah kayu mangium. Kulit kayunya sekitar ±10% pada tiap log dan
hanya digunakan sebagai bahan bakar boiler. Padahal, kulit kayu mangium
mengandung tanin yang tinggi. Mengingat semakin pesatnya perkembangan
produk kayu lapis, kebutuhan perekat kempa dingin berkembang dengan cepat.
Perekat kempa dingin yang umum digunakan adalah perekat berbasis formaldehida
seperti RF, PRF, MUF, dan perekat berbasis isosianat seperti poliuretan (PU).
Namun, PU bersifat karsinogenik. Pengembangan perekat kempa dingin yang bebas
isosianat dan formaldehida merupakan sesuatu hal yang sangat diharapkan.
Alternatif lain sebagai pengganti formaldehida dalam produksi perekat kayu adalah
heksametilenatetramina atau heksamin. Ikatan tanin dengan heksamin dapat
ditingkatkan dengan menggunakan poli(vinil) alkohol (PVOH) karena
mengandung gugus hidroksil. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah
mengkarakterisasi perekat kempa dingin pada berbagai nisbah formulasi PVOH
(P)/ tanin (T) / heksamin(H) sebagai perekat kayu lapis dan mengkarakterisasi kayu
lapis yang dibuat dari perekat kempa dingin pada berbagai rasio formulasi P/T/H
dan waktu kempa.
Penelitian ini menggunakan ekstrak tanin kental dari kulit kayu mangium
yang diperoleh dengan metode ekstraksi maserasi. Ekstraksi dilakukan dengan
merendam serbuk kulit kayu mangium berukuran 40-60 mesh ke dalam gelas kaca
dan dipanaskan pada suhu 60 ℃ selama 3 jam dan direndam selama 24 jam pada
suhu ruang. PVOH 15% disiapkan dengan mengaduk pada suhu 90℃ sedangkan
heksamin 15% hanya diaduk pada suhu ruang hingga homogen. Rasio formulasi
yang digunakan yaitu F1 (PVOH/Tanin/Heksamin 50/40/10) dan F2
(PVOH/Tanin/Heksamin 50/30/20). Formulasi perekat dilakukan dengan
mencampurkan seluruh bahan pada suhu konstan 60 ℃. Formulasi perekat diawali
dengan menyiapkan PVOH dalam gelas kaca dan dipanaskan, lalu ditambahkan
NaCl 20% sampai pH menjadi 10. Kemudian ditambahkan tanin dan dilakukan
pengadukan dengan kecepatan 300 rpm hingga homogen sekitar 15 menit. Setelah
homogen kemudian ditambahkan heksamin dan diaduk hingga homogen.
Karakterisasi ekstrak meliputi uji kadar padatan dan rendemen. Karakterisasi
perekat meliputi uji kadar padatan, pH, masa simpan, sifat reologi, analisis gugus
fungsi, dan DMA. Pembuatan kayu lapis dilakukan dengan menggunakan vinir
kayu karet berukuran 300 mm x 300 mm x 2 mm dan disusun sebanyak 3 lapis.
Perekat dilaburkan pada permukaan vinir dengan berat labur 180 g.m-2 metode
double spread dan disusun secara tegak lurus. Kayu lapis kemudian dikempa
dengan kondisi berbeda. Kondisi kempa pertama yaitu : waktu kempa 3, 6, 12, dan
24 jam , suhu kempa 27±2 ℃ dan tekanan 10 Kg.cm-2
. Kondisi kempa kedua yaitu :
waktu kempa 3 jam, suhu kempa 60±2 ℃ dan tekanan 10 Kg.cm-2
. Kayu lapis
kontrol juga dibuat dengan kondisi : waktu kempa 3 jam , suhu kempa 27±2 ℃ dan
tekanan 10 Kg.cm-2 menggunakan perekat komersial poliuretan. Kayu lapis
kemudian di kondisikan pada suhu ruang sebelum karakterisasi. Karakterisasi kayu
lapis meliputi sifat fisis (kadar air, kerapatan, dan delaminasi) dan sifat mekanis
(keteguhan lentur, keteguhan patah, keteguhan rekat, dan kerusakan kayu).
Penelitian ini dihasilkan perekat kempa dingin berbasis tanin, polivinil
alkohol (PVOH), dan heksamin. Sifat fisis dan mekanis kayu lapis ditentukan
berdasarkan rasio konsentrasi PVOH-tanin-heksamin (F1 : 50/40/10) dan F2 :
50/30/20), waktu kempa dingin (3, 6, 12, 24), dan peningkatan suhu 60 ℃ dengan
waktu kempa dingin 3 jam. Peningkatan kadar tanin dan heksamin menunjukkan
sedikit peningkatan sifat reologi akibat meningkatnya kadar padatan. Parameter
fisis dan mekanis formulasi perekat F1 lebih baik dibandingkan F2. Namun, dengan
peningkatan suhu kempa menjadi 60 ℃ menghasilkan sifat fisis dan mekanis yang
lebih baik jika dibandingkan suhu ruang. Ikatan silang antara tanin-PVOH dan
heksamin ditunjukkan dari hasil spektroskopi FTIR. Hasil DMA menunjukkan F1
memiliki waktu pengerasan yang lebih cepat, dengan peningkatan kualitas fisis dan
mekanis kayu lapis. Peningkatan suhu dan waktu kempa dapat meningkatkan
karakteristik kayu lapis. Analisis statistik menunjukkan F2 dengan waktu kempa 24
jam dan F1 dengan suhu 60 ℃ dapat dihasilkan kayu lapis yang sebanding dengan
perekat poliuretan | id |