Show simple item record

dc.contributor.advisorSