Show simple item record

dc.contributor.advisorSyarief, Hidayat
dc.contributor.advisorSulaeman, Ahmad
dc.contributor.advisorWinugroho, M
dc.contributor.authorAmir, Mellova
dc.date.accessioned2023-05-12T07:26:55Z
dc.date.available2023-05-12T07:26:55Z
dc.date.issued2012
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/117528
dc.description.abstractDaging merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibutuhkan tubuh manusia untuk pertumbuhan dan kesehatan, sehingga mempunyai peran cukup besar dalam konteks ketahanan pangan. Daging disamping sebagai sumber protein, juga mengandung asam lemak jenuh (SFA), asam lemak tidak jenuh (UFA), Conjugated Linoleic Acids (CLA), vitamin, mineral (Fe, Zn, Se) yang diperlukan untuk mendapatkan kebutuhan zat gizi. Peningkatan konsumsi daging perlu diikuti dengan peningkatan kualitas yang ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu keamanan, kualitas gizi dan palatability (Montgomery & Leheska 2008), namun dalam pemeriksaan kualitas daging biasanya ditentukan oleh parameter penampilan, rasa, keempukan, dan aroma (Lawrie & Ledward 2006). Kualitas daging dapat dipengaruhi antara lain oleh faktor spesies, ras (breed), jenis kelamin, umur, status nutrisi (Lawrie 1998) dan metode pemasakan untuk daging yang dimasak atau diolah. Penelitian kualitas daging sapi perlu dilakukan terutama daging yang biasa dikonsumsi masyarakat, baik sapi lokal maupun sapi impor. Selama ini belum banyak ditelitit tentang kualitas daging sapi lokal termasuk daging kerbau ditinjau dari aspek gizi, keamanan dan rasa. Sapi lokal Indonesia diantaranya adalah sapi bali, sapi madura, sapi aceh, galekan, sapi Peranakan Ongole (PO) dengan variasi kombinasi spesies (Kusdiantoro et al. 2009). Selain sapi, kerbau (Bubalus bubalis) merupakan hewan ternak yang biasa dikonsumsi di beberapa daerah. Sapi dan kerbau umumnya dipelihara secara sederhana dan tradisional oleh masyarakat Indonesia dengan mengandalkan pakan hijauan rumput dari tegalan, pematang dan lapangan/lahan kosong. Dalam upaya pemanfaatan limbah industri pertanian, sapi diberi pakan wet distiller’s grains plus soluble (WDGS). WDGS adalah salah satu pakan yang diperoleh dari jagung, merupakan produk samping dari industri etanol dengan metode fermentasi. WDGS mengandung energi, protein, dan fosfor yang tinggi, yakni tiga kali lipat lebih tinggi konsentrasinya dibandingkan dengan jagung non-fermentasi (Lardy 2007, Erickson et al. 2007). Pemanasan pada proses pemasakan daging selain memberikan rasa lezat, empuk, aman juga dapat menyebabkan kehilangan zat gizi. Metode pemasakan daging adalah hal yang sangat penting untuk mendapatkan rasa yang lezat dan keamanan produk (Tornberg 2005). Metode masak juga merupakan faktor yang berkontribusi terhadap bervariasinya kandungan zat gizi diantaranya adalah vitamin dan asam lemak pada daging masak. Kehilangan zat gizi ini dapat bervariasi tergantung dengan temperatur, waktu dan metode pemasakan (Bender & Zia 1976). ...dstid
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.titlePengaruh metode pemasakan terhadap kandungan vitamin dan profil asam lemak pada daging sapi lokal, sapi impor dan kerbauid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordvitamin B1id
dc.subject.keywordvitamin B6id
dc.subject.keywordvitamin Eid
dc.subject.keywordasam lemakid
dc.subject.keywordretensiid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record