Regenerasi Petani melalui Transformasi Agropreneur Muda
Farmer Regeneration through Young Agropreneur Transformation
Abstract
Beberapa fakta menunjukkan bahwa regenerasi petani di Indonesia berjalan lambat dan relatif rendah. Pada tahun 2013 petani muda (<35 tahun) hanya 12,87 persen, sangat sedikit dibanding petani berusia lanjut (>54 tahun) yaitu 32,76 persen dan usia menengah (35 – 54 tahun) 54,37 persen. Selanjutnya, jumlah petani dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir (2003 ke 2013), telah mengalami penurunan sekitar 15 persen. Situasi ini diperparah dengan temuan yang mengindikasikan bahwa generasi muda memiliki persepsi, motivasi yang rendah dan kapasitas pengelolaan bidang pertanian yang masih terbatas. Generasi muda juga belum banyak memiliki pengalaman, karena walaupun sebagian mereka anak petani, belum tentu ikut terlibat dalam bidang pertanian. Generasi muda yang telah beraktivitas pada bidang pertanian juga lambat mencapai kemandirian dan belum diketahui keberlanjutan usaha pertaniannya.
Kondisi ini menuntut semua pemangku kepentingan untuk fokus berupaya melaksanakan regenerasi petani. Namun demikian besarnya tantangan dan ketatnya persaingan usaha pertanian saat ini dan masa depan, maka transformasi petani harus mewujudkan agropreneur muda yang lebih baik dibanding generasi sebelumnya. Agropreneur muda adalah petani muda yang memiliki kemampuan pengelolaan agribisnis dan wirausaha. Untuk mewujudkan hal tersebut memerlukan dukungan semua pihak yang bersentuhan langsung dengan petani seperti penyuluh pertanian, pemerintah, keluarga, komunitas dan pasar. Berbagai upaya yang dilakukan tersebut diperlukan untuk meningkatkan kapasitas wirausaha dan pengelolaan agribisnis yang semakin baik sehingga dapat mewujudkan agropreneur yang mandiri dan usaha pertanian yang berkelanjutan. Penelitian bertujuan untuk (1) menganalisis secara deskriptif transformasi agropreneur muda sebagai perwujudan regenerasi petani, (2) menganalisis faktor-faktor yang menentukan transformasi agropreneur muda, kapasitas kewirausahaan, kemandirian dan keberlanjutan usaha agropreneur muda, dan (3) menyusun model dan strategi regenerasi petani melalui transformasi agropreneur muda.
Penelitian dilaksanakan di tiga kabupaten di Jawa Barat yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Karawang dan Kabupaten Majalengka. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei. Populasi penelitian adalah agropreneur muda sebanyak 62.730 orang. Jumlah sampel dihitung menggunakan rumus slovin dengan galat 5 persen, sehingga diperoleh sampel 400 orang. Teknik cluster random sampling digunakan sebagai metode penentuan sampel. Sampel tersebar di Kabupaten Bogor 149, Kabupaten Karawang 114 dan Kabupaten Majalengka 137 orang. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan langsung dari sumber utama yaitu para agropreneur muda yang menjadi sampel penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner. Data sekunder dikumpulkan melalui mencatat, menggandakan dan mendokumentasikan. Instrumen penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data primer terdiri atas kuesioner dan panduan wawancara. Kuesioner terdiri atas daftar pernyataan/pertanyaan tertutup dan terbuka untuk wawancara terstruktur. Panduan
digunakan untuk wawancara mendalam. Peubah penelitian terdiri atas karakteristik individu (X1), dukungan eksternal (X2), peran penyuluh pertanian (X3), kapasitas kewirausahaan (X4), tingkat pengelolaan agribisnis (Y1), Kemandirian (Y2) dan keberlanjutan usaha (Y3). Instrumen penelitian telah melalui uji validitas dan reliabilitas dengan hasil valid dan reliabel. Analis data menggunakan analisis statistik deskriftif, uji beda mann-whitney, uji beda uni test, uji korelasi dan SEM (Struktural Equation Models).
