dc.description.abstract | KWAPP merupakan bagian dari kawasan pesisir Kota Bengkulu yang
ditetapkan sebagai kawasan strategis wisata alam melalui Perda nomor 02 tahun
2012 dan nomor 14 tahun 2012. Sampai saat ini KWAPP Kota Bengkulu belum
mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap ekonomi daerah. Dalam
kurun waktu tahun 2000-2013 rata-rata kontribusi sektor pariwisata terhadap PDRB
Kota Bengkulu hanya 1,46 persen. Rendahnya kontribusi sektor pariwisata terhadap
perekonomian daerah dapat disebabkan oleh berbagai hal. Dalam studi pada
KWAPP Kota Bengkulu ketidakmampuan objek wisata ini memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap ekonomi daerah dikarenakan belum terkelolanya kawasan
dengan baik.
Pengelolaan KWAPP sebagai suatu obyek wisata memerlukan keterlibatan
berbagai stakeholder, baik dari unsur pemerintah, swasta, akademisi, kelompok
masyarakat dan masyarakat sekitar kawasan. Pengelolaan KWAPP eksisting berada
pada Dinas Pariwisata; belum melibatkan stakeholders lain sebagai pengelola.
Keterlibatan stakeholder lain dalam kawasan hanya terbatas sebagai pengguna
manfaat dari kawasan. Dalam rangka membangun pengelolaan KWAPP yang
berkeberlanjutan maka desain pengelolaan perlu dirancang guna menghasilkan
kelembagaan pengelola yang saling bersinergi antar berbagai stakeholder.
Rumusan desain pengelolaan KWAPP didahului dengan mengalisis
kesesuaian lahan dan kesesuian wisata yang dikembangkan. Dilanjutkan dengan
mengevaluasi status keberlanjutan sumberdaya KWAPP. Kemudian untuk
menemukan keterlibatan stakeholder lain dalam pengelolaan KWAPP dilakukan
analisis stakeholders. Melalui hasil analisis stakeholder ditemukan pola
sinergisitas antar stakeholder dan desain kelembagaan ideal dalam pengelolaan
KWAPP dapat ditentukan.
Hasil analisis indeks kesesuaian lahan, membuktikan bahwa KWAPP
‘sesuai’ untuk dijadikan kawasan wisata. Berdasarkan analisis Indek Kesesuaian
Wisata (IKW), KWAPP Kota Bengkulu cocok untuk dikembangkan sebagai
kawasan wisata alam dengan jenis wisata rekreasi pantai.
Hasil analisis keberlajutan melalui alat analisis multi dimension scaling
(MDS) menunjukan bahwa secara umum status keberlanjutan pengelolaan KWAPP
belum baik; dari 3 (tiga) dimensi keberlanjutan, hanya satu dimensi yaitu dimensi
ekologi termasuk dalam kategori Cukup Berkelanjutan (52.02), sedangkan pada
dimensi ekonomi termasuk kurang berkelanjutan (47.59), dan pada dimensi sosial
termasuk kurang berkelanjutan (42.74). Hasil analisis sensitivitas (leverage), untuk
mempertahankan atau meningkatkan status keberlanjutan, faktor pengungkit utama
yang harus diperhatikan para pemangku kepentingan adalah: (1) Tingkat
ketersediaan air bersih, (2) Keterpeliharaan lansekap alami, (3) Potensi pasar
kawasan wisata, (4) Kontribusi kawasan terhadap PAD, (5) Ketersediaan
transportasi wisata (6) pengetahuan pelestarian objek wisata (7) Keamanan
lingkungan objek wisata.
Kajian analisis stakeholder melalui metode wawancara mendalam (indepth
interview) kepada responden menghasilkan empat kelompok besar stakeholder
yang terlibat dalam pengelolaan KWAPP yaitu pemerintah daerah (Dinas
Pariwisata, Bappeda, Dinas Kelautan Perikanan), swasta (pengusaha industri
pariwisata), Perguruan tinggi (akademisi) dan masyarakat sipil (LSM, Pokdawis,
masyarakat lokal). Untuk peningkatan kinerja pengelolaan KWAPP maka keempat
stakeholders dengan peran, tugas dan tanggungjawab yang berbeda dapat
membangun kolaborasi untuk mencapai keputusan kolektif dalam pengelolaan
KWAPP Kota Bengkulu secara berkelanjutan.
Rumusan desain pengelolaan KWAPP yang direkomendasikan adalah
kelembagaan kolaborasi model Quadruple Helix. Agar keberlanjutan kelembagaan
kolaborasi pengelolaan dapat berlanjut, maka pemerintah kemudian harus
menghadirkan satu keputusan politik berupa kebijakan yang mampu menjadi
payung bagi seluruh stakeholders yang ada berupa peraturan daerah (PERDA)
yang mengatur peran, kewenangan dan relationship dari setiap stakeholders yang
terlibat. | id |