Show simple item record

dc.contributor.advisorKolopaking, Lala M
dc.contributor.advisorKinseng, Rilus A
dc.contributor.advisorSaharuddin
dc.contributor.advisorWasistiono, Sadu
dc.contributor.authorMahmuddin
dc.date.accessioned2023-05-09T06:54:06Z
dc.date.available2023-05-09T06:54:06Z
dc.date.issued2014
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/117397
dc.description.abstractSeiring resesi ekonomi di akhir tahun 1997 sedikit demi sedikit penyelenggaraan kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan bahkan politik mulai mengalami perubahan cara pandang. Salah satu perubahan tersebut manakala kelembagaan adat mulai dilirik kembali keberadaannya. Melalui payung hukum UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang menggantikan UU sebelumnya No. 5 tahun 1974, mulai dihidupkan kembali penyelenggaraan pemerintahan di tingkat lokal berdasarkan nilai-nilai adat yang telah ada dalam masyarakat. Tidak berhenti di sini saja, beberapa tahun kemudian dengan disahkannya UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah membawah reorientasi (nilai) perubahan cukup besar bagi proses demokrasi pembangunan di Indonesia, yang sebenarnya sudah pernah terintegrasikan dalam UU No. 22 tahun 1999. Dengan adanya UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) membuka peluang program kembali ke gampong. Hal ini dtindaklanjuti dengan terbitnya Qanun No. 4/2003 tentang mukim, dan Qanun No. 5/2003 tentang pemerintahan gampong. Revitalisasi gampong dan mukim ini menjadi semangat untuk mengembalikan identitas Aceh. Terlebih lagi dengan adanya Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA) No. 11 tahun 2006, membuka peluang untuk kembalinya nilai-nilai adat dan agama di Aceh yang sebelumnya pudar. Berbagai terobosan menindaklajuti babakan baru pembangunan politik terus dilakukan. Bentuknya tidak hanya menyentuh aspek politik semata, tetapi juga pembangunan ekonomi masyarakat menjadi prioritas utama. Salah satu wujud konkrit yang dikembangkan pemerintah daerah adalah dengan mengembangkan program kembali ke gampong. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif tanpa mengabaikan data kuantitatif untuk menganalisis mengapa dan bagaimana dinamika program kembali ke gampong di tengah masyarakat yang berubah. Penelitian dipusatkan di Gampong Lamteuba Kecamatan Seulimeum (daerah hulu) dan Gampong Mon Ikeun (daerah hilir) Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Sasaran penelitian ini para aktor yang terlibat dalam struktur pemerintahan gampong secara menyeluruh, tokoh masyarakat, MAA kecamatan, pihak kecamatan, pemda, serta masyarakat setempat. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumentasi. Hasil studi menunjukkan desentralisasi dan otonomi gampong yang diinginkan ternyata masih belum maksimal dan bahkan terlihat lemah, bilamana para perangkat gampong yang berkerja lebih didasarkan atas tugas-tugas administratif karena mendapatkan honor setiap bulannya dari pemerintahan kabupaten. Konsekuensi ini tentunya secara tidak langsung mempertahankan sistem birokratisasi yang sudah pernah berjalan begitu lamanya dan sekaligus posisi gampong dalam kondisi seperti ini bisa berada dalam subordinat mukim dan kecamatan. Artinya, program-program..dstid
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.titleGampong di Tengah Masyarakat yang Berubah (Studi Program Kembali Ke Gampong di Kabupaten Aceh Besar)id
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordInstitudi Gampong, Program Kembali Ke Gampong, Revitalisasiid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record