Daya Saing dan Determinan Perdagangan Komoditas dan Produk Pertanian Indonesia dengan Negara Anggota G-20
Date
2022-07-21Author
Astuti, Endang Pudji
Nurmalina, Rita
Rifin, Amzul
Metadata
Show full item recordAbstract
Sektor pertanian berperan penting terhadap perdagangan internasional Indonesia, terlihat dari kinerja neraca perdagangan komoditas dan produk pertanian, yang trennya meningkat dan nilainya selalu positif selama tahun 2011-2020. Peningkatan ekspor komoditas dan produk pertanian Indonesia ke negara mitra dagang perlu dilakukan, di antaranya dengan negara anggota G-20, yang merupakan pasar potensial jika dilihat dari Gross Domestic Bruto (GDP) dan populasinya yang tinggi di dunia. Tahun 2020, share ekspor Indonesia ke negara anggota G-20 sebesar 2,09 persen, berada pada urutan ke sembilan dibanding pesaingnya. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi perkembangan perdagangan komoditas dan produk pertanian, menganalisis daya saing ekspor, dan menganalisis determinan perdagangan komoditas dan produk pertanian antara Indonesia dengan negara anggota G-20.
Data yang digunakan adalah data sekunder. Data yang digunakan untuk analisis daya saing adalah data tahun 2011-2020, sedangkan data yang digunakan untuk analisis determinan perdagangan adalah data panel dari 18 negara anggota G-20 selama tahun 2001-2020. Analisis daya saing komoditas dan produk ekspor antara Indonesia dan negara anggota G-20 menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Dynamic Revealed Comparative Advantage (DRCA), sedangkan analisis determinan perdagangan komoditas dan produk pertanian menggunakan model gravity. Analisis determinan meliputi seluruh komoditas pertanian total, HS 01-24.
Neraca perdagangan Indonesia dengan negara anggota G-20 mengalami tren meningkat pada tahun 2011-2020. Tiga komoditas ekspor pertanian Indonesia yang terbesar ke negara anggota G-20 adalah RPO, CPO, dan udang beku; sedangkan tiga komoditas ekspor pertanian terbesar negara anggota G-20 ke Indonesia adalah gandum, bungkil dan residu kacang kedelai, serta kacang kedelai. Mitra dagang Indonesia dengan nilai perdagangan pertanian terbesar adalah China dan AS. Saat ini Indonesia telah melakukan diversifikasi perdagangan ke beberapa negara tujuan ekspor lain namun nilai perdagangannya relatif kecil. Tahun 2020, neraca perdagangan pertanian Indonesia mengalami defisit dengan negara Australia, Brazil, Argentina, dan Kanada.
Hasil analisis RCA menunjukkan bahwa produk pertanian Indonesia yang memiliki daya saing di banyak negara anggota G-20 adalah RPO, RPKO, lemak dan minyak kakao, margarin dan campurannya, serta minyak kelapa dan turunannya. Sedangkan berdasarkan hasil analisis DRCA, komoditas RPO, RPKO, margarin dan campurannya, serta minyak kelapa dan turunannya di beberapa negara anggota G-20 berada pada kuadran falling star yang menunjukkan bahwa meskipun komoditas-komoditas tersebut berdaya saing di negara tujuan ekspor, namun telah berada pada pasar yang jenuh. Selain itu, komoditas/produk pertanian Indonesia yang memiliki daya saing dan berpotensi ditingkatkan ekspornya karena berada di kuadran rising star adalah CPO, lemak dan minyak kakao, serta tuna dan cakalang olahan; sedangkan komoditas dan produk pertanian dari negara anggota G-20 yang diekspor ke Indonesia yang berada di kuadran rising star adalah gandum, kacang kedelai, hewan ternak hidup, daging beku, serta susu dan krim. Berdasarkan hasil analisis dengan model gravity, variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap nilai perdagangan antara Indonesia dengan negara anggota G-20 adalah GDP Indonesia, GDP negara mitra dagang, populasi negara mitra dagang, tarif impor Indonesia, dan kebijakan Sanitary and Phytosanitary (SPS) Indonesia.
Rekomendasi kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil penelitian adalah dengan meningkatkan ekspor dalam rangka memperbaiki kinerja neraca perdagangan pertanian Indonesia serta melakukan diversifikasi pasar tujuan ekspor komoditas/produk pertanian Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan adalah terus mempromosikan komoditas/produk pertanian Indonesia, membangun market inteligence untuk mengetahui kondisi pesaing dan konsumen di negara tujuan ekspor, dan meningkatkan perjanjian perdagangan bilateral, regional, dan multilateral.
Rekomendasi selanjutnya adalah mempertahankan kinerja ekspor komoditas/produk pertanian Indonesia yang berada di kuadran rising star dan lagging opportunity dengan menstabilkan harga, menjaga kualitas dan kontinuitas produksi, melakukan manajemen rantai pasok yang efisien, serta memperpanjang atau memperbaharui perjanjian perdagangan dengan negara tujuan ekspor. Indonesia harus meningkatkan daya saing komoditas/produk yang berada pada kuadran lost opportunity dengan cara meningkatkan perjanjian perdagangan dan menyelaraskan regulasi dengan negara tujuan ekspor, melakukan pembangunan infrastruktur, mengurangi hambatan perdagangan, meningkatkan produktivitas dengan penggunaan teknologi yang lebih maju, melakukan Good Agricultural Practices (GAP), Good Handling Practices (GHP), Good Manufacturing Practices (GMP), dan Good Distribution Practices (GDP) yang berorientasi ekspor.
