Show simple item record

dc.contributor.advisorZuhud, Ervizal A.M.
dc.contributor.advisorWidyatmoko, Didik
dc.contributor.advisorBahruni
dc.contributor.authorHidayat, Syamsul
dc.date.accessioned2023-01-09T06:50:05Z
dc.date.available2023-01-09T06:50:05Z
dc.date.issued2022
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/115920
dc.description.abstractKebun Raya Bogor (KRB) adalah salah satu lembaga yang kegiatannya antara lain bertujuan menekan laju kepunahan spesies tumbuhan. Namun demikian, keberlangsungan hidup tumbuhan yang ada di KRB dipengaruhi oleh sikap dan perilaku pengunjung terhadap keberadaan tumbuhan tersebut serta persepsi dan pemahaman pemerintah terhadap pentingnya keberadaan tumbuhan di kebun raya. Partisipasi masyarakat secara kolektif sangat diperlukan untuk melestarikan koleksi tumbuhan KRB seperti halnya terjadi pada Kelapa Sawit. Kelapa Sawit pada awalnya bukan tumbuhan bernilai ekonomi, namun setelah dilakukan penanaman dan pengembangan oleh KRB hampir dua abad yang lalu, saat ini telah memiliki peran ekonomi sangat penting bagi Indonesia dan bahkan dunia. Hal ini terjadi karena partisipasi yang kuat antara pemerintah, peneliti, pengusaha, dan masyarakat pada umumnya. Salah satu faktor yang dapat memperbaiki persepsi pemerintah dan masyarakat umum adalah pemahaman terkait dengan nilai tumbuhan. Tindakan yang dapat memperbaiki pola pikir publik agar bersikap menghargai tumbuhan yang ada di KRB perlu segera dilakukan. Salah satu cara strategis yaitu dengan memberikan informasi mengenai nilai konservasi tumbuhan tersebut. Total koleksi tumbuhan KRB tahun 2019 adalah 12.370 spesimen yang terdiri atas 3.555 spesies. Salah satu kelompok tumbuhan penting adalah tumbuhan obat. Koleksi KRB yang memiliki potensi sebagai tumbuhan obat terdiri atas 764 spesies, 100 spesies di antaranya menjadi bahan kajian penelitian ini. Apabila diasumsikan terdapat 6 spesimen per spesies maka di KRB saat ini terdapat 4.584 spesimen tumbuhan obat atau sekitar 37% dari total koleksi tumbuhan KRB. Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan nilai konservasi spesies tumbuhan obat yang ada di Kebun Raya Bogor baik secara moneter maupun non moneter. Kebaruan dari penelitian ini adalah metode atau pendekatan untuk menetapkan nilai konservasi tumbuhan koleksi di KRB dan seperangkat data nilai konservasi dari 100 pohon koleksi tumbuhan obat di KRB. Penelitian dilakukan melalui lima kegiatan utama. Pertama, dilakukan desk study terkait hasil penelitian terdahulu tentang etnobotani tumbuhan obat dan penelaahan dokumen KRB terkait biaya eksplorasi, pemeliharaan, dan perawatan koleksi. Kedua, kegiatan inventarisasi dilakukan melalui pengukuran diameter batang dan tinggi pohon spesies tumbuhan obat yang menjadi target penilaian. Ketiga, kegiatan survei dilakukan baik secara langsung ke toko herbal maupun secara digital ke toko-toko online nasional. Keempat, focus group discussion (FGD) dilakukan dengan melibatkan para peneliti yang telah berpengalaman dalam penentuan skoring status konservasi spesies. Kelima, kuesioner ditujukan kepada beberapa peneliti tumbuhan obat untuk memperoleh informasi yang diperlukan. Penetapan nilai konservasi diawali dengan menghitung nilai konservasi dalam konteks pelestarian dan pemanfaatan. Dalam konteks pelestarian didekati dengan nilai pengadaan dan nilai penting spesies. Tujuh spesies dengan nilai pengadaan tertinggi adalah Kleinhovia hospita, Pterocarpus indicus, Dimocarpus longan, Averrhoa bilimbi, Altingia excelsa, Parkia timoriana, dan Pterospermum javanicum. Nilai pengadaan menunjukkan tingkat upaya KRB dalam pelestarian spesies. Berdasarkan skor nilai penting spesies, diperoleh enam spesies yang memiliki skor paling tinggi yaitu Azadirachta indica, Cinnamomum burmanni, Cryptocarya massoy, Eusideroxylon Zwageri, Pterospermum