Show simple item record

dc.contributor.advisorLatif, Hadri
dc.contributor.advisorSudarwanto, Mirnawati B.
dc.contributor.advisorBasri, Chaerul
dc.contributor.authorWahyuni, Dede Sri
dc.date.accessioned2022-08-19T03:06:11Z
dc.date.available2022-08-19T03:06:11Z
dc.date.issued2022
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/113798
dc.description.abstractIndonesia merupakan produsen utama sarang burung walet (SBW) di dunia. Sarang burung walet dihasilkan dari saliva burung walet dan memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar dunia. Aspek keamanan pangan (food safety) pada SBW termasuk keberadaan logam berat menjadi perhatian khusus. Logam berat merupakan polutan persisten yang terakumulasi dalam tubuh hewan di sepanjang rantai makanan. Logam berat yang terdeteksi pada produk asal hewan diduga memiliki korelasi dengan keberadaan logam berat pada hewan hidup. Hal ini menjadi dasar adanya dugaan keberadaan logam berat pada SBW yang berkorelasi dengan logam berat pada burung walet. Logam berat pada SBW juga dapat berasal dari kontaminasi langsung lingkungan. Informasi mengenai keberadaan logam berat pada SBW asal Indonesia belum tersedia. Oleh karena itu, diperlukan kajian mengenai keberadaan logam berat pada SBW dan korelasinya dengan lingkungan serta burung walet. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan karakteristik penyesuaian habitat burung walet, mengidentifikasi keberadaan logam berat pada SBW, serta menganalisis korelasi keberadaan logam berat pada SBW baik dari lingkungan maupun dari burung waletnya. Penelitian dilakukan melalui survei dan sampel diambil di 44 rumah burung walet (RBW). Jumlah sampel RBW dibagi secara alokasi proporsional ke pulau-pulau utama penghasil SBW di Indonesia sehingga diperoleh 22 sampel RBW dari Kalimantan, 13 sampel RBW dari Sumatera, 7 sampel RBW dari Sulawesi, dan 2 sampel RBW dari Jawa. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahapan pertama menganalisis penyesuaian habitat burung walet di rumah burung walet (RBW) di pulau-pulau utama penghasil SBW di Indonesia, yaitu di Pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Jawa. Data dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Pertanyaan dalam kuesioner terdiri atas karakteristik bangunan, kebersihan, sumber pakan dan air, karakteristik SBW, serta lingkungan RBW. Tahap kedua mendeteksi dan membandingkan konsentrasi logam berat As, Hg, Pb, Cd, dan Sn pada SBW yang berasal dari pulau utama penghasil SBW di Indonesia serta menganalisis pengaruh pencucian terhadap konsentrasi logam berat pada SBW. Pengujian konsentrasi logam berat pada SBW dilakukan terhadap sampel yang diambil langsung dari RBW. Sampel SBW yang tidak dicuci (kotor) dan SBW yang telah dicuci (bersih) diuji menggunakan metode inductively coupled plasma mass spectrometry (ICP-MS). Pencucian dilakukan sesuai prosedur yang biasa dilakukan di pabrik pemrosesan SBW. Tahap ketiga mengidentifikasi keberadaan logam berat As, Hg, Pb, Cd, dan Sn pada bulu burung walet. Keberadaan logam berat pada bulu dapat menjadi indikator keberadaan logam berat dan memperkirakan konsentrasinya pada burung walet; sebagai faktor pengukur tidak langsung keberadaan logam berat di lingkungan; serta untuk melihat potensi keterkaitannya dengan logam berat pada SBW. Seluruh sampel bulu burung walet diuji keberadaan logam berat As, Hg, Pb, Cd, dan Sn dengan metode ICP-MS. Tahap selanjutnya menganalisis korelasi lingkungan di area pemukiman dan area jauh dari pemukiman dengan konsentrasi logam berat pada burung