Show simple item record

dc.contributor.advisorSarma, Ma'mun
dc.contributor.advisorSukmawati, Anggraini
dc.contributor.authorNasution, Ryan Ramanda
dc.date.accessioned2022-10-20T05:33:16Z
dc.date.available2022-10-20T05:33:16Z
dc.date.issued2022
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/115038
dc.description.abstractIndonesia saat ini mengalami transisi demografi dengan meningkatnya penduduk usia tua dan bonus demografi yang akan berakhir di tahun 2030. Pengkategorian Indonesia sebagai negara yang telah memasuki periode aging population akan menjadi sebuah tantangan besar karena banyaknya aspek yang harus dipersiapkan, termasuk kesiapan sistem perlindungan sosial dalam memberikan perlindungan terhadap kesejahteraan penduduk lanjut usia. Saat ini sistem perlindungan sosial di Indonesia terdiri dari skema bantuan sosial (non-contributory) dan skema jaminan sosial (contributory). Skema jaminan sosial terdiri dari jaminan kesehatan nasional dan jaminan sosial ketenagakerjaan. Penyelenggaraan untuk program jaminan sosial ketenagakerjaan di Negara Indonesia dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Adapun programnya tersebut terdirikan atas Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), dan juga Jaminan Hari Tua (JHT). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menjalankan skema pensiun yang dirancang dengan skema campuran, di antaranya ialah iuran pasti (program JHT) dan juga manfaat pasti (program JP). Skema campuran seperti ini sudah banyak dianut oleh berbagai Negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). Seharusnya skema JHT dapat menambah skema JP sehingga menaikan returnable rate (RR) sebesar 60%, sesuai dengan rata-rata RR di negara lain, dimana saat ini RR di Indonesia sangat rendah dibawah 30%. Namun, berdasarkan data dari laporan tahunan BPJS Ketenagakerjaan tahun 2018, sebanyak 1.910.978 kasus klaim JHT yang telah dibayarkan, sekitar 95 persen dibayarkan bukan karena telah mencapai usia pensiun (klaim dini) melainkan untuk alasan pengangguran (PHK, habis kontrak, dan mengundurkan diri). Berdasarkan data tersebut, klaim dini Jaminan Hari Tua BPJS Ketenagakerjaan terus meningkat sehingga tidak memungkinkan untuk menambah returnable rate (RR). Hal ini dapat melemahkan fungsi JHT sebagai bagian dari skema pensiun. Klaim dini pada program Jaminan Hari Tua juga menjadi permasalahan karena mengakibatkan berkurangnya atau bahkan hilangnya manfaat tunai yang seharusnya diterima peserta ketika usia pensiun. Selain itu, meningkatnya klaim dini JHT menyebabkan terjadinya asset-liability mismatch, aset JHT saat ini sebagian besar diinvestasikan pada instrumen jangka pendek. Hal ini tidak sesuai dengan karakteristik program yang memiliki durasi panjang. Sistem perlindungan sosial di Indonesia harus mampu mendukung kesejahteraan masyarakat sebagai upaya mengatasi fenomena penuaan penduduk di masa mendatang. Implementasi kebijakan JHT tidak dapat hanya dilihat dari sisi pemerintah saja tetapi juga melihat dari sisi pekerja sebagai peserta. Keputusan klaim diasumsikan sebagai refleksi dari pengetahuan seseorang tentang jaminan sosial. Faktor individual differences secara psikologikal (behavioral atau kognitif) juga dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan klaim. Perubahan kebijakan yang tidak terduga menimbulkan kurangnya kepercayaan pada lembaga jaminan sosial yang dapat membawa seseorang untuk mengajukan klaim lebih awal atau lebih lambat. Pendekatan tradisional untuk mengatasi masalah ini adalah dengan memberikan lebih banyak informasi kepada masyarakat melalui materi pendidikan tentang penerapan pemilihan waktu klaim. Rendahnya literasi keuangan juga dapat berpengaruh terhadap keputusan klaim awal peserta. Berdasarkan pembahasan di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi peserta mengenai kebijakan pemerintah akan program Jaminan Hari Tua (JHT), menganalisis pengaruh profil demografi terhadap keputusan menunda klaim jaminan hari tua serta menganalisis pengaruh peserta mengenai persepsi kebijakan pemerintah, tingkat kepercayaan, intervensi informasi, literasi jaminan sosial, dan literasi keuanganterhadap keputusan menunda klaim JHT. Responden dari penelitian ini adalah sebanyak 229 peserta yang masih aktif sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan wilayah DKI Jakarta, namun terdeteksi