dc.description.abstract | Bambu laminasi pada umumnya dibuat dengan menggunakan bilah
berpenampang persegi panjang. Namun, kelemahan dalam pembuatan bilah ini
dapat diminimalkan dengan penggunaan bilah bambu yang masih mempertahankan
bentuk kelengkungannya. Balok bambu dengan penampang lengkung lebih efisien
dan memiliki sifat mekanik yang lebih baik dibanding dengan balok laminasi dari
bilah persegi. Distribusi kerapatan bambu yang tidak merata menjadikan
karakteristik produk balok laminasi tidak seragam. Untuk menyeragamkan
kerapatan bambu dapat dilakukan dengan teknik densifikasi. Bambu bagian
pangkal memiliki kerapatan rendah dapat dipadatkan sehingga menyamai kerapatan
pada bagian ujungnya. Teknik pemadatan kayu melalui perlakuan uap panas lanjut
(post treatment) merupakan salah satu metode yang efektif untuk mendapatkan
terjadinya fiksasi.
Terdapat 3 tahapan dalam penelitian ini, yaitu optimasi proses pemadatan
bilah bambu dengan perlakuan uap, penentuan jumlah perekat epoksi pada bambu
laminasi dengan penampang lengkung tanpa pemadatan, dan pembuatan laminasi
bambu dari bilah bambu yang dipadatkan. Pembuatan bilah bambu dikelompokan
berdasarkan posisi bagian pangkal, tengah dan ujung. Tingkat pemadatan bilah
bambu di bagian pangkal, tengah dan ujung adalah 50%, 30%, dan 0% dari
ketebalan awal, dan perlakuan uap menggunakan temperatur 120oC, 140oC, dan
160oC selama 30 dan 60 menit.
Bahan utama pada penelitian ini adalah bambu Sembilang (Dendrocalamus
giganteus Wallich ex Munro) yang berasal dari kebun koleksi bambu di Pusat Riset
Biomassa dan Bioproduk, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Cibinong.
Persiapan bahan meliputi pengukuran panjang ruas, diameter luar, dan ketebalan
batang, sedangkan pengukuran kadar air dan kerapatan dilakukan pada setiap ruas
bambu. Tahapan selanjutnya adalah pembuatan bilah dengan membagi batang
bambu menjadi tiga kelompok. Batang bambu dipotong berdasarkan pada diameter
dalam bambu minimal 60 mm, selanjutnya dikelompokkan berdasarkan ketebalan
menjadi 3 bagian, yaitu pangkal, tengah dan ujung. Bagian ruas yang digunakan
dipotong membentuk silinder dengan panjang 50 mm, selanjutnya dibelah dengan
ukuran lebar 50 mm dan dibersihkan bagian luar dan dalamnya dengan mesin
amplas kayu.
Bilah bambu berpenampang lengkung dalam kondisi jenuh serat disusun pada
cetakan khusus yang dilengkapi klem pengunci, dan dikempa secara perlahan
dengan target pemadatan 50% bagian bawah, 30% bagian tengah, dan tanpa
pemadatan untuk bagian ujung. Selanjutnya dalam kondisi diklem, sampel tersebut
dimasukkan ke dalam chamber dan dilakukan perlakuan uap panas pada suhu
120oC, 140oC, dan 160oC selama 30 dan 60 menit. Setelah itu dilakukan
pengeringan dengan oven pada suhu 100oC selama 24 jam. Selanjutnya bilah
disusun dan direkatkan dengan jumlah berat labur sesuai hasil terbaik pada tahap
pembuatan bambu laminasi tanpa pemadatan. Untuk mengetahui sifat fisis dan
tingkat fiksasi dari bilah bambu yang dipadatkan, dilakukan pengukuran pemulihan
3
tebal bilah atau recovery of set. Pengujian sifat fisis contoh uji bilah bambu
terpadatkan meliputi pengukuran kadar air, kerapatan, pemulihan tebal, dan
kehilangan berat. Bilah bambu sebelum dan sesudah pemadatan dengan perlakuan
uap dianalisis perubahan kristalinitasnya menggunakan X-Ray Diffraction (XRD)
dan perubahan pita serapannya pada berbagai bilangan gelombang menggunakan
Fourier-Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy.