walet dan SBW. Analisa karakteristik penyesuaian habitat burung walet menunjukkan hasil bahwa pola pemeliharaan burung walet (penyesuaian habitat di RBW) pada pulaupulau utama penghasil SBW di Indonesia memiliki persamaan dan perbedaan karakteristik. Persamaan terutama dalam tipe bangunan, cara pembersihan bangunan, sumber pakan dan air minum untuk burung walet. Sementara perbedaan karakteristik terutama pada waktu panen SBW, penyediaan kolam air di RBW, area lingkungan sekitar RBW, dan kedekatan lokasi RBW dengan jalan raya. Pembinaan dan pemantauan terhadap penyesuaian habitat burung walet masih perlu terus dilakukan untuk mendapatkan SBW yang berkualitas baik. Deteksi keberadaan logam berat menunjukkan hasil seluruh SBW kotor dari keempat pulau utama penghasil SBW terdapat arsen, Pb, Cd, dan Sn dengan konsentrasi yang beragam. Hg tidak ditemukan pada SBW kotor asal Sulawesi. Sarang burung walet kotor dari Kalimantan memiliki konsentrasi Pb dan Cd yang lebih rendah dibandingkan dengan pulau lain. Pencucian dengan air bersih mampu mengurangi konsentrasi seluruh jenis logam berat pada SBW secara signifikan. Konsentrasi arsen pada SBW yang dicuci menurun sebanyak 49,83% dari konsentrasi awal. Penurunan konsentrasi tertinggi terdapat pada Pb dan Cd asal Kalimantan sebanyak 100% dari konsentrasi awal. Konsentrasi Pb berkaitan erat dengan konsentrasi Cd baik pada SBW kotor maupun bersih. Deteksi keberadaan logam berat pada bulu burung walet menunjukkan logam berat terdeteksi pada semua bulu burung walet yang berasal dari Pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Jawa. Konsentrasi logam berat paling tinggi pada bulu burung walet yaitu Pb dan Hg. Bulu burung walet asal Jawa memiliki konsentrasi logam berat paling tinggi dibandingkan dengan pulau lain. Logam berat arsen dengan Hg, As dengan Cd, Cd dengan Sn, Pb dengan Cd, serta Pb dengan Sn saling terkait satu sama lain selama kontaminasi pada burung walet. Hasil studi ini menunjukkan konsentrasi dan interaksi/korelasi antar logam berat pada burung walet. Konsentrasi seluruh jenis logam berat pada burung walet tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara area pemukiman dan area di luar pemukiman. Sedangkan pada SBW, konsentrasi Hg secara signifikan lebih tinggi di luar area pemukiman dibandingkan dengan area pemukiman. Logam berat dengan konsentrasi paling tinggi pada bulu burung walet dan SBW yaitu Pb. Korelasi positif terjadi pada Hg dan Cd antara bulu burung walet dengan SBW kotor. Penelitian ini memberikan informasi penting mengenai karakteristik penyesuaian habitat burung walet dan pengaruh pencucian terhadap penurunan konsentrasi logam berat pada SBW. Penelitian ini juga memberikan informasi korelasi antara keberadaan logam berat di lingkungan dengan burung walet, lingkungan dengan SBW, serta burung walet dengan SBW. Keberadaan logam berat pada SBW bersih asal pulau utama penghasil SBW di Indonesia menunjukkan nilai yang sangat rendah bila dibandingkan dengan batas maksimum cemaran (BMC) yang ditetapkan di beberapa negara. Saran yang dapat diberikan yaitu perlu ditetapkan standar maksimum persyaratan logam berat pada SBW bersih di Indonesia sebagai acuan standar keamanan SBW.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleStudi Logam Berat pada Sarang Burung Walet di Indonesiaid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordedible bird nestsid
dc.subject.keywordheavy metalid
dc.subject.keywordswiftletsid
dc.subject.keywordswiftlets farmhouseid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record