Studi Termografi Inframerah dan Metode Invasif sebagai Penentu Kondisi Fisiologis, Produksi, dan Reproduksi Kambing Perah
Date
2021Author
Pamungkas, Fitra Aji
Purwanto, Bagus Priyo
Manalu, Wasmen
Yani, Ahmad
Sianturi, Riasari Gail
Metadata
Show full item recordAbstract
Pembangunan peternakan di jaman modern ini sudah harus dilakukan dan tidak bisa dikesampingkan lagi dengan penggunaan teknologi, apalagi di era digital seperti saat ini yang hampir semua sektor mengusung revolusi industri 4.0. Revolusi industri 4.0 sebagai industri generasi berikutnya menggunakan berbagai teknologi canggih seperti cyber-physical system (CPS), Internet of Things (IoT), cloud computing (komputasi awan), artifisial intelijen. Industri 4.0 menjanjikan potensi besar yang dapat meningkatkan industri peternakan khususnya produksi susu. Melalui penerapan teknologi dipastikan produktivitas dari peternakan akan semakin meningkat karena melalui teknologi akan mendorong terciptanya inovasi-inovasi yang bisa digunakan di masa kini maupun yang akan datang.
Di sisi lain, beberapa penilaian parameter fisiologis, produksi, dan reproduksi khususnya pada kambing perah biasanya menggunakan metode invasif, seperti pengukuran suhu rektal, pernapasan, denyut jantung, parameter hematologis, deteksi mastitis, maupun deteksi berahi. Metode invasif menunjukkan hasil yang kurang akurat karena respons anxiogenik prosedur itu sendiri sehingga menyulitkan dalam hal menginterpretasikan hasil. Metode invasif ini juga bersifat subjektif, membutuhkan waktu dan tenaga dan ada kekhawatiran tidak memperhatikan kesejahteraan ternak sehingga penggunaan termografi inframerah menjadi salah satu solusi alternatif yang bisa digunakan apalagi di era revolusi industri 4.0.
Termografi inframerah (IRT) adalah metode penginderaan non-invasif yang digunakan dalam mengukur perubahan transfer panas dan aliran darah melalui deteksi perubahan temperatur tubuh. Setiap bagian tubuh ternak memancarkan jumlah radiasi panas dalam bentuk inframerah berupa spektrum elektromagnetik yang berbeda dan diinterpretasikan dalam sebuah peta termal dengan perbedaan warna yang dihasilkan. Hasil penginderaan yang diperoleh dengan alat termografi inframerah memungkinkan dilakukannya pengamatan langsung pada distribusi temperatur pada suatu objek sehingga informasi tersebut sangatlah membantu dalam monitoring parameter fisiologis, produksi, maupun reproduksi ternak.
Penelitian ini terdiri atas 4 bagian, bagian pertama bertujuan untuk mengevaluasi perubahan fisiologis, hematologis, gambaran hasil penginderaan IRT serta korelasinya pada kambing perah Sapera dara dengan konsumsi pakan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons hematologis dan gambaran hasil penginderaan IRT keempat kelompok tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05), sedangkan respons fisiologis menunjukkan perbedaan hanya di beberapa titik pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan yang terjadi hanya sebagai bentuk respons adaptif kambing perah Sapera dara akibat pembatasan kuantitas pakan. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi yang nyata antara parameter fisiologis kambing (kecuali parameter hematologis) dengan hasil penginderaan IRT sebesar 0,38-0,85 menunjukkan bahwa hasil penginderaan IRT secara umum dapat diterapkan untuk menilai kondisi fisiologis kambing dara.
Penelitian bagian kedua bertujuan untuk mengevaluasi perubahan fisiologis, hematologis, gambaran hasil penginderaan IRT serta korelasinya pada kambing perah Sapera induk dalam kondisi bunting dengan konsumsi pakan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons hematologis dan hasil penginderaan IRT dari keempat kelompok tidak menunjukkan perbedaan (P>0,05), sedangkan respons fisiologis menunjukkan perbedaan hanya di beberapa titik pengamatan, namun secara umum masih berada dalam kondisi normal. Hal ini menunjukkan bahwa kambing perah Sapera induk memiliki kemampuan adaptif terhadap pembatasan kuantitas pakan meskipun dalam kondisi bunting. Korelasi antara hasil penginderaan IRT dengan parameter fisiologis kambing (kecuali denyut jantung dan hematologis) sebesar 0,40-0,53 menunjukkan bahwa hasil penginderaan IRT dapat diterapkan untuk menilai kondisi fisiologis kambing induk kondisi bunting.
Penelitian bagian ketiga bertujuan untuk menguji sejauh mana korelasi antara IRT dengan metode invasif dalam deteksi dini mastitis pada kambing perah masa laktasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa temperatur kambing yang mengalami mastitis subklinis sebesar 38,34-38,62 °C. Rataan produksi susu kambing dengan skor uji mastitis +3 sebesar 957±250 ml/hari, sedangkan untuk kambing dengan skor uji mastitis normal hingga +2 selama enam bulan masa laktasi sebesar 1.281±253 ml/hari. Adanya korelasi antara hasil penginderaan IRT ambing kanan/kiri dengan skor uji mastitis maupun jumlah sel somatik (SCC) sebesar 0,62-0,71 menunjukkan bahwa hasil penginderaan IRT dapat menjadi metode diagnostik dalam skrining mastitis subklinis pada kambing perah.
