Show simple item record

dc.contributor.advisorSuharno, Suharno
dc.contributor.advisorRifin, Amzul
dc.contributor.authorSyahputra, Agung Rahmat
dc.date.accessioned2022-06-10T06:03:44Z
dc.date.available2022-06-10T06:03:44Z
dc.date.issued2022
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/112023
dc.description.abstractBeras merupakan bahan pangan utama yang dikonsumsi oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Komoditas ini memainkan peranan strategis tidak hanya dari aspek ekonomi, tetapi juga sosial dan politik. Perlu perencanaan yang baik untuk terus menyediakan pasokan beras yang cukup untuk menghindari berbagai gejolak, terutama produksi yang berasal dari petani padi di Indonesia. Hal itu juga yang menjadi penyebab banyaknya petani padi hingga mencapai sekitar 20 juta Rumah Tangga Usaha Pertanian. Produksi beras yang dihasilkan petani selama 2 dasawarsa terakhir terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 0,43%. Output padi yang dihasilkan berupa Gabah Kering Panen (GKP) rata-rata sebesar 55 juta ton per tahun. Intensifikasi pertanian juga berperan dalam meningkatkan produktivitas usahatani padi dengan pertumbuhan sebesar 0,92% dalam kurun waktu yang sama. Namun, luasan lahan panen sebagai salah satu faktor produksi terpenting justru semakin berkurang dengan rata-rata luas panen 11,5 juta ha per tahun. Luasan panen padi terus berkurang sebesar 0,52% setiap tahun sejak tahun 2000. Terdapat kekhawatiran dari luasan panen yang terus berkurang terhadap kemampuan untuk mempertahankan produksi padi Indonesia. Di sisi lain, jumlah penduduk yang terus meningkat menjadi perhatian serius disebabkan pasar beras akan tetap membutuhkan supply yang cukup. Metode intensifikasi difokuskan untuk tetap menggenjot produksi dengan kondisi luasan panen yang terus melandai. Sebagai episentrum produksi padi nasional, Pulau Jawa dalam jangka panjang tidak mampu lagi untuk memberikan pasokan beras yang mencukupi disebabkan 2 alasan utama, yaitu tingkat efisiensi teknis produksi usahatani padi yang hampir mencapai sempurna dan laju alih fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian yang tinggi. Kondisi itu yang menjadi penyebab untuk mencari alternatif lokasi pertanian padi di luar Pulau Jawa. Salah satu kandidatnya adalah Kalimantan Tengah. Pada saat yang sama Kalimantan Tengah juga menjadi lokasi pengembangan food estate yang berlokasi di lahan eks Pengembangan Lahan Gambut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan membahas tingkat efisiensi teknis usahatani padi di Kalimantan Tengah. Kinerja petani padi Kalimantan Tengah dilihat dari tingkat efisiensi teknisnya secara tidak langsung akan menggambarkan kinerja petani padi pada kawasan food estate. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dengan bentuk cross section. Data penelitian diperoleh dari hasil Survei Rumah Tangga Usaha Tanaman Padi Tahun 2014 yang merupakan bagian dari Sensus Pertanian Badan Pusat Statistik 2013 dengan kode ST2013-SPD.S. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas dengan model inefisiensi teknis untuk mengetahui faktor sosial ekonomi dan karakteristik usahatani penyebab inefisiensi. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa untuk menghasilkan output maksimal, lahan, unsur pupuk nitrogen, unsur pupuk fosfor, dan tenaga kerja berpengaruh signifikan. Diantara variabel tersebut, lahan memiliki koefisien tertinggi yang bermakna peningkatan luas lahan memiliki dampak yang paling tinggi terhadap produksi dibandingkan dengan variabel lainnya. Peningkatan luasan lahan erat kaitannya dengan ekstensifikasi. Hal tersebut masih sangat memungkinkan untuk dilakukan di Kalimantan Tengah. Ketersediaan lahan yang luas menjadi faktor penyebabnya, khususnya pada lahan di kawasan food estate yang mayoritas merupakan areal yang sudah pernah atau siap untuk dijadikan lahan pertanian. Pada model inefisiensi teknis, didapatkan hasil bahwa mayoritas petani padi di Kalimantan Tengah belum efisien secara teknis. Hal tersebut ditandai dari tingkat efisiensi teknis petani yang secara rata-rata hanya sebesar 0,50. Secara teoritis, petani dapat menghasilkan output 2 kali lipat dari penggunaan input produksi saat ini jika petani lebih efisien. Dari 376 petani yang menjadi responden penelitian, 23,1% diantaranya sudah efisien secara teknis, sedangkan petani sisanya tidak efisien secara teknis. Dari fungsi produksi yang diestimasi sebelumnya, diketahui bahwa error term yang yang disebabkan inefisiensi teknis sebesar 96,7%. Jadi sangat relevan untuk melanjutkan pembahasan terkait faktor penyebabnya untuk dapat meningkatkan produksi padi. Dari 11 faktor yang diduga menjadi penyebab inefisiensi teknis, 6 diantaranya berpengaruh signifikan. Faktor-faktor tersebut adalah umur, jenis lahan, sistem tanam, penyuluhan, kelompok tani, dan SL-PTT. Memperbaiki kapasitas petani terkait dengan faktor ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi teknis petani padi di Kalimantan Tengah. Dalam rangka peningkatan efisiensi usahatani padi, para petani disarankan untuk berpartisipasi dalam penyuluhan yang diselenggarakan. Petani juga didorong untuk menggunakan sistem tanam tunggal dibandingkan sistem tanam tumpang sari. Selain itu, pemerintah juga secara proaktif menentukan kebijakan agar menarik petani-petani muda, menggalakkan penyuluhan pertanian, dan membangun saluran irigasi untuk memastikan sumber air bagi tanaman. Petani di kawasan food estate sebaiknya juga menerapkan saran yang telah disebutkan untuk meningkatkan kuantitas produksi dan keberhasilan dari food estate itu sendiri.id
