dc.description.abstract | Indonesia merupakan produsen utama sarang burung walet (SBW) di dunia.
Sarang burung walet dihasilkan dari saliva burung walet dan memiliki nilai ekonomi
tinggi di pasar dunia. Aspek keamanan pangan (food safety) pada SBW termasuk
keberadaan logam berat menjadi perhatian khusus. Logam berat merupakan polutan
persisten yang terakumulasi dalam tubuh hewan di sepanjang rantai makanan. Logam
berat yang terdeteksi pada produk asal hewan diduga memiliki korelasi dengan
keberadaan logam berat pada hewan hidup. Hal ini menjadi dasar adanya dugaan
keberadaan logam berat pada SBW yang berkorelasi dengan logam berat pada burung
walet. Logam berat pada SBW juga dapat berasal dari kontaminasi langsung
lingkungan. Informasi mengenai keberadaan logam berat pada SBW asal Indonesia
belum tersedia. Oleh karena itu, diperlukan kajian mengenai keberadaan logam berat
pada SBW dan korelasinya dengan lingkungan serta burung walet. Penelitian ini
bertujuan untuk membandingkan karakteristik penyesuaian habitat burung walet,
mengidentifikasi keberadaan logam berat pada SBW, serta menganalisis korelasi
keberadaan logam berat pada SBW baik dari lingkungan maupun dari burung waletnya.
Penelitian dilakukan melalui survei dan sampel diambil di 44 rumah burung
walet (RBW). Jumlah sampel RBW dibagi secara alokasi proporsional ke pulau-pulau
utama penghasil SBW di Indonesia sehingga diperoleh 22 sampel RBW dari
Kalimantan, 13 sampel RBW dari Sumatera, 7 sampel RBW dari Sulawesi, dan 2
sampel RBW dari Jawa. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahapan
pertama menganalisis penyesuaian habitat burung walet di rumah burung walet (RBW)
di pulau-pulau utama penghasil SBW di Indonesia, yaitu di Pulau Kalimantan,
Sumatera, Sulawesi, dan Jawa. Data dikumpulkan melalui wawancara langsung
dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Pertanyaan dalam kuesioner terdiri atas
karakteristik bangunan, kebersihan, sumber pakan dan air, karakteristik SBW, serta
lingkungan RBW. Tahap kedua mendeteksi dan membandingkan konsentrasi logam
berat As, Hg, Pb, Cd, dan Sn pada SBW yang berasal dari pulau utama penghasil SBW
di Indonesia serta menganalisis pengaruh pencucian terhadap konsentrasi logam berat
pada SBW. Pengujian konsentrasi logam berat pada SBW dilakukan terhadap sampel
yang diambil langsung dari RBW. Sampel SBW yang tidak dicuci (kotor) dan SBW
yang telah dicuci (bersih) diuji menggunakan metode inductively coupled plasma mass
spectrometry (ICP-MS). Pencucian dilakukan sesuai prosedur yang biasa dilakukan di
pabrik pemrosesan SBW. Tahap ketiga mengidentifikasi keberadaan logam berat As,
Hg, Pb, Cd, dan Sn pada bulu burung walet. Keberadaan logam berat pada bulu dapat
menjadi indikator keberadaan logam berat dan memperkirakan konsentrasinya pada
burung walet; sebagai faktor pengukur tidak langsung keberadaan logam berat di
lingkungan; serta untuk melihat potensi keterkaitannya dengan logam berat pada SBW.
Seluruh sampel bulu burung walet diuji keberadaan logam berat As, Hg, Pb, Cd, dan
Sn dengan metode ICP-MS. Tahap selanjutnya menganalisis korelasi lingkungan di
area pemukiman dan area jauh dari pemukiman dengan konsentrasi logam berat pada
burung walet dan SBW.
Analisa karakteristik penyesuaian habitat burung walet menunjukkan hasil
bahwa pola pemeliharaan burung walet (penyesuaian habitat di RBW) pada pulaupulau
utama penghasil SBW di Indonesia memiliki persamaan dan perbedaan
karakteristik. Persamaan terutama dalam tipe bangunan, cara pembersihan bangunan,
sumber pakan dan air minum untuk burung walet. Sementara perbedaan karakteristik
terutama pada waktu panen SBW, penyediaan kolam air di RBW, area lingkungan
sekitar RBW, dan kedekatan lokasi RBW dengan jalan raya. Pembinaan dan
pemantauan terhadap penyesuaian habitat burung walet masih perlu terus dilakukan
untuk mendapatkan SBW yang berkualitas baik.
Deteksi keberadaan logam berat menunjukkan hasil seluruh SBW kotor dari
keempat pulau utama penghasil SBW terdapat arsen, Pb, Cd, dan Sn dengan
konsentrasi yang beragam. Hg tidak ditemukan pada SBW kotor asal Sulawesi. Sarang
burung walet kotor dari Kalimantan memiliki konsentrasi Pb dan Cd yang lebih rendah
dibandingkan dengan pulau lain. Pencucian dengan air bersih mampu mengurangi
konsentrasi seluruh jenis logam berat pada SBW secara signifikan. Konsentrasi arsen
pada SBW yang dicuci menurun sebanyak 49,83% dari konsentrasi awal. Penurunan
konsentrasi tertinggi terdapat pada Pb dan Cd asal Kalimantan sebanyak 100% dari
konsentrasi awal. Konsentrasi Pb berkaitan erat dengan konsentrasi Cd baik pada SBW
kotor maupun bersih.
Deteksi keberadaan logam berat pada bulu burung walet menunjukkan logam
berat terdeteksi pada semua bulu burung walet yang berasal dari Pulau Kalimantan,
Sumatera, Sulawesi, dan Jawa. Konsentrasi logam berat paling tinggi pada bulu burung
walet yaitu Pb dan Hg. Bulu burung walet asal Jawa memiliki konsentrasi logam berat
paling tinggi dibandingkan dengan pulau lain. Logam berat arsen dengan Hg, As
dengan Cd, Cd dengan Sn, Pb dengan Cd, serta Pb dengan Sn saling terkait satu sama
lain selama kontaminasi pada burung walet. Hasil studi ini menunjukkan konsentrasi
dan interaksi/korelasi antar logam berat pada burung walet.
Konsentrasi seluruh jenis logam berat pada burung walet tidak memiliki
perbedaan yang signifikan antara area pemukiman dan area di luar pemukiman.
Sedangkan pada SBW, konsentrasi Hg secara signifikan lebih tinggi di luar area
pemukiman dibandingkan dengan area pemukiman. Logam berat dengan konsentrasi
paling tinggi pada bulu burung walet dan SBW yaitu Pb. Korelasi positif terjadi pada
Hg dan Cd antara bulu burung walet dengan SBW kotor.
Penelitian ini memberikan informasi penting mengenai karakteristik
penyesuaian habitat burung walet dan pengaruh pencucian terhadap penurunan
konsentrasi logam berat pada SBW. Penelitian ini juga memberikan informasi korelasi
antara keberadaan logam berat di lingkungan dengan burung walet, lingkungan dengan
SBW, serta burung walet dengan SBW. Keberadaan logam berat pada SBW bersih
asal pulau utama penghasil SBW di Indonesia menunjukkan nilai yang sangat rendah
bila dibandingkan dengan batas maksimum cemaran (BMC) yang ditetapkan di
beberapa negara. Saran yang dapat diberikan yaitu perlu ditetapkan standar maksimum
persyaratan logam berat pada SBW bersih di Indonesia sebagai acuan standar
keamanan SBW. | id |