dc.description.abstract | Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbanyak ketiga dunia merupakan salah satu konsumen gula tertinggi. Angka konsumsi gula tahun 2017/18, baik konsumsi rumahtangga maupun industri makanan minuman, sebesar 6378 ribu ton. Konsumsi terus naik hingga 6670 ribu ton di tahun 2018/19. Konsumsi gula Indonesia diperkirakan terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk terutama penduduk kelas menengah. Konsumsi gula diperkirakan akan mencapai 6800 ribu ton hingga semesater pertama tahun 2020. Di sisi lain, konsumsi yang tinggi tidak terpenuhi oleh produksi dalam negeri. Produksi dalam negeri selama tiga tahun terakhir hanya mencapai sepertiga konsumsi domestik yaitu sekitar 2100 ribu ton di tahun 2017/18. Angka ini diperkirakan terus bertahan hingga pertengahan tahun 2020.
Sejak 2016, Indonesia telah menjadi negara importir gula nomor satu dunia melampaui Tiongkok. Tingkat konsumsi gula Indonesia terus naik. Sebaliknya, produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi permintaan dan Indonesia harus mengimpor gula. Di tahun 2020, Indonesia diprediksi terus mengimpor gula hingga sebanyak 4400 ribu MT gula mentah. Indonesia akan terus mengimpor gula karena produksi diperkirakan turun di 2019/20 karena penyempitan areal tanam. Selain itu, sebagian besar pabrik penggilingan tebu di Indonesia berusia lebih dari seratus tahun dan menyebabkan tingkat rendemen hanya sebesar 6.9%. Liberalisasi perdagangan ditandai dengan perubahan corak perdagangan yang menuju pada kesamaan terms of trade karena distorsi perdagangan berupa tariff dan non tariff secara perlahan akan hilang. Liberalisasi perdagangan akan mengarah pada hukum satu harga pada semua pasar. Liberalisasi perdagangan dimulai ketika 23 negara anggota General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) merumuskan Havana Charter tentang konsesi penurunan tarif pada tahun 1946 hingga Uruguay Round (1986–1994) yang sepakat membentuk World Trade Organization/WTO. Sampai saat ini, bentuk perjanjian perdagangan berupa zona integrasi ekonomi melahirkan kesepakatan semacam Custom Union hingga zona perdagangan bebas di antara negara – negara sekawasan.
Penelitian ini bertujuan (1) Menganalisis daya saing industri gula Indonesia dengan metode Policy Analysis Matrix, (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri gula Indonesia, dan (3) Mengevaluasi dampak kebijakan harga pembelian pemerintah dan tarif impor terhadap industri gula Indonesia periode 2015-2017.
Model industri gula Indonesia yang dibangun dalam penelitian ini merupakan sistem persamaan simultan. Model yang telah dirumuskan terdiri dari 31 persamaan dengan 18 persamaan struktural dan 13 persamaan identitas. Berdasarkan kriteria order condition disimpulkan bahwa setiap persamaan struktural yang terdapat dalam model adalah over identified. Selanjutnya, model diestimasi menggunakan metode 2SLS dengan prosedur SYSLIN. Simulasi historis menggunakan metode NEWTON dengan prosedur SIMNLIN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dengan rentang waktu tahun 1995–2017.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan luas areal perkebunan tebu di Pulau Jawa pada setiap status kepemilikan dipengaruhi oleh luas areal tanam tahun sebelumnya. Variabel yang sama ditambah dengan jumlah pabrik penggilingan tebu yang didirikan di luar Pulau Jawa mempengaruhi luas areal tanam tebu perkebunan luar Pulau Jawa. Permintaan gula rumahtangga Indonesia dipengaruhi oleh harga gula eceran, harga barang komplementer yaitu harga kopi, serta pendapatan domestik bruto. Sedangkan, permintaan gula oleh industri makanan minuman dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan jumlah gula yang diminta oleh industri tersebut pada tahun sebelumnya. Harga gula di Indonesia yaitu harga gula tingkat petani dan harga gula eceran dipengaruhi oleh harga gula pedagang besar. Sedangkan harga gula tingkat pedagang besar dipengaruhi oleh harga tahun sebelumnya.
Menguji daya saing gula Indonesia, penelitian ini menggunakan metode PAM (Policy Analysis Matrix). Rasio harga domestik (DRCR) adalah sebesar 2.04. Angka ini berarti produksi gula domestik Indonesia, dibandingkan luar negeri, dua kali lebih tinggi. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa perbaikan kapasitas pabrik penggilingan tebu dan perluasan areal tanam tebu di luar Pulau Jawa mampu meningkatkan penerimaan finansial petani hingga mencapai 47 884 ribu rupiah per hektar dan penerimaan ekonomi hingga sebesar 38 408 ribu rupiah per hektar. Angka DRCR 0.92 menunjukkan bahwa dengan kombinasi kebijakan tersebut, Indonesia mampu meningkatkan daya saing industri gula nasional. Biaya produksi gula dalam negeri menjadi lebih redah dibandingkan biaya impor gula mentah. | id |