Rekomendasi terakhir adalah Pemerintah dapat mempertimbangkan pengurangan tarif impor komoditas-komoditas yang digunakan sebagai bahan baku industri dalam negeri sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan nilai tambah produk domestik, dengan dibarengi upaya meningkatkan daya saing komoditas/produk ekspor pertanian, serta mengkampanyekan gerakan cinta produk dalam negeri. Selain penurunan tarif, penerapan kebijakan SPS yang tepat perlu dilakukan untuk mendapatkan alternatif diversifikasi negara pengekspor sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap negara tertentu, dengan tidak mengesampingkan aspek keselamatan dan kesehatan makhluk hidup. The agricultural sector plays an important role in Indonesia's international trade, as can be seen from the performance of the trade balance of agricultural commodities and products, the trend of which is increasing and the value is always positive during 2011-2020. Therefore, it is necessary to increase exports of Indonesian agricultural commodities and products to trading partner countries, including the G-20 member countries, which are potential markets when viewed from the Gross Domestic Product (GDP) and its high population in the world. In 2020, Indonesia's export share to G-20 member countries was 2.09 percent, in ninth place compared to its competitors. This study aims to identify the development of trade in agricultural commodities and products, analyze export competitiveness, and analyze the determinants of trade in agricultural commodities and products between Indonesia and the G-20 member countries.
This study used secondary data. The data was used to analyze competitiveness from 2011-2020. The data used to analyze trade determinants is panel data from 18 countries of the G-20 members, from 2001-2020. Analyzing the competitiveness of export commodities and products between Indonesia and G-20 member countries uses Revealed Comparative Advantage (RCA) and Dynamic Revealed Comparative Advantage (DRCA), while the analysis of determinants of trade in commodities and agricultural products uses the gravity model. The determinant analysis covers all agricultural commodities, from HS 01-24.
Indonesia's trade balance with the G-20 member countries increased from 2011-2020. The three largest agricultural export commodities from Indonesia to G-20 member countries are RPO, CPO, and frozen shrimp; while the three major agricultural export commodities of G-20 member countries to Indonesia are wheat, soybean meal and residue, and soybeans. Indonesia's trading partners with the largest agricultural trade value are China and the US. In addition, Indonesia has diversified its trade to several other export destination countries, but the trade value is relatively small. In 2020, Indonesia's agricultural trade balance was in deficit with Australia, Brazil, Argentina and Canada.
The results of the RCA analysis show that Indonesian agricultural products that are competitive in many G-20 member countries are RPO, RPKO, cocoa butter and oil, margarine and mixtures thereof, and coconut oil and its derivatives. Meanwhile, based on the results of the DRCA analysis, the commodities of RPO, RPKO, margarine and their mixtures, as well as coconut oil and its derivatives in several G-20 member countries are in the falling star quadrant which shows that although these commodities are competitive in export destination countries, they have been in a saturated market. In addition, Indonesian agricultural commodities/products that are competitive and have the potential to increase their exports because they are in the rising star quadrant are CPO, cocoa butter and oil, as well as processed tuna and skipjack tuna. In contrast, commodities and agricultural products from the G-20 that are exported to Indonesia which are in the rising star quadrant are wheat, soybeans, live livestock, frozen meat, as well as milk and cream. Based on the results of the gravity model using eViews, the variables that have a significant effect on the value of trade between Indonesia and G-20 member countries are Indonesia's GDP, GDP of trading partner countries, population of trading partner countries, Indonesia's import tariffs, and Indonesia's Sanitary and Phytosanitary (SPS) policies.
Policy recommendations that can be made based on the research results are to increase exports to improve the performance of Indonesia's agricultural trade balance and diversify the export destination market for Indonesian agricultural commodities/products. Efforts should be carried out by continuing to promote Indonesian agricultural commodities/products, building market intelligence to find out the condition of competitors and consumers in export destination countries, and increasing trade agreements.
The following recommendation is to maintain the export performance of agricultural commodities/products that are in the rising star and lagging opportunity quadrant by stabilizing commodity/product prices, maintaining quality and production continuity, conducting efficient supply chain management, and extending or renewing trade agreements with export destination countries. and improve the competitiveness of commodities/products that are in the lost opportunity quadrant by increasing trade agreements with export destination countries, carrying out infrastructure development, harmonizing regulations and reducing trade barriers between trading countries, increasing productivity by using more advanced technology, doing Good Agricultural Practices (GAP), Good Handling Practices (GHP), Good Manufacturing Practices (GMP), and Good Distribution Practices (GDP) which are export-oriented.
The final recommendation is that the Government consider reducing import tariffs on commodities used as raw materials for domestic industries so as to increase the added value of domestic products, coupled with efforts to increase the competitiveness of agricultural export commodities/products and campaign for the love movement for domestic products. Furthermore, in addition to reducing tariffs, it is necessary to implement an appropriate SPS policy to obtain alternatives to diversify exporting countries to reduce dependence on particular countries without compromising the safety and health aspects of living things.
Collections
- MT - Economic and Management [2828]