Dampak Kebijakan Produksi dan Perdagangan Sapi terhadap Produksi dan Kesejahteraan Petani di Provinsi Nusa Tenggara Timur
View/ Open
Date
2013Author
Lole, Ulrikus Romsen
Hartoyo, Sri
Kuntjoro
Rusastra, I Wayan
Metadata
Show full item recordAbstract
Propinsi NTT adalah salah satu sentra produksi sapi, namun menghadapi
beberapa kendala produksi, baik peningkatan populasi maupun produktivitasnya,
yang berakibat melemahnya daya saing wilayah. Tujuan penelitian: 1) Menganalisis
pengaruh perubahan jumlah dan harga faktor-faktor terhadap perilaku populasi,
produksi, penawaran, permintaan, dan harga ternak sapi di NTT; dan 2) Menganalisis
dampak simulasi kebijakan produksi dan kuota ekspor terhadap tingkat populasi,
produksi, penawaran sapi, serta perubahan kesejahteraan produsen dan konsumen di
NTT. Metode: Survai dilakukan atas data time-series antara tahun 1980-2011. Data
dianalisis menggunakan pendekatan ekonometrika dengan model persamaan simultan
serta menggunakan program SAS/ETS 9.1. Juga dilakukan simulasi kebijakan dan
perhitungan surplus produsen dan konsumen.
Kesimpulan: 1.a) Produksi anak sapi dipengaruhi populasi induk produktif,
produksi pakan, realisasi KUT, realisasi vaksin, realisasi IB, dan jumlah petani
ruminansia; b) Populasi sapi dipengaruhi populasi induk produktif, produksi anak
sapi, dan penawaran sapi; c) penawaran (ekspor) sapi dipengaruhi populasi dan harga
sapi. Harga sapi di Jakarta kurang berpengaruh karena adanya kuota sebesar 10.0
persen dari populasi; d) Harga sapi dipengaruhi penawaran sapi di NTT dan Jakarta,
bunga KUT, dan biaya produksi; 2.a) Kebijakan investasi ternak sapi, berpengaruh
terhadap populasi ternak; b) Kebijakan bibit berpengaruh terhadap pengurangan
pemotongan induk produktif; c) Kebijakan dukungan teknologi berpengaruh terhadap
angka bersih kebuntingan (NCC) melalui IB dan meningkatkan angka kesehatan
ternak sapi; d) Kebijakan terpadu berbasis penghapusan kuota melalui kebijakan
bibit, teknologi, investasi, dan harga; berpengaruh terhadap produksi, populasi,
penawaran sapi, dan kesejahteraan petani; 3) Pembentukan harga keseimbangan
ternak sapi di NTT masih rendah, walaupun penawaran rendah dan permintaan sangat
tinggi. Analisis menunjukkan perubahan harga pada kebijakan kuota hapus lebih
besar daripada kebijakan kuota tetap dan kuota naik; 4) Terbentuknya segmentasi
pasar ke kantong konsumen baru (Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan daerah
lain) selama dua tahun terakhir dengan volume sangat besar, merupakan bukti aktual
yang argumentatif bahwa secara alamiah pasar ternak NTT telah menemukan jalan
keluar dari jebakan kebijakan kuota selama ini.