Show simple item record

dc.contributor.authorHarijadi, Arif Rakhman
dc.date.accessioned2010-05-04T11:04:41Z
dc.date.available2010-05-04T11:04:41Z
dc.date.issued2009
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/11254
dc.description.abstractKelemahan kayu dibanding bahan substitusi seperti logam dan beton adalah sifat higroskopis yang dimilikinya. Sifat tersebut mempengaruhi stabilitas dimensi kayu yang apabila tidak diantisipasi dengan baik akan menimbulkan masalah dalam proses pengolahan dan pemakaian. Higroskopisitas kayu berhubungan dengan suhu dan kelembaban relatif (RH) udara di sekitarnya. Pada ruangan ber-RH tinggi, kayu akan menyerap uap air yang ada dan sebaliknya pada ruangan dengan RH yang rendah kayu akan melepaskan uap air ke udara. Proses tersebut terus berlangsung sampai tercapai keseimbangan antara kadar air (KA) kayu dengan RH lingkungannya. Besarnya KA kayu pada kondisi titik jenuh serat (TJS) sangat tergantung pada jenis kayu. Pada kondisi di bawah TJS, perubahan nilai KA akan mempengaruhi sifat dan kekuatan kayu. Pengurangan nilai KA akan mengakibat-kan kayu menyusut, dan sebaliknya penambahan nilai KA akan mengakibatkan kayu mengembang. Mengingat penelitian mengenai nilai KA-TJS untuk kayu perdagangan Indonesia belum pernah dilakukan, maka dilakukanlah penelitian ini, dengan menggunakan kayu-kayu cepat tumbuh yang mulai banyak dipergunakan. Harapannya agar dapat meningkatkan kinerja para teknisi pengolahan kayu khususnya di bidang pengeringan. Dengan diketahuinya nilai KA-TJS, maka proses pengeringan akan berjalan dengan lebih baik karena menggunakan jadwal pengeringan yang lebih tepat karena awal keluarnya air dari dalam kayu telah diketahui dengan pasti. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sifat Dasar dan Laboratorium Pengerjaan Kayu (workshop), Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Fakultas Kehutanan IPB dari bulan Juli sampai Oktokber 2008. Bahan penelitian utama adalah lima jenis kayu yaitu: sengon, gmelina, nangka, manii, dan mangium yang masing-masingnya dalam keadaan basah. Alat yang digunakan terdiri dari timbangan elektrik, kaliper, gergaji, moisture meter, dan alat tulis. Ukuran contoh uji yang digunakan adalah penampang (2 x 2) cm dan panjang (4-5) cm untuk pengujian KA, BJ, dan penyusutan, dimana pengujian KA dan BJ kayu dilakukan mengikuti prosedur sebagaimana metode Gravimetri, sedangkan nilai penyusutan kayu diperoleh dengan cara menjumlahkan susut ketiga dimensi. Data kemudian ditabulasi lalu dihitung nilai rata-ratanya (tidak mengikutsertakan nilai pencilan), dan selanjutnya dibandingkan dengan rata-rata nilai sejenis dari pustaka yang dijadikan sebagai rujukan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai KA kondisi basah (KA-B) yang diperoleh untuk kelima jenis kayu yang diteliti berkisar antara 38,34% (mangium) sampai 112,78% (manii), sedangkan untuk kondisi kering udara (KA-KU) berkisar antara 13,65% (manii) sampai 15,32% (sengon). Keragaman yang tinggi khususnya pada nilai KA-B dipengaruhi oleh perbedaan jenis dan lokasi tempat tumbuh, sementara keragaman yang rendah pada nilai KA-KU menunjukkan bahwa nilai KA pada seluruh sampel telah sesuai dengan KA lingkungan. Kayu dalam kondisi setimbang dengan lingkungannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai BJ kayu dari lima jenis kayu yang diteliti berkisar antara 0,36 (mangium) sampai 0,54 (nangka). Variasi atau keragaman nilai tersebut juga dipengaruhi oleh perbedaan jenis khususnya dalam hal tebal dinding sel dan kandungan zat ekraktif. Jika dibandingkan dengan pustaka yang ada, rata-rata BJ kayu mangium yang diteliti tergolong rendah. Hal ini dimungkinkan akibat adanya perbedaan umur dan asal tegakan yang digunakan. Nilai penyusutan volume kayu baik dari basah ke kering udara (B-KU) maupun dari basah ke kering tanur (B-KT) relatif seragam untuk kelima jenis kayu yang diteliti. Nilai tertinggi terdapat pada kayu sengon, masing-masing sebesar 3,52% (B-KU) dan 8,90% (B-KT), sedangkan nilai terendah pada kayu manii sebesar 2,58% (B-KU) dan 7,32 (B-KT). Jika dibandingkan dengan pustaka yang dijadikan rujukan, nilai penyusutan yang diperoleh secara umum lebih rendah. Hal ini dimungkinkan akibat adanya perbedaan dalam hal umur sampel, asal tegakan, dan lokasi sampel dalam batang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai KA-TJS untuk kayu sengon, gmelina, nangka, manii, dan mangium berturut-turut adalah sebesar 22,86%, 18,36%, 15,23%, 19,06%, dan 22,92%. Nilai-nilai ini mendekati nilai pustaka yang dijadikan rujukan meskipun cenderung lebih rendah. Dengan demikian maka rata-rata nilai KA-TJS pada ke-lima jenis kayu perdagangan Indonesia yang diteliti khususnya sengon, gmelina, nangka, manii, dan mangium ternyata dibawah 30%.id
dc.titleKadar Air Titik Jenuh Serat Beberapa Jenis Kayu Perdagangan Indonesiaid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record