dc.description.abstractRice is the main food ingredient consumed by the majority of Indonesian people. This commodity plays a strategic role not only from the economic aspect but also socially and politically. Good planning is necessary to continue providing an adequate rice supply to avoid various fluctuations, especially production from farmers in Indonesia. It is also the cause of considerable paddy farmers` growth to reach about 20 million Agricultural Business Households (RTUP). Paddy produced over the last two decades has continued to increase with an average growth of 0,43%. Average output of Harvested Dry Grain (GKP) paddy produced is 55 million tons per year. In the same period, agricultural intensification also played a role in increasing the productivity of paddy farming with a growth of 0,92%. Nevertheless, as one of the most important production factors, 11.5 million ha harvested land area is decreasing every year. 0.52% paddy harvested area has been decreasing annually since 2000. There are huge concerns over the declining of harvested area over the ability to sustain Indonesia's paddy production. On the other hand, rice market will still require sufficient supply due to continuously increasing population. The intensification method is focused to boost production with the condition of the sloping harvest area. As the epicenter of national paddy production, in the long term, Java Island is no longer able to provide sufficient paddy supplies due to 2 main reasons. First, because almost perfect technical efficiency level of paddy farming production and second, high rate conversion of agricultural land to non-agricultural land. These conditions are the reasons for finding alternative locations for paddy farming outside Java. One of the potential candidates is Central Kalimantan. At the same time, Central Kalimantan is chosen for food estate development located on the former Peatland Development area (PLG). This study aims to analyze and discuss paddy farming technical efficiency level in Central Kalimantan. Central Kalimantan paddy farmers technical efficiency level indirectly able to describe how good paddy farmers` performance of food estate area. The data used in this study is cross sectional secondary data. The research data was obtained from lts of the 2014 Paddy Business Household Survey which was part of the 2013 Central Bureau of Statistics Agricultural Census with the code ST2013-SPD.S. The research data were analyzed using the Cobb-Douglas stochastic frontier production function with a technical inefficiency model to determine socioeconomic factors and farming characteristics that cause inefficiency. Based on the results, harvested land, nitrogen fertilizer elements, phosphorus fertilizer elements, and labor had a significant effect in producing maximum output of paddy farm. Harvested land has the highest coefficient among these variables, which means that an increase in land area has the highest impact on production compared to other variables. The increase in harvested land area is closely related to agricultural extensification method. It is still very possible to do this in Central Kalimantan. Availability of extensive land is a contributing factor, especially on land in food estate areas, the majority of which are areas that have been or are ready to be used as agricultural land. The result of the technical inefficiency model shows that the majority of paddy farmers in Central Kalimantan are not yet technically efficient. This is indicated by the technical efficiency level of farmers which is only 0.50 on average. Theoretically, farmers can produce outputs 2 times higher with the current use of production inputs. 23,1% of 376 respondents were technically efficient, while the remaining farmers were technically inefficient. Error term caused by technical inefficiency is 96,7% obtained from previously estimated production function. Therefore, discussion related to the factors causing it to be able to increase paddy production is extremely relevant. 6 out of 11 factors considered causing technical inefficiency have a significant effect. These factors are age, land type, cropping system, agricultural extension, farmer groups, and farmers field school (SL-PTT). Improving farmer capacity related to this factor is expected to increase the technical efficiency of paddy farmers in Central Kalimantan. In order to increase the efficiency of paddy farming, farmers are recommended to participate in agricultural extension. Farmers are also encouraged to use a single cropping system instead of an intercropping system. In addition, the government also proactively determines policies to attract young farmers, promotes agricultural extension, and builds irrigation canals infrastructure to ensure water sources. Farmers in the food estate area should also apply the recommendations mentioned above to increase the production quantity and escalate the accomplishment ratio of the food estate itself.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleAnalisis Efisiensi Teknis Usahatani Padi di Kalimantan Tengah: Pendekatan Stochastic Frontierid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordCentral Kalimantanid
dc.subject.keywordFood estateid
dc.subject.keywordPaddy farmingid
dc.subject.keywordStochastic frontierid
dc.subject.keywordTechnical efficiencyid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record