Desain Model Penanganan Stunting pada Balita di Indonesia
Date
2023-01-24Author
Lukman, Try Nur
Anwar, Faisal
Riyadi, Hadi
Hardjomidjojo, Hartrisari
Martianto, Drajat
Metadata
Show full item recordAbstract
Saat ini dunia diperhadapkan oleh salah satu masalah gizi kronis yang dikenal dengan istilah stunting. Khususnya negara berkembang yang diantaranya adalah Indonesia merupakan negara dengan tingkat prevalensi stunting balita yang tinggi. Prevalensi balita stunting saat ini berdasarkan data survei status gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 prevalensi stunting sebesar 24,4% yang berarti jika terdapat 100 balita terdapat kurang lebih 24 anak masuk dalam kategori stunting. Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang di tandai dengan panjang badan atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan (Perpres no. 72 tahun 2021). Stunting merupakan salah satu prioritas utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk mewujudkan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif serta mewujudkan pembangunan berkelanjutan dibutuhkan adanya percepatan penurunan stunting di Indonesia. Penurunan kasus stunting di Indonesia tidak signifikan. Jika dilihat dari tahun 2007 sampai tahun 2018, prevalensi kasus stunting turun hanya mencapai 6% dalam 11 tahun terakhir. Selain itu, dapat dilihat bahwa persen prevalensi stunting juga cenderung fluktuatif dimana terjadi penurunan di tahun 2010, dan kembali naik pada tahun 2013, dan turun kembali pada tahun 2018. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan 30,8% atau sekitar 7 juta balita menderita stunting. Walaupun prevalensi stunting menurun dari angka 37,2% pada tahun 2013, namun angka stunting tetap tinggi dan masih ada 2 (dua) provinsi dengan prevalensi di atas 40% yaitu Sulawesi Barat dan Nusa Tenggara Timur (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI 2010; Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI 2013; Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI 2018). Pemerintah Indonesia perlu upaya ekstra dalam penurunan kejadian stunting karena masih jauh dari target penurunan stunting yang diharapkan pada RPJMN (2020-2024) yaitu sebesar 14% (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas 2019). Konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang dari stunting adalah peningkatan morbiditas dan mortalitas, perkembangan yang buruk pada anak dan kapasitas belajar yang menurun, peningkatan risiko infeksi dan penyakit tidak menular, peningkatan kerentanan untuk menumpuk lemak sebagian besar di wilayah tengah tubuh, lebih rendah oksidasi lemak, pengeluaran energi yang lebih rendah, resistensi insulin dan risiko lebih tinggi terkena diabetes, hipertensi, dislipidemia, penurunan kapasitas kerja dan hasil reproduksi ibu yang tidak menguntungkan di masa dewasa. Selanjutnya, anak stunting yang mengalami kenaikan berat badan yang cepat setelah 2 tahun memiliki peningkatan risiko menjadi kelebihan berat badan atau obesitas di kemudian hari (Black et al. 2008; Dewey dan Begum, 2011). Multisektoral intervensi diperlukan dalam percepatan penurunan stunting Indonesia yang meliputi intervensi sensitif maupun intervensi spesifik. Pada era digitalisasi diperlukan instrumen yang cepat dan tepat untuk membantu pemangku kebijakan dalam pengambil langkah intervensi terbaik yang efisien berdasarkan ketersediaan anggaran Disertasi ini terdiri dari tiga bagian. dst
Collections
- DT - Human Ecology [537]