Show simple item record

dc.contributor.advisorAbidin, Zaenal
dc.contributor.advisorKusmana, Cecep
dc.contributor.advisorNoor, Erliza
dc.contributor.authorFahmi, Achmad Gus
dc.date.accessioned2022-11-17T01:11:49Z
dc.date.available2022-11-17T01:11:49Z
dc.date.issued2022-08-25
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/115287
dc.description.abstractAir merupakan salah satu sumber daya alam yang penting dan sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia. Jumlahnya yang terbatas dan populasi manusia yang terus meningkat mengakibatkan sumber daya alam ini semakin menurun. Salah satu penyebab penurunan kualitas air adalah adanya zat pencemar bahan organik seperti residu antibiotik. Keberadaan residu antibiotik di perairan dapat menyebabkan kerusakan ekosistem dan bersifat racun bagi biota perairan. Selain itu, residu antibiotik yang masuk ke dalam tubuh manusia dapat memicu timbulnya penyakit lain seperti kanker dan diabetes melitus. Rumah sakit sebagai instansi pelayanan kesehatan dapat berpotensi sebagai sumber cemaran residu antibiotik. Pasien penerima terapi antibiotik hanya menyerap 30–90% dari jumlah kandungan antibiotik dalam obat. Sisanya akan diekskresikan kembali melalui urin dan feses dalam bentuk residu antibiotik. Hal ini menyebabkan akumulasi residu antibiotik pada instalasi pengolahan air limbah (IPAL) rumah sakit yang sebagian besar IPAL di Indonesia masih menggunakan sistem biologis. Berdasarkan penelitian sebelumnya, sistem IPAL tersebut belum efektif dalam mengurangi keberadaan residu antibiotik pada air limbah. Metode adsorpsi dan diikuti dengan proses oksidasi lanjutan dianggap sebagai metode yang paling efisien untuk menghilangkan residu antibiotik dalam air. Oleh sebab itu, diperlukan suatu inovasi adsorben dalam mengurangi residu antibiotik pada air limbah. Penelitian ini bertujuan memberikan alternatif adsorben yang mampu menyerap sekaligus dekomposisi residu antibiotik pada air limbah rumah sakit. Adapun tujuan antaranya (1) menganalisis pola penggunaan antibiotik pada pasien rawat inap di rumah sakit, (2) menganalisis kondisi eksisting IPAL dan menghitung risiko ekotoksikologi yang disebabkan oleh residu antibiotik yang dilepaskan, (3) mengembangkan komposit adsorben besi oksida/karbon aktif, dan (4) mengevaluasi kinerja adsorben pada model air limbah. Metode pengumpulan data dilakukan secara cross-sectional retrospektif studi dari rekam medis selama tahun 2020. Analisis pola penggunaan antibiotik dilakukan dengan menggunakan metode Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose (ATC/DDD) dan Drug Use (DU90%) untuk mengidentifikasi tingkat rasionalitas secara kuantitatif dan tingkat konsumsi per tahun. Kondisi eksisting IPAL diobservasi secara langsung dan dengan menggunakan metode Ecological Structure Activity Relationships Program (ECOSAR) dihitung risiko ekotoksikologi dari residu antibiotik yang dihasilkan. Metode pirolisis glasswool dan kopresipitasi digunakan untuk mensintesis karbon aktif dan komposit. Kemudian dengan menggunakan alat Fourier Transform Infrared/FTIR, X-Rays Diffraction/XRD, Scanning Electron Microscope/SEM, dan Particle Size Analyzer/PSA dilakukan karakterisasi komposit yang dihasilkan. Metode batch adsorpsi dan dekomposisi melalui reaksi Fenton-like dilakukan untuk mengevaluasi kinerja dari komposit terhadap model air limbah. Hasil analisis menunjukkan terdapat delapan jenis antibiotik dari total 27 jenis antibiotik yang masuk