Biflavonoid dari Daun Araucaria hunsteinii K. Schum Indonesia dan Bioaktivitasnya sebagai Antikanker terhadap Sel Lestari MCF-7 dan HeLa
Date
2022Author
Agusta, Dhea Demitri
Sugita, Purwantiningsih
Dianhar, Hanhan
Suparto, Irma Herawati
Metadata
Show full item recordAbstract
Biflavonoid merupakan dimer dari flavonoid yang berikatan secara C-C atau C-O-C. Metabolit sekunder ini dilaporkan berpotensi sebagai antikanker dan beberapa aktivitas lain, seperti antioksidan, antiproliferatif, antiradikal, antibakteri, antifungi, antiinsomnia, analgesik, antiinflamasi, antitumor, antidiabetes, dan antivirus. Metabolit sekunder ini dapat ditemukan pada sembilan dari 19 spesies genus Araucaria yang berasal dari famili Araucariaceae.
Tumbuhan Araucaria bukan merupakan tumbuhan endemik Indonesia, tetapi beberapa spesies dari tumbuhan ini ditemukan di Indonesia, seperti A. columnaris (Frost. f.) Hookf, A. hunsteinii K. Schum, dan A. cunninghamii yang tumbuh di Kebun Raya Bogor, serta A. bidwilli, A. cunninghamii, A. heterophylla, dan A. columnaris yang tumbuh di Kebun Raya Cibodas. Penelitian sebelumnya terhadap tumbuhan A. hunsteinii K. Schum telah berhasil mengisolasi dua bilfavonoid dari bagian daunnya, yaitu 4',7,7''-tri-O-metilkupresuflavon (1) dan 4''',7,7''-tri-O-metilagathisflavon (2), namun belum diujikan aktivitasnya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengisolasi biflavonoid lainnya dari daun A. hunsteinii dan menguji aktivitasnya terhadap inhibisi sel kanker MCF-7 dan HeLa.
Fraksi aseton dari ekstrak aseton daun A. husnteinii yang telah dipisahkan dari klorofil dan tanin, dimurnikan dengan kromatografi kolom gravitasi (KKG) Sephadex LH-20, KKG silika gel dan kromatografi lapis tipis preparatif. Fraksinasi dengan teknik kromatografi dilakukan dengan berbagai perbandingan eluen CH2Cl2:MeOH dan CH2Cl2:EtOH, selanjutnya tahap pemurnian dengan eluen CHCl3:MeOH (100:1) diperoleh lima senyawa biflavonoid. Selanjutnya ke lima senyawa dikarakterisasi dengan metode spektroskopi inframerah, ultraviolet-sinar tampak, massa, dan resonans magnetik inti 1D dan 2D, serta diuji aktivitas inhibisinya terhadap sel lestari MCF-7 (ATCC HTB 22) dan sel HeLa (ATCC CCL 2) dengan menggunakan metode kolorimetri menggunakan reagen 3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida (MTT).
Lima biflavonoid hasil isolasi diidentifikasi sebagai 4''',7-di-O-metilkupresuflavon (3), 4',4''',7,7''-tetra-O-metilkupresuflavon (4), 4',4'''-di-O-metilamentoflavon (5), 7-O-metilkupresuflavon (6), dan 7,7''-di-O-metilagathisflavon (7). Senyawa 3 – 7 baru pertama kali ditemukan pada spesies ini. Senyawa 3 merupakan senyawa yang baru pertama kali diisolasi, sedangkan senyawa 5 hanya ditemukan pada genus Araucaria, sehingga senyawa ini merupakan senyawa penciri dari genus tersebut. Senyawa 4, 6, dan 7 telah ditemukan di beberapa spesies genus Araucaria, Agathis, dan Wollemia yang berasal dari famili Araucariaceae.
Berdasarkan hasil uji sitotoksisitas ke tujuh senyawa biflavonoid dengan metode MTT, senyawa 5 (IC50 2,14 ± 0,6 μM) paling aktif menghambat sel MCF-7, sedangkan senyawa 6 (IC50 1,42 ± 1,1 μM) paling aktif menginhibisi sel HeLa. Nilai IC50 kedua senyawa tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol positif epirubicin-HCl (IC50 0,55 ± 0,2 μM) untuk sel MCF-7 dan Napradox-50 (IC50 0,35 ± 0,03 μM) untuk sel HeLa.
Analisis perbandingan struktur molekul biflavonoid dan nilai IC50 menunjukkan bahwa keberadaan gugus hidroksil pada posisi C4', 4''', dan 7'' dari kelompok kupresuflavon meningkatkan aktivitas penghambatan terhadap kedua sel kanker MCF-
7 dan HeLa. Keberadaan gugus hidroksil pada posisi C4''' dari kelompok agathisflavon
juga meningkatkan aktivitas penghambatan terhadap kedua sel tersebut, seiring dengan
kelompok kupresuflavon, sedangkan untuk kelompok amentoflavone terlihat
meningkatkan aktivitas inhibisi hanya pada sel MCF-7 dan pada sel HeLa justru
sebaliknya.