Perdebatan Pemikiran Kebijakan Larangan Ekspor Kayu Bulat di Indonesia
Date
2022-04-14Author
Kurniadi, Drajad
Nugroho, Bramasto
Kartodihardjo, Hariadi
Rufiie
Metadata
Show full item recordAbstract
Kebijakan merupakan suatu prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan. Pembuatan kebijakan merupakan proses pertarungan antar aktor dalam kepentingannya dengan diskursus dan jaringan yang dibangunnya tidak terlepas dari manuver politik. Kebijakan perlu diletakkan sebagai proses politik sebagaimana juga terdapat proses-proses analitis atau pemecahan masalah. Pembuatan kebijakan dilakukan secara bertahap, kompleks, dan tidak linier, suatu proses yang dapat terputus atau berjalan lambat dan berat, suatu proses yang berulang dan seringkali berjalan berdasarkan pengalaman, belajar dari kesalahan, dan mengambil pelajaran dari kebijakan-kebijakan yang lalu.
Kerangka Advocacy Coalition Framework (ACF) adalah alternatif yang baik untuk pola tahap, karena ACF mempunyai asumsi klausal yang jelas, hipotesis yang dapat diuji secara empiris, peran nyata informasi, model nyata indvidu, dan berbagai siklus interaksi yang melibatkan ratusan aktor. Teori kebijakan ACF yang dikembangkan oleh Paul Sabatier menganggap bahwa sikap-sikap aktor dan perubahan-perubahan kebijakan diakibatkan oleh adanya sistem yang memungkinkan terjadinya sharing belief system yang relatif tidak berubah. Proses perdebatan atau kontestasi pemikiran kebijakan larangan ekspor kayu bulat terjadi melalui interaksi antar aktor. Sikap aktor dan perubahan kebijakan diakibatkan oleh adanya sistem yang memungkinkan terjadinya sharing belief system yang relatif tidak berubah.
Pemerintah kembali memberlakukan kebijakan larangan ekspor kayu bulat periode kedua pada tahun 2001. Kebijakan tersebut dimaksudkan agar nilai tambah pengolahan kayu bulat dapat diperoleh di dalam negeri dan untuk meningkatkan perolehan devisa dari ekspor kayu olahan. Penerapan kebijakan larangan ekspor kayu bulat periode kedua ini dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Kehutanan No. 1132/Kpts-II/2001, serta Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 292/MPP/Kep/10/2001 tanggal 8 Oktober 2001. Kebijakan larangan ekspor kayu bulat saat ini diatur dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 45 Tahun 2019 tentang Barang Dilarang Ekspor sebagai pengganti dari Peraturan Menteri Perdagangan No. 44/M-DAG/PER/7/2012 tentang Barang Dilarang Ekspor.
Permasalahan pengusahaan hutan di Indonesia terutama harga kayu bulat dan distorsi harga kayu bulat menjadi fokus serius pelaku usaha. Deregulasi kebijakan ekspor kayu bulat yang telah disampaikan Kementerian LHK, tetapi belum berhasil mengubah kebijakan larangan ekspor kayu bulat yang masih berlaku saat ini. Perdebatan pemikiran kebijakan larangan ekspor kayu bulat melibatkan berbagai aktor, baik dari pemerintah, BUMN, pelaku usaha, asosiasi perkayuan, LSM, akademisi, dan peneliti.
Tujuan utama penelitian ini adalah menganalisis, memahami dan mengungkap hasil perdebatan pemikiran kebijakan larangan ekspor kayu bulat untuk merubah keyakinan atas kebijakan saat ini, yang dijabarkan menjadi tujuan khusus, yaitu: 1) menganalisis kondisi pengusahaan hutan di Indonesia; 2) menganalisis pengetahuan dan diskursus yang digunakan oleh masing-masing aktor, siapa aktor yang terlibat dan jaringan apa saja yang digunakan, serta politik dan kepentingan yang mendasarinya; serta 3) menganalisis pembentukan koalisi advokasi dalam perdebatan pemikiran kebijakan larangan ekspor kayu bulat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Metode pengumpulan data dengan pengumpulan dokumen-dokumen kualitatif, wawancara kualitatif, dan observasi kualitatif. Sedangkan analisis data dengan menggunakan analisis struktur pengusahaan hutan, struktur harga kayu bulat, analisis isi, analisis proses kebijakan, analisis parameter ACF, serta analisis saluran tata niaga kayu bulat.
Hasil analisis, menghasilkan distorsi harga kayu bulat terjadi pada kayu bulat hutan alam, hutan tanaman, hutan rakyat, dan Perum Perhutani. Dengan memperhatikan potensi hutan tanaman dan hutan rakyat, serta kondisi kayu bulat Perum Perhutani. Margin keuntungan yang rendah atau bahkan mengalami kerugian dari beberapa pengelola HPH, HTI, Perum Perhutani, dan Hutan Rakyat dikarenakan permintaan hanya dari dalam negeri saja dengan kebijakan larangan ekspor kayu bulat yang masih tetap berlaku. Kondisi ini dapat mendorong bahwa usulan kebijakan ekspor kayu bulat cukup beralasan untuk dijalankan oleh pemerintah.
Narasi yang disampaikan oleh pihak Kementerian LHK dan aktor pendukungnya dalam berbagai forum diskusi, belum berhasil mengubah keyakinan pihak yang pro dengan kebijakan larangan ekspor kayu bulat. Hal ini disebabkan karena narasi yang disampaikan oleh Kementerian LHK masih lemah, belum didukung data dan informasi yang komprehensif. Kementerian LHK tidak mempunyai jaringan dan posisi politis yang kuat selama beberapa tahun terakhir, karena tidak mendapatkan dukungan dari pihak regulator kabijakan perdagangan, yaitu Kementerian Perdagangan. Kementerian LHK ke depan harus dapat memunculkan tokoh champions of untuk melakukan lobi-lobi yang baik dan membangun opini publik yang dapat memberikan dukungan kepada pihak yang kontra kebijakan larangan ekspor kayu bulat.
Hasil analisis penerapan ACF terhadap kebijakan larangan ekspor kayu bulat menunjukkan bahwa parameter relatif stabil selama 19 tahun implementasi kebijakan larangan ekspor kayu bulat terjadi relatif stabil. Parameter eksternal yang cukup dominan adalah perubahan opini publik dan faktor keputusan dan dampak kebijakan. Melalui pendekatan ACF diperoleh dua koalisi advokasi yang masing-masing mengusung arah logika kepercayaan, yaitu: Koalisi Advokasi A: pro kebijakan larangan ekspor kayu bulat, dan koalisi Advokasi B: kontra kebijakan larangan ekspor kayu bulat. Selain itu, ditemukan juga mediator kebijakan (broker kebijakan), yaitu: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Collections
- DT - Forestry [347]