dalam segmen 90% penggunaan oleh pasien rawat inap di lokasi penelitian. Hasil ini mengindikasikan adanya ketidakrasionalan dalam penggunaan antibiotik berdasarkan metode ATC/DDD. Seftriakson merupakan jenis antibiotik tertinggi yang digunakan oleh semua golongan usia dengan total konsumsi sebesar 16,1 kg/tahun. Berdasarkan laju ekskresi seftriakson (67%) maka diprediksi terdapat 10,8 kg/tahun residu seftriakson terakumulasi pada IPAL rumah sakit di lokasi penelitian. Sistem IPAL rumah sakit dengan metode biofilter anaerob-aerob memiliki nilai efisiensi sebesar 10% dalam mengeliminasi residu antibiotik, sehingga diperkirakan konsentrasi seftriakson dalam air limbah sebesar 0,42 µg/l. Adapun konsentrasi maksimum seftriakson yang dapat menyebabkan ekotoksikologi bagi biota perairan adalah 0,331 µg/l. Berdasarkan data tersebut, maka keberadaan residu antibiotik pada air limbah rumah sakit memiliki tingkat ekotoksikologi yang cukup tinggi. Pembuatan komposit adsorben besi oksida/karbon aktif menggunakan metode kopresipitasi dilakukan selama 30 hari. Variasi pembuatan komposit dengan penambahan karbon aktif pada hari ke-0, 1, 3, 7, 14, dan 21 selama proses agitasi. Komposit hari ke-1 karena memiliki tingkat kestabilan yang tinggi dalam air dan komposit tergabung secara sempurna dibandingkan komposit lainnya. Adapun karakteristik komposit tersebut adalah nilai pH netral (pH=7,10), kadar air 6,94%, kadar abu 8,10%, dan luas permukaan sebesar 605 m2/g. Komposit memiliki perbandingan komposisi 3:1 antara karbon aktif dan besi oksida. Kapasitas adsorpsi komposit terhadap residu antibiotik pada model air limbah sebesar 86,96 mg/g adsorben dengan kenaikan kapasitas adsorpsi sebesar 7,82% jika dibandingkan dengan kapasitas adsorpsi karbon aktif (80,65 mg/g adsorben). Proses dekomposisi melalui reaksi Fenton-like optimum pada konsentrasi hidrogen peroksida (H2O2) sebesar 2% (b/b). Penelitian ini telah berhasil membuat produk komposit yang dapat digunakan untuk adsorben residu antibiotik di perairan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan berikut (1) masih terdapat pola penggunaan antibiotik yang tidak rasional dan dapat meningkatkan akumulasi residu antibiotik di lingkungan. (2) Sistem IPAL yang ada masih belum efektif dalam mengurangi residu antibiotik, sehingga residu antibiotik memiliki risiko ekotoksikologi yang signifikan (RQs>1) yang dapat merusak ekosistem perairan. (3) Pengembangan komposit adsorben besi oksida/karbon aktif telah berhasil dilakukan dengan komposit terbaik dihasilkan saat penambahan karbon aktif pada hari ke-1 proses agitasi, sehingga besi oksida dapat membentuk komposit dengan karbon aktif. (4) Penambahan besi oksida meningkatkan kinerja adsorpsi dari komposit. Selain itu, keberadaan besi oksida membantu meningkatkan proses dekomposisi residu antibiotik melalui reaksi Fenton-like, sehingga komposit dapat digunakan berulang hingga tiga kali.id
dc.description.sponsorshipProgram Pendidikan Magister Menuju Doktor Sarjana Unggul (PMDSU), DIKTIid
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titlePengembangan Komposit Besi Oksida/Karbon Aktif sebagai Adsorben Residu Antibiotik pada Air Limbah Rumah Sakitid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordAdsorbentid
dc.subject.keywordceftriaxoneid
dc.subject.keywordecotoxicological riskid
dc.subject.keywordFenton-like reactionid
dc.subject.keywordiron oxide.id


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record