sudah pernah melakukan klaim JHT sebelumnya. Penelitian ini juga menggunakan metode interview kepada empat orang informan yang merupakan peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan namun sudah pernah melakukan klaim awal JHT, untuk lebih mengetahui persepsi akan kebijakan program Pemerintah khususnya JHT. Penelitian ini menggunakan crosstab, untuk menganalis profil responden dengan keputusan menunda klaim. Kemudian untuk mengetahui hubungan antara persepsi kebijakan, kepercayaan, intervensi informasi, literasi jaminan sosial, dan literasi keuangan terhadap keputusan menunda klaim, menggunakan analisis SEM-PLS. Temuan dari hasil kuisioner mengenai alasan peserta melakukan klaim JHT dan interview terhadap beberapa orang informan diperoleh kesimpulan bahwa alasan peserta dalam melakukan klaim yang terbanyak adalah untuk memenuhi kebutuhan primer, selain itu yang menarik adalah karena peraturan yang memperbolehkan untuk klaim, untuk memenuhi kebutuhan non primer, adanya rekomendasi dari pihak lain hingga adanya faktor ketidakpercayaan. Melalui hasil interview dengan beberapa orang informan juga menegaskan bahwa adanya ketidakpercayaan dari masyarakat dan kebijakan mengenai JHT yang cenderung berubah-rubah menunjukan ketidak tegasan dari pemerintah. Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan crosstabulation, profil demografi yang memiliki asosiasi yang signifikan adalah usia, gender dan tingkat Pendidikan. Analisis menggunakan SEM-PLS memperoleh temuan bahwa variabel yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap keputusan untuk menunda klaim adalah variabel persepsi mengenai kebijakan, kepercayaan, intervensi informasi dan literasi jaminan sosial. Sedangkan untuk literasi keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan menunda klaim. Implikasi managerial untuk BPJS Ketenagakerjaan adalah, dengan melakukan sosialisasi masif Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebagai upaya untuk menekan klaim dini JHT, memberikan informasi mengenai manfaat menunda klaim JHT dengan menerapkan sosial security statement seperti SSA di Amerika, memanfaatkan web resmi BPJS Ketenagakerjaan untuk memberikan informasi positif kepada masyarakat mengenai pengelolaan dana JHT, dan dapat bekerja sama dengan lembaga pendidikan seperti universitas negeri atau swasta untuk memberikan edukasi kepada mahasiswa yang akan terjun ke dalam dunia kerja.id
dc.description.abstractIndonesia is experiencing a demographic transition with an increase in old age and demographic bonuses ending in 2030. Indonesia's categorization as a country that has entered the aging population period will be a big challenge because of the many aspects that must be prepared, including the readiness of the social security system to give Protection to the welfare of the elderly. Currently, Indonesia's social protection system consists of a social assistance scheme (non-contribution) and a social security scheme. The Social Security Scheme consists of national health insurance and employment insurance. BPJS Employment manages the implementation of the Employment Social Security Program in Indonesia. BPJS Ketenagakerjaan established the program on Pension Insurance (JP), Work Accident Insurance (JKK), Death Insurance (JKM), and also Old Age benefit (JHT). Employment Bodies (BPJS Ketenagakerjaan) runs a pension scheme designed with a mixed scheme, including defined contributions (JHT program) and defined benefits (JP program). Many OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) have adopted this mixed scheme. Therefore, the JHT scheme should be able to add to the JP scheme to increase the replacement rate (RR) by 60%, following the average RR in other countries, where currently, the RR in Indonesia is below 30%. However, based on data from the BPJS Employment in 2018 annual report, as many as 1,910,978 cases of JHT claims have been paid, and about 95 percent are paid not because they have reached retirement age (early claims) but for reasons of unemployment (layoffs, expired contracts, and resigned). Based on this data, BPJS Employment Old Age Security claims continue to increase, so improving the replacement rate (RR) is impossible. Therefore, the massive JHT claims can weaken the function of JHT as part of the pension scheme. Early claims in the JHT Program are also a problem