Analisis Kebutuhan dan Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandung dan Kaitannya dengan Ecosystem-based Adaptation

Abstract

Peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas manusia menyebabkan peningkatan berbagai pembangunan infrastruktur terutama di wilayah perkotaan. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor dan perubahan tutupan lahan menjadi lahan terbangun menyebabkan peningkatan suhu permukaan sehingga berdampak pada ketidakseimbangan ekosistem di perkotaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebutuhan dan ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bandung menggunakan pendekatan kebutuhan oksigen dengan metode Gerarkis, estimasi serapan emisi CO2 oleh tutupan vegetasi, NDVI dan kajian literatur mengenai keterkaitan ruang terbuka hijau (RTH) dengan Ecosystem-based Adaptation (EbA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2020 kebutuhan oksigen sebesar 8,6×10^6 kg/hari membutuhkan ruang terbuka hijau (RTH) seluas 8.500 ha atau 50,8% dari luas wilayah di Kota Bandung. Kebutuhan ini diperkirakan terus meningkat hingga tahun 2035. Berdasarkan estimasi kemampuan vegetasi menyerap CO2, dibutuhkan luas RTH seluas 8.339 ha agar dapat menyerap emisi CO2 transportasi di Kota Bandung sebesar 5.286.613 ton/tahun. Ketersediaan RTH menggunakan kerapatan NDVI menghasilkan persentase luas kurang dari 15% pada tahun 2013, 2017 dan 2021, sehingga belum mencapai minimal RTH yang telah ditentukan undang-undang. Tutupan vegetasi perlu ditingkatkan guna mengurangi suhu permukaan di perkotaan. Dalam konsep EbA, ruang terbuka hijau merupakan bagian dari pemanfaatan jasa ekosistem yang digunakan untuk adaptasi perubahan iklim di perkotaan.

The increase in population and human activities has led to an increase in various infrastructure developments, especially in urban areas. The increase in the number of motorized vehicles and changes in the land cover into built-up land cause an increase in surface temperature, so it impacts the balance of ecosystems in urban areas. The open research aims to analyze the need and availability of green space (GOS) in Bandung using the oxygen demand approach with the Gerarkis method, estimates of CO2 uptake by vegetation cover, NDVI, and a literature review regarding the linkage of green open space (GOS) with Ecosystem-based Adaptation (EbA). The results showed that in 2020 the oxygen demand of 8.6 × 10^6 kg/day requires green open space (GOS) of 8,500 ha or 50.8 % of the total area in the city of Bandung. This need is estimated to continue to increase in 2035. Based on the estimated growth of plants to absorb CO2, it takes an area of 8,339 ha of green open space to absorb CO2 emissions from transportation in Bandung of 5,286,613 tons/year. The availability of green open space using NDVI density resulted in an area percentage of less than 15% in 2013, 2017 and 2021, so it has not reached the minimum green open space that has been determined by law. Vegetation cover needs to be increased to reduce surface temperatures in urban areas. In the EbA concept, green open space is part of the utilization of ecosystem services that are used for climate change adaptation in urban areas.