Bambu laminasi dibuat dalam dua tahap, tahap pertama adalah bambu
laminasi tanpa pemadatan. Pada tahap ini bilah bambu yang digunakan dalam
kondisi kering udara. Bilah dikelompokkan berdasarkan posisi pangkal, tengah dan
ujung, selanjutnya disusun dengan target ketebalan laminasi 50 mm. Perekat yang
digunakan adalah epoksi dengan berat labur 100 g/m2
, 120 g/m2
, dan 150 g/m2
.
Proses laminasi menggunakan cetakan dan diklem selama 24 jam pada suhu ruang.
Tahap yang kedua adalah pembuatan bambu laminasi dengan menggunakan
bilah berpenampang lengkung yang dipadatkan. Perlakuan uap dan jumlah perekat
yang digunakan berdasarkan hasil terbaik dari proses sebelumnya. Contoh uji
bambu laminasi diukur kadar air, kerapatan, delaminasi, dan uji keteguhan gesernya.
Pengamatan penampang melintang bilah bambu sebelum dan sesudah perlakuan
serta garis rekat pada sampel bambu laminasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa diameter batang bambu Sembilang
menurun dari rata-rata 16 cm di bagian pangkal menjadi sekitar 7 cm di bagian
ujung. Batang bagian pangkal hingga ujung sekitar ruas ke 40 dapat digunakan
sebagai bahan bilah bambu laminasi berpenampang lengkung dengan lebar 5 cm.
Perbedaan ketebalan batang bambu di setiap ruas dari bagian pangkal hingga ke
ujung berpengaruh terhadap nilai kerapatan. Kerapatan bambu menurun dengan
semakin tebalnya batang bambu. Kerapatan bambu Sembilang 0,4 g/cm3
di bagian
pangkal dan hampir mencapai 1,0 g/cm3
di bagian ujung batang.
Bilah bambu berpenampang lengkung yang dipadatkan dengan perlakuan uap
dapat mencapai fiksasi pada perlakuan 160oC dalam waktu 60 menit. Perlakuan uap
pada proses pemadatan bambu mengakibatkan kehilangan berat dan perubahan
kristalinitas, serta timbulnya ikatan silang antara komponen kimia bambu diduga
menjadi faktor yang berpengaruh pada terjadinya fiksasi.
Berdasarkan analisa pada hasil uji perendaman, perebusan, keteguhan geser,
dan modulus elastisitas geser, penggunaan perekat epoksi dengan berat labur 120
g/m2
dapat dipilih sebagai berat labur optimal. Bambu laminasi dengan pemadatan
memiliki kadar air sebesar 5,6-6,39%, kerapatan rata-rata 0,96-0,99 g/cm3
, tidak
terjadi delaminasi setelah pengujian perendaman maupun perebusan, memiliki
keteguhan geser rata-rata 6,2-7,35 MPa dan modulus elastisitas geser 94,96-116,81
MPa. Nilai delaminasi dan keteguhan geser yang memenuhi standar menunjukkan
bahwa bambu laminasi dari bilah berpenampang lengkung yang telah dipadatkan
dan direkatkan dengan epoksi 120 g/m2
memiliki kualitas perekatan yang baik.
Faktor posisi tidak berpengaruh siknifikan terhadap nilai kerapatan, keteguhan
geser, modulus elastisitas geser bambu laminasi terpadatkan, sehingga pemadatan
bilah bambu berpenampang lengkung pada bagian pangkal dan tengah sebesar 50%
dan 30% berhasil membuat seragam karakteristik bambu laminasinya. | id |