Show simple item record

dc.contributor.advisorSolihin, Dedy Duryadi
dc.contributor.advisorSumantri, Cece
dc.contributor.advisorPurwantara, Bambang
dc.contributor.authorSamad, Abdul
dc.date.accessioned2023-01-24T07:22:43Z
dc.date.available2023-01-24T07:22:43Z
dc.date.issued2023-01
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/116255
dc.description.abstractSulawesi merupakan pulau terbesar di hotspot keanekaragaman hayati Wallacea yang dihuni oleh beragam fauna endemik namun kelimpahan populasinya banyak berkurang. Proses pembentukan pulau ini rumit dan kompleks karena melalui berbagai peristiwa geologi sehingga diyakini proses ini berperan pada hadirnya fauna yang tidak dijumpai dibelahan dunia manapun. Sulawesi dibentuk dari berbagai terran (kerak benua) yang datang dari berbagai arah lalu kemudian terjadi tubrukan. Salah satu kekayaan hayati Pulau Sulawesi yang menarik untuk diteliti terkait eksistensi dan asal-usulnya di pulau ini yaitu burung Maleo Senkawor (Macrocephalon maleo). Saat ini, data molekuler berbagai taksa yang ada di Sulawesi telah tersedia. Namun khususnya pada spesies M. maleo, data molekulernya yang membahas tentang perkiraan waktu divergensi dan dikombinasikan dengan peristiwa geologi untuk mengungkap kehadiran awalnya di Sulawesi belum pernah dilakukan. Kehadiran M. maleo di Sulawesi diduga terikat langsung dengan leluhur Megapoda yang ada di Australia. Burung M. maleo memiliki sebaran geografis yang luas di Sulawesi, diantaranya Sulawesi Utara, Tengah, dan Tenggara. Sebaran individu pada interpopulasi ini diduga dapat menjadi penghambat dalam aliran gen (gen flow) yang diakibatkan adanya penghalang fisik maupun perbedaan kondisi habitat. Selain itu, ketiga wilayah ini merupakan daerah endemisitas di Sulawesi. Akibatnya diduga telah terjadi adaptasi lokal yang berperan pada munculnya keragaman populasi M. maleo pada masing-masing daerah sebaran geografik di Sulawesi. Keberadaan spesies M. maleo mengkhawatirkan karena telah mengalami penurunan populasi yang tajam sebagai akibat dari aktivitas eksploitasi telur yang berlebihan dan juga hilangnya konektivitas antara hutan dan lokasi sarang. Ancaman yang dihadapi spesies ini tentunya dapat berpengaruh pada menurunnya ukuran populasi dan berpotensi mengancam keberlangsungan hidup spesies ini dimasa mendatang. Fenomena kelompok populasi yang kecil dapat memicu terjadinya perkawinan kerabat yang dekat (inbreeding) sehingga berdampak pada keragaman genetik yang ditandai dengan menurunnya keragaman nukleotida dan haplotipe. Upaya perlindungan M. maleo yang dilakukan saat ini yaitu melalui program fasilitas penetasan semi alami. Dalam program tersebut, selain memahami keragaman genetik, identifikasi terhadap jenis kelamin juga penting untuk dilakukan guna menjaga keseimbangan rasio jenis kelamin. Rasio jenis kelamin memainkan peranan penting dan mempengaruhi peran seks dan sistem perkembangbiakan. Selain itu juga, rasio jenis kelamin yang tidak seimbang pada populasi kecil dapat menghasilkan penurunan yang mengarah pada kepunahan spesies tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan: (1) mengungkap identitas molekuler burung maleo senkawor (M. maleo) berdasarkan v DNA mitokondria (mtDNA) dengan gen penanda Cytocrhome Oxidase I (COI), (2) mengetahui hubungan filogenetik pada masing-masing populasi dengan sebaran geografik yang luas melalui marka gen Cytochrome-b (Cyt-b), (3) mengungkap hubungan interpopulasi dan asal-usul populasi menggunakan marka penanda daerah D-Loop (control region), (4) determinasi sex secara akurat menggunakan metode molekuler sexing melalui gen Chromo Helicase DNA-Binding (CHD). Tahapan analisis genetik terlebih dahulu dilakukan melalui isolasi DNA total dari bulu dan cangkang telur M. maleo menggunakan kit Dneasy® Blood and Tissue dan diamplifikasi dengan menggunakan primer spesifik gen parsial COI, Cyt-b, dan D-loop/control region. Jarak genetik