Hasil penelitian menemukan telah terjadi transformasi agropreneur muda yang diwujudkan dengan pengelolaan agribisnis yang lebih baik dari generasi sebelumnya (orang tua) kepada generasi saat ini (agropreneur muda). Pada sistem pertanian, agropreneur muda sudah mulai bergeser ke pertanian yang lebih ramah lingkungan. Agropreneur muda juga menunjukkan pilihan yang lebih baik pada indikator pasokan input dengan memilih pedagang besar untuk menjadi sumber pasokan input dibanding orang tuanya yang sebagian besar memilih pedagang eceran. Pada subsistem budi daya, agropreneur menunjukkan kemajuan yang lebih baik dibanding orang tuanya. Pada penggunaan bibit, agropreneur muda lebih banyak memilih varietas unggul baru bersertifikat dibanding orang tuanya. Agropreneur muda juga lebih sering menggunakan alat dan mesin pertanian terutama traktor dalam mengolah tanah. Selanjutnya pada sumber modal usaha, keduanya masih menggunakan jasa tengkulak walau agropreneur muda memiliki porsi yang lebih kecil. Hasil penelitian menunjukkan kondisi karakteristik sosial ekonomi agropreneur muda di Kabupaten Bogor, Karawang dan Majalengka bervariasi. Rataan lama pendidikan formal agropreneur muda berada pada 8,3 sampai dengan 9,9 tahun setara Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tingkat pendidikan formal agropreneur muda sudah lebih baik dibandingkan dengan petani keseluruhan. Sebagian besar agropreneur muda tidak pernah mengikuti pelatihan maupun magang. Semua agropreneur muda sudah memiliki akses terhadap TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) dengan sebagian besar berada pada 6 sampai 9 kali per minggu. Akses TIK ini seperti chat melalui pesan singkat dan whatsApp, telephone dan browsing pada saluran internet. Saluran media yang paling sering diakses adalah whatsapp, baik pribadi maupun grup. Isi chat terkait pertanian yang sering tampil diantaranya adalah informasi komoditas/varietas, produk yang dibutuhkan, harga dan pasar. Agropreneur muda memiliki persepsi yang cukup baik pada bidang pertanian namun sebagian besar agropreneur muda memiliki tingkat motivasi pada usaha pertanian yang rendah. Agropreneur muda menilai dukungan eksternal seperti pemerintah, keluarga, komunitas dan pasar masih rendah. Agropreneur muda mengaku belum menjadi sasaran utama penyuluhan sehingga peranan penyuluh pertanian dinilai masih rendah. Demikian juga kapasitas kewirausahaan, tingkat pengelolaan agribisnis, kemandirian dan keberlanjutan usaha pertaniannya tergolong rendah.
Berdasarkan hasil analisis Structural Equation Modeling (SEM) ditemukan bahwa kapasitas kewirausahaan dipengaruhi secara langsung dan positif oleh (1) peranan penyuluh pertanian yang tercermin sebagai fasilitator, komunikator, motivator dan konsultan, dan (2) karakteristik individu agropreneur muda yang tercermin dalam tingkat pendidikan formal, tingkat akses TIK, persepsi dan motivasi. Tingkat pengelolaan agribisnis agropreneur muda direfleksikan oleh subsistem pasokan input, budi daya, pasca panen, pemasaran, nilai jual dan dipengaruh secara langsung dan positif oleh (1) kapasitas kewirausahaan yang
kemampuan adaptasi, kepemimpinan, kemampuan mengelola usaha dan menjalin kerjasama; (2) dukungan eksternal yang direfleksikan oleh dukungan pemerintah, keluarga, komunitas dan pasar. Kemandirian agropreneur muda dipengaruhi secara langsung dan positif oleh tingkat pengelolaan agribisnis. Keberlanjutan usaha pertanian agropreneur muda dipengaruhi secara langsung dan positif oleh kemandirian agropreneur muda.
Strategi penguatan transformasi agropreneur muda dirumuskan melalui sistem alur input, process, output, outcome dan impact. Input dalam strategi penguatan transformasi agropreneur muda meliputi karakteristik agropreneur muda, dukungan eksternal dan peranan penyuluh pertanian. Optimalisasi karakteristik individu agropreneur muda meliputi peningkatan pendidikan formal, akses TIK, persepsi dan motivasi generasi muda terhadap pertanian. Optimalisasi dukungan eksternal dapat ditempuh melalui penguatan dukungan pemerintah, dukungan keluarga, dukungan komunitas dan pasar. Peranan penyuluh pertanian sebagai fasilitator, komunikator, motivator dan konsultan diselaraskan dengan menjadikan agropreneur muda sebagai sasaran penyuluhan. Selanjutnya peningkatan kapasitas kewirausahaan agropreneur muda sebagai proses menuju terciptanya usaha pertanian yang tangguh dapat ditempuh melalui peningkatan kemampuan adaptasi, kepemimpinan, kemampuan mengelola usaha dan kemampuan menjalin kerja sama. Output yang diharapkan dari model ini adalah bertambahnya jumlah agropreneur muda dan usaha pertaniannya yang semakin lebih baik. Peningkatan kemandirian agroprener muda merupakan keluaran yang diharapkan dari penguatan transfromasi agropreneur muda. Terjaganya keberadaan petani dan terwujudnya keberlanjutan usaha pertanian merupakan dampak yang diharapkan sebagai akibat dari proses transfromasi agropreneur muda ini.
Collections
- DT - Human Ecology [537]