Pengelolaan Hutan Kota Berdasarkan Tipologi dan Nilai Ekonomi Hutan Kota di DKI Jakarta
Date
2023Author
Wibowo, Rahma Yunita Kartika Sari
Hermawan, Rachmad
Bahruni
Metadata
Show full item recordAbstract
Upaya untuk mengatasi ketidaknyamanan lingkungan salah satunya adalah pengembangan hutan kota berdasarkan tipologinya. Namun, keberadaan dan manfaat hutan kota belum banyak disadari oleh masyarakat dan pemangku kepentingan. Hal ini disebabkan oleh nilai ekonomi hutan kota masih dianggap lebih rendah dibanding penggunaan ruang lain. Nilai ekonomi hutan kota tidak nyata karena nilai tersebut berupa nilai terhadap jasa lingkungan yang diberikan oleh hutan kota. Sejalan dengan hal tersebut, dalam rangka mempertahankan lingkungan yang nyaman khususnya iklim mikro bagi masyarakat Kota Jakarta, maka penelitian mengenai rekomendasi pengelolaan dan nilai ekonomi hutan kota di Jakarta perlu dilakukan agar bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pembangunan kota. Perbaikan lingkungan tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah atau pihak-pihak tertentu saja, melainkan tanggungjawab bersama sehingga peran dan dukungan masyarakat sangat dibutuhkan. Oleh sebab itu dalam rangka meningkatkan pengelolaan dan pengembangan hutan kota diperlukan juga informasi terkait persepsi dan manfaat yang dirasakan masyarakat atas keberadaan hutan kota di Jakarta sehingga dapat disusun rancangan pengelolaan yang berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan 1) Menganalisis persepsi pengunjung terhadap kualitas estetika dan manfaat keberadaan hutan kota, 2) Menganalisis nilai ekonomi hutan kota berdasar Willingness to Pay pengunjung terhadap manfaat hutan kota, dan 3) Merumuskan arahan pengelolaan hutan kota yang berkelanjutan.
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2021 sampai dengan Maret 2022. Lokasi penelitian yaitu tiga hutan kota yang berada di wilayah DKI Jakarta. Pemilihan hutan kota ditentukan secara sengaja (purposive sampling) dengan mempertimbangan tipologi hutan kota. Penelitian ini awalnya membagi tipologi hanya berdasar lokasi hutan kota, yaitu hutan kota yang berlokasi di pusat kota dan hutan kota yang berlokasi di pinggir kota. Namun seiring berjalannya penelitian, ditemukan ragam pada hutan kota yang menjadi objek dalam penelitian ini. Hutan kota yang menjadi lokasi penelitian yaitu Hutan Kota Srengseng (Jakarta Barat), Hutan Kota Munjul (Jakarta Timur), dan Hutan Kota Gelora Bung Karno (Jakarta Pusat). Jenis data yang digunakan dalam penelitian merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan pengukuran secara langsung oleh peneliti di lokasi penelitian, sedangkan data sekunder diperoleh melalui kajian pustaka. Tujuan pertama dijawab dengan mengumpulkan data berupa iklim mikro dan kenyamanan udara (Thermal Humidity Index), kualitas estetika (Scenic Beauty Estimation), persepsi dan motivasi pengunjung (kuesioner). Tujuan ke dua dijawab dengan mengumpulkan data berupa kesediaan membayar pengunjung serta faktor yang memengaruhi besarnya nilai kesediaan membayar. Perumusan arahan pengelolaan (tujuan ke tiga) dilakukan melalui Analytical Hierarchy Process (AHP).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas estetika hutan kota di DKI Jakarta berdasarkan persepsi pengunjung bernilai sedang sampai tinggi, terdapat 16
objek bernilai tinggi dan 5 objek bernilai sedang yang tersebar pada tiga hutan kota di DKI Jakarta. Rata-rata nilai SBE seluruh objek adalah 73,60. Rata-rata SBE hutan kota dari tertinggi hingga terendah secara berturut-turut yaitu Hutan Kota GBK (197,18); Hutan Kota Srengseng (102,69); dan Hutan Kota Munjul (86,51). Hutan kota terbukti memberikan manfaat dalam menurunkan suhu lingkungan di sekitar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu di luar hutan kota bernilai lebih tinggi dibanding di dalam hutan kota. Namun, hasil analisis menunjukan bahwa ketiga hutan kota baik di dalam hutan kota, di tepi hutan kota maupun di luar hutan kota memiliki nilai THI yang termasuk dalam kategori tidak nyaman. Secara umum pengunjung menyadari dan berpendapat positif baik terhadap manfaat langsung maupun tidak langsung dari hutan kota. Namun manfaat langsung atas keberadaan Hutan Kota GBK masih dianggap biasa saja atau belum terlalu dirasakan oleh pengunjung, sedangkan pada kedua hutan kota lainnya, yaitu Hutan Kota Srengseng dan Hutan Kota Munjul pengunjung merasakan manfaat langsung dan tidak langsung dari keberadaan hutan kota.
Hutan Kota GBK memiliki nilai ekonomi terbesar yaitu sebesar Rp. 2.665.651.200/tahun, disusul Hutan Kota Srengseng sebesar Rp. 360.000.000/tahun dan Hutan Kota Munjul sebesar Rp. 11.856.000/tahun. Berdasarkan model regresi linear berganda, besarnya nilai WTP pengunjung pada Hutan Kota GBK dan Hutan Kota Srengseng dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, pendidikan, dan penghasilan, sedangkan pada Hutan Kota Munjul variabel bebas yang memengaruhi besarnya WTP pengunjung adalah jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan, dan penghasilan. Hasil penyusunan rekomendasi pengelolaan hutan kota berkelanjutan untuk Hutan Kota Srengseng menunjukkan bahwa prioritas utama pada level kriteria adalah perawatan sumberdaya alam dan ekosistem (0,541), sedangkan pada level alternatif adalah pelestarian flora dan fauna (0,258). Penyusunan rekomendasi pengelolaan Hutan Kota Munjul berkelanjutan menghasilkan bahwa prioritas utama pada level kriteria adalah pengembangan daya tarik wisata (0,420), sedangkan pada level alternatif adalah monitoring dan perbaikan sarana prasarana penunjang wisata (0,210). Rekomendasi pengelolaan untuk Hutan Kota Gelora Bung Karno adalah melakukan penanaman dengan jenis yang cepat tumbuh (fast growing species) dan memiliki fungsi sebagai tanaman peneduh.
Collections
- MT - Forestry [1375]