Penelitian bagian keempat bertujuan untuk mengevaluasi visualisasi respons berahi, pengukuran suhu vagina, suhu rektal, nilai skor Draminski® estrus detector, dan gambaran hasil penginderaan IRT (pada bagian vagina dan anal) serta korelasinya dalam deteksi estrus pada kambing perah. Hasil penelitian menunjukkan semua kambing menunjukkan onset estrus pada 24-32 jam setelah CIDR® dicabut. Rataan Tvagina dan Trektal selama estrus (39,20±0,13 dan 39,20±0,15 °C) lebih tinggi dibandingkan rataan hasil IRTvulva dan IRTanal selama estrus (37,03±0,17 dan 37,04±0,10 °C) dengan nilai Draminski® estrus detector berkisar antara 356-373 pada saat estrus. Korelasi positif antara gambaran hasil IRTvulva dan IRTanal dengan Tvagina dan Trektal sebesar 0,446-0,553 menunjukkan bahwa hasil penginderaan IRT dapat menjadi alat yang berguna dalam deteksi estrus pada kambing.
Aplikasi termografi inframerah berdasarkan keempat hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat dijadikan solusi alternatif di era Revolusi Industri 4.0 untuk menggantikan hasil pengukuran invasif yang selama ini digunakan dalam penentuan kondisi fisiologis, produksi, dan reproduksi terutama pada kambing perah. The development of livestock in this modern era must be done and cannot be ruled out again by the use of technology, especially in the digital era like today where almost all sectors carry the industrial revolution 4.0. Industry 4.0 as our next generation of industry uses various advanced technologies such as cyber-physical system (CPS), Internet of Things (IoT), and cloud computing for automation and intelligence manufacturing As Industry 4.0 promises a huge potential that could improve the operations of dairy industry. Through the application of technology, it is certain that the productivity of livestock will increase because through technology it will encourage the creation of innovations that can be used now and in the future.
On the other hand, several assessments of physiological parameters, production, and reproduction in dairy goats usually use invasive methods, such as measurement of rectal temperature, respiration, heart rate, hematological parameters, detection of mastitis and estrus. Invasive methods can produce unreliable results due to anxiogenic responses resulting from the procedure itself, thus making it difficult to interpret the results. This invasive methods can also subjective, require significant time and resources for determination of parameters, and there are concerns about not paying attention to the animal welfare, so the use of infrared thermography is an alternative solution that can be used, especially in the era of the industrial revolution 4.0.
Infrared thermography is a noninvasive remote sensing method used in measuring changes in heat transfer and blood flow, through the detection of small changes in body temperature. Each region of the animal emits different amounts of infrared radiation in the form of an electromagnetic spectrum and is interpreted in a thermal map with the resulting color differences. The sensing results obtained with infrared thermography allow direct observations of the temperature distribution of an object so that this information is very helpful in monitoring physiological, production, and reproduction parameters.
This study consists of 4 parts, the first part aims to evaluate physiological, haematological changes, descriptions of IRT sensing results and their correlation in young Sapera dairy goats with different feed consumption. The results showed that the haematological responses and IRT sensing results of the four groups did not show a significant difference (P>0.05), while the physiological responses showed differences only at some points of observation. This shows that the difference that occurs is only as a form of adaptive response of young Sapera dairy goats due to the limitation of feed quantity. The results showed that there was a significant correlation between the physiological parameters of the goats (except the hematological parameters) and the results of IRT sensing of 0.38-0.85 indicating that the results of the IRT sensing in general could be applied to assess the physiological condition.
The second part of the study aims to evaluate physiological, haematological changes, the description of IRT sensing results and their correlation in the pregnant Sapera dairy goat with different feed consumption. The results showed that the haematological responses and IRT sensing results of the four groups did not show any difference (P>0.05), while the physiological responses showed differences only at some points of observation, but in general they were still in normal conditions. This indicates that Sapera dairy goat has an adaptive ability to limit the quantity of feed even though it is pregnant. The correlation between IRT sensing results with physiological parameters of goats (except heart rate and hematological) of 0.40-0.53 indicates that IRT sensing results can be applied to assess the physiological condition of pregnant dairy goats.
The third part of the study aims to examine the correlation between IRT and invasive methods in early detection of mastitis in lactating dairy goats. The results showed that the temperature of goats with subclinical mastitis was 38.34-38.62 °C. The average milk production of goats with a mastitis test score of +3 was 957±250 ml/day, while for goats with a normal mastitis test score of +2 was 1,281±253 ml/day. The correlation between the results of the IRT right/left udder with the mastitis test score and the number of somatic cells (SCC) of 0.62-0.71 indicates that the IRT sensing results can be a diagnostic method in screening for subclinical mastitis in dairy goats.
The fourth part of the study aimed to evaluate the visualization of the estrus response, measurement of vaginal and rectal temperature, the value of the Draminski® estrus detector score, the description of IRT sensing results (in the vagina and anal) and their correlation in estrus detection in dairy goats. The results showed that all goats showed onset of estrus at 24-32 hours after the CIDR® was withdrawn. The mean vaginal and rectal temperature during estrus (39.20 ± 0.13 and 39.20 ± 0.15 °C) were higher than the average results of IRTvulva and IRTanal during estrus (37.03±0.17 and 37.04±0.10 °C) with the Draminski® estrus detector values ranging from 356-373 at the time of estrus. The positive correlation between IRTvulva dan IRTanal dengan Tvagina dan Trektal of 0.446-0.553 indicates that IRT sensing results can be a useful tool in the detection of estrus in goats.
The application of infrared thermography based on the four research results that have been carried out can be used as an alternative solution to replace the results of invasive measurements that have been used in determining physiological, production, and reproductive conditions, especially in dairy goats.
Collections
- DT - Animal Science [344]