Kajian Sistem Sosial-Ekologi Untuk Pengelolaan Teluk Berkelanjutan (Studi Kasus: Teluk Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat)
Date
2021-09-16Author
Munawar
Adrianto, Luky
Boer, Mennofatria
Imran, Zulhamsyah
Metadata
Show full item recordAbstract
Teluk Bima merupakan perairan semi tertutup yang berhubungan langsung
dengan Laut Flores. Luas perairan Teluk Bima adalah 169,05 km2 dan panjang
garis pantai 78 km2. Konsep pengembangan Kota Bima sebagai “Waterfront City”
diikuti oleh penetapan Teluk Bima sebagai zona pariwisata dan zona pelabuhan
dalam Perda nomor 12 Tahun 2017 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Hal ini
ditindaklanjuti dengan penetapan desa wisata melalui Surat Keputusan (SK)
Gubernur NTB Nomor: 050.13-366 Tahun 2019 tentang Penetapan 99 Lokasi Desa
Wisata di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kebijakan tersebut tentunya akan
berdampak pada mata pencaharian sekitar 5127 jiwa penduduk di wilayah pesisir
berprofesi sebagai pembudidaya perikanan dan nelayan kecil. Hal ini berimplikasi
kepada semakin meningkatnya pemanfaatan wilayah pesisir untuk meningkatkan
ekonomi di kawasan Teluk Bima. Orientasi pembangunan ekonomi ini berdampak terhadap rusaknya lingkungan dan ekosistem pesisir. Meningkatnya populasi penduduk, sedimentasi, reklamasi pantai, limbah, alih fungsi ruang produktif teluk, rusaknya ekosistem mangrove dan terumbu karang merupakan kondisi yang sedang terjadi di Teluk Bima. Masalah yang terjadi saat ini menggambarkan belum adanya sinkronisasi arah pengembangan kawasan Teluk Bima secara sosial, ekonomi, dan ekologi. Kondisi ini akan, berdampak terhadap meningkatnya perubahan penggunaan lahan dan konversi lahan untuk area terbangun serta overlapping deliniasi batasan kewenangan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan RZWP3K terkait dengan batasan wilayah pesisir. Tujuan penelitian ini: 1) memetakan sistem sosial-ekologi (SSE) dan jasa ekosistem Teluk Bima; 2) menentukan alokasi ruang multi-use pesisir Teluk Bima dengan pendekatan spasial; 3) mengestimasi daya dukung pemanfaatan ruang pesisir Teluk Bima; 4) merumuskan kebijakan pengelolaan Teluk Bima secara berkelanjutan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1) analisis keterkaitan (R-SNA) dan Burkhard Model; 2) analisis GIS; 3) analisis ecological footprint dan biokapasitas; dan 4) analisis sistem dinamik. Hasil analisis keterkaitan dan Burkhard Model menunjukkan
bahwa nodes yang memiliki peranan penting dalam jaringan berdasarkan nilai degree adalah usaha perikanan (Up), ikan (I), pasar (P), hasil perikanan (Hp), jumlah kunjungan (Jv) dan aturan daerah (Ad). Hubungan node yang paling tinggi atau nilai
betweenness adalah hubungan antara node aturan daerah (Ad) dengan node jumlah
kunjungan (Jv) memiliki nilai tertinggi sebesar 41.98. Terdapat 6 pengelompokan
hubungan dalam jaringan Teluk Bima yang diukur dengan melihat matriks
kesamaan seperti kesamaan vertex dan edge betweenness. Berdasarkan loop
analysis dengan model simulasi menunjukkan bahwa simulasi gabungan terhadap
node penting dengan proporsi 100% memberikan dampak positif adalah nodes
wilayah administrasi (Wl), harga (p) dan komoditas (K), sedangkan node yang
berpengaruh negatif dengan proporsi 100% yaitu pondok wisata (Ts), PPI/TPI (Ti), pembangunan sarana publik (Sp), income palele (Il), income wisata (Ic), dan tujuan
wisata (Dw). Penilaian jasa ekosistem berdasarkan indeks budget bersih adalah
negatif atau defisit jasa ekosistem menunjukkan bahwa sumberdaya tidak mampu
memenuhi permintaan manusia akan barang dan jasa ekosistem. Hasil kesesuaian spasial berdasarkan kelas kesesuaian atau peruntukan Teluk Bima untuk kelas kesesuaian budidaya laut dengan alokasi ruang sekitar 5370 ha atau 36,2% dari total area sebesar 14.814,9 ha. Area peruntukan untuk aktivitas perikanan tangkap adalah 79,5% dari total area teluk dan sisanya untuk pariwisata khususnya wisata pantai.
Daya dukung kawasan perairan Teluk Bima untuk sistem perikanan secara spasial pada kondisi yang undershoot, akan tetapi secara biokapasitas menunjukkan
overshoot, karena nilai ketersediaan ruang untuk perikanan tangkap lebih besar
dibandingkan dengan kebutuhan ruang ekologis. Untuk wisata pantai kawasan
Teluk Bima dihitung dengan membandingkan jumlah rata-rata komponen limbah
(limbah dapur, kertas dan tekstil serta transportasi yang dihasilkan wisatawan
dengan ketersediaan ruang untuk wisata pantai pada 3 lokasi pengamatan menunjukkan kondisi yang undershoot secara spasial, akan tetapi overshoot secara
biokapasitas. Kebijakan pengelolaan Teluk Bima menunjukkan bahwa skenario
terbaik adalah skenario 2 karena memberikan kontribusi peningkatan nilai
pendapatan daerah yang lebih besar dibandingkan dengan skenario lainnya
Collections
- DT - Fisheries [725]