because they result in reduced or even loss of cash benefits that participants should receive at retirement age. In addition, the increase in early claims for JHT has led to an asset-liability mismatch. Currently, JHT assets are primarily invested in short-term instruments. This is not following the program's characteristics, which have a long duration. The social protection system in Indonesia must be able to support the welfare of the community to overcome the phenomenon of population aging in the future. Therefore, implementing the JHT policy can be seen not only from the government's side but also from the side of the workers as participants. Claim decisions are assumed to reflect one's knowledge of social security. However, individual differences factors psychologically (behavioral or cognitive) can also influence the claim decision-making process. For example, unexpected policy changes create a lack of trust in social security agencies, leading someone to file a claim earlier or later. The traditional approach to tackling this problem is to provide the community with more information through educational materials on the application of claim timing. Low financial literacy can also affect participants' initial claim decisions. Based on the discussion above, this study aims to analyze participants' perceptions of government policies on the Old Age Security (JHT) program, analyze the influence of demographic profiles on the decision to postpone old-age insurance claims, and explore the participants' impact on perceptions of government policies, level of trust, information intervention, social security literacy, and financial literacy on the decision to postpone JHT claims. Respondents from this study were 229 participants who were still active as BPJS Employment participants in the DKI Jakarta area but were detected to have made JHT claims before. This study also uses the interview method with four informants who are active participants of BPJS Employment but have already made initial JHT claims to find out more about perceptions of government program policies, especially JHT. This study uses crosstab to analyze the profile of respondents with the decision to postpone claims. Then to find out the relationship between Policy Perception, Trust, Information Intervention, Social Security Literacy, and Financial Literacy on the decision to delay claims, using SEM-PLS analysis. The findings from the questionnaire regarding the reasons for participants to make JHT claims and interviews with several informants concluded that the reasons participants made the most claims were to meet primary needs. The other party to the distrust factor. The interviews with several informants confirmed that distrust from the community and policies regarding JHT, which tend to change, indicates the government's indecision. After analyzing using crosstabulation, demographic profiles that have significant associations are age, gender, and level of education. The SEM-PLS analysis found that perceptions of policy, trust, information intervention, and social security literacy significantly positively affected the decision to postpone claims. Meanwhile, financial literacy does not significantly impact the decision to delay claims. The managerial implication for BPJS Employment is by conducting massive socialization of Unemployment Insurance (JKP) as an effort to suppress JHT early claims, providing information about the benefits of delaying JHT claims by implementing social security statements such as SSA in America, utilizing the official BPJS Employment website to provide information. Optimistic to the public regarding the management of JHT funds, and can work with educational institutions such as public or private universities to provide education to students who will enter the world of work.id
dc.description.sponsorshipBPJS Ketenagakerjaanid
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titlePengaruh Persepsi Kebijakan dan Kepercayaan dalam Pengambilan Keputusan terhadap Klaim Jaminan Hari Tuaid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordintervensi informasiid
dc.subject.keywordjaminan sosial ketenagakerjaanid
dc.subject.keywordkepercayaanid
dc.subject.keywordpengambilan keputusanid
dc.subject.keywordpersepsi kebijakanid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record