javanicum, dan Santalum album. Nilai penting spesies bagi KRB menunjukkan tingkat kewaspadaan terhadap keberlangsungan hidup spesies tersebut di alam. Dalam konteks pemanfaatan, nilai konservasi didekati dengan nilai pasar simplisia/jamu dan nilai penting budaya. Ditinjau dari nilai pasar terdapat dua spesies bernilai sangat tinggi, yaitu Kleinhovia hospita dan Cananga odorata. Ditinjau dari nilai penting budaya terdapat tujuh spesies tumbuhan obat yang bernilai tinggi yaitu Alstonia scholaris, Moringa oleifera, Morinda citrifolia, Averrhoa bilimbi, Melaleuca leucadendra, Cocos nucifera, dan Areca catechu. Kedua pendekatan nilai konservasi dalam konteks pemanfaatan menunjukan hasil yang berbeda. Nilai pasar menunjukkan tingkat keinginan sebagian masyarakat untuk memanfaatkan tumbuhan tersebut secara komersial. Nilai penting budaya lebih menunjukkan keeratan tumbuhan tersebut dalam kehidupan masyarakat. Nilai konservasi moneter tumbuhan obat koleksi KRB merupakan jumlah dari nilai pengadaan yang merefleksikan nilai pelestarian (nilai non guna) dan nilai pasar simplisia (nilai guna) yang merefleksikan nilai pemanfaatan serta nilai bioprospeksi sebagai nilai pilihan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara moneter hanya terdapat empat spesies yang konsisten berada dalam posisi 20 tertinggi pada nilai pengadaan, nilai pasar, dan nilai konservasi moneter, yaitu Kleinhovia hospita, Dimocarpus longan, Santalum album, dan Gnetum gnemon. Berdasarkan 20 spesies posisi tertinggi nilai konservasi moneter, hanya terdapat tiga spesies yang sama dengan urutan 20 tertinggi yang direkomendasikan budidayanya, yaitu M. fragrans, C. burmanni, dan Brucea javanica. Dengan demikian tidak terlihat hubungan yang dekat antara spesies yang tinggi direkomendasikan budidayanya oleh para pakar dengan spesies yang memiliki nilai konservasi moneter tinggi. Nilai konservasi non moneter tumbuhan obat koleksi KRB merupakan penjumlahan skor dari nilai penting spesies (nilai non guna) dengan nilai penting budaya (nilai guna). Secara non-moneter terdapat tujuh spesies yang berada di posisi 20 tertinggi baik dari nilai penting spesies, nilai penting budaya maupun nilai konservasi non moneter, yaitu A. scholaris, A. catechu, A. indica, C. burmanni, M. leucadendra, P. Indicus, dan T. indica. Berdasarkan 20 spesies dengan nilai konservasi non moneter tertinggi, terdapat sembilan spesies yang sama berada di posisi 20 tertinggi dalam skor rekomendasi budidaya, yaitu A. scholaris, A. indica, A. catechu, A. bilimbi, C. burmanni, M. oleifera, M. citrifolia, M. fragrans, dan M. leucadendra. Rekomendasi budidaya lebih dekat dengan spesies yang memiliki keeratan budaya, delapan dari sembilan spesies tersebut adalah spesies yang memiliki posisi tertinggi di nilai penting budaya. Secara umum nilai konservasi moneter dan nilai konservasi non moneter tidak saling berhubungan, namun kedua nilai ini saling melengkapi dan lebih mengarah ke konteks pemanfaatan dibandingkan pelestarian. Dengan demikian kedua pendekatan nilai ini dapat dilakukan bersama-sama dalam menetapkan nilai konservasi spesies. Penetapan nilai konservasi spesies tumbuhan obat di KRB berperan sebagai instrumen pengingat bagi masyarakat maupun pemerintah bahwa spesies yang saat ini belum memiliki nilai tinggi secara komersial (moneter), dengan dukungan budaya (non moneter) yang kuat, suatu saat nanti bisa bernilai komersial dan memiliki nilai konservasi tinggi.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.titleNilai Konservasi Tumbuhan Obat di Kebun Raya Bogorid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordconservation valueid
dc.subject.keywordmonetaryid
dc.subject.keywordnon-monetaryid
dc.subject.keywordpreservationid
dc.subject.keywordutilizationid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record