ditentukan berdasarkan Kimura 2- parameter dan P-distance. Konstruksi pohon filogenetik dibentuk berdasarkan Neighbor-Joining dan UPGMA menggunakan program MEGA 11. Verifikasi spesies menggunakan BLAST-n di situs NCBI. Hasil analisis menggunakan marka gen COI didapatkan 4 situs single nucleotide polymorphism (SNP). Pada situs ke-28 merupakan situs spesifik yang hanya dimiliki oleh populasi asal Sulawesi Utara. Hasil translasi 796 bp sekuen nukleotida COI, dihasilkan 263 situs asam amino (AA). Jarak genetik berdasarkan sekuen nukleotida gen COI yang dihasilkan pada tiga (3) populasi (Sulawesi Utara, Tengah, dan Tenggara) yaitu 0,000 (0,0%) – 0,001 (0,1%), dan jarak genetik berdasarkan asam amino (AA) yaitu 0,000 (0,0%) – 0,004 (0,4%). Hasil analisis Median Joining Network diketahui bahwa Populasi asal Sulawesi Utara telah membentuk haplotipe tersendiri (haplotipe-2) dan populasi asal Sulawesi Tengah dan Tenggara membentuk haplotipe yang sama (haplotipe-3). Pada marka genetik gen Cyt-b didapatkan hasil bahwa terdapat lima (5) situs single nucleotida polymorphism (SNP) dan 3 situs diantaranya menunjukkan spesifik lokasi yaitu pada situs ke 678 (Sulawesi Tengah), 890 dan 891 (Sulawesi Utara). Hasil analisis berdasarkan Median Joining Network diketahui bahwa pada seluruh populasi, masing-masing telah memiliki haplotipe tersendiri. Hasil translasi 903 bp sekuen nukleotida gen Cyt-b didapatkan 301 situs AA. Jarak genetik berdasarkan sekuen nukleotida gen Cyt-b pada tiga (3) populasi (Sulawesi Utara, Tengah, dan Tenggara) yaitu 0,002 (0,2%) – 0,003 (0,3%). Sedangkan jarak genetik M. maleo dibandingkan dengan spesies A. lathami (outgroup) yaitu 0,144 (14,4%) – 0,146 (14,6%). Jarak genetik berdasarkan AA pada 3 wilayah populasi penelitian memiliki nilai yaitu 0,003 (0,3%) 0,007 (0,7%). Sementara jarak genetik antara M. maleo dengan spesies A. lathami (outgroup) yaitu 0,051 (5,1%) – 0,058 (5,8%). Hasil analisis menggunakan marka daerah D-Loop/control region didapatkan sembilan (9) situs single nucleotide polymorphism (SNP). Keragaman nukleotida berdasarkan interpopulasi diperoleh nilai sebesar 0,00501 (0,501%) dan keragaman haplotipenya yaitu 0,74265 (74,265%). Sedangkan keragaman nukleotida dan haplotipenya berdasarkan intrapopulasi yaitu 0,000 (0,0%) atau sama. Jarak genetik berdasarkan interpopulasi dipisahkan dengan nilai jarak genetik antara 0,3%-0,6%. Sedangkan jarak genetik spesies M. maleo dengan spesies outgroups yaitu 12,6%– 13,9%. Hasil analisis data genetik yang dikombinasikan dengan runutan peristiwa geologi pembentukan Pulau Sulawesi, diketahui bahwa Pulau Buton atau lengan tenggara sulawesi (Sulawesi Tenggara) diduga menjadi pusat asal-usul penyebaran M. maleo di Sulawesi. Identifikasi jenis kelamin dilakukan menggunakan teknik molekuler sexing dengan memanfaatkan primer universal yaitu 2550F/2718R. Primer ini mampu vi mengamplifikasi gen CHDZ/W pada M. maleo. Sehingga diperoleh ukuran sekuen gen CHDZ yaitu 586 bp dan gen CHDW yaitu 436 bp. Hasil identifikasi jenis kelamin pada seluruh populasi diketahui bahwa individu jantan terlihat lebih dominan dengan rasio (4,25:1) dengan sebaran perjenis kelamin terdiri atas 11 individu jantan pada populasi Sulawesi Utara, 2 individu jantan dan 1 individu betina pada populasi asal Sulawesi Tengah, sementara pada populasi asal Sulawesi Tenggara ada 4 individu jantan dan 3 individu betina.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subjectBogor Agricultural University (IPB)
dc.titleProfiling Genetik Burung Maleo Senkawor (Macrocephalon maleo Sa. Muller 1846) Menggunakan Marka DNA Mitokondria dan Identifikasi Jenis Kelaminnya Berdasarkan Molekular Sexingid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordDeterminationid
dc.subject.keywordGeneticsid
dc.subject.keywordMacrocephalon maleoid
dc.subject.keywordMitochondriaid
dc.subject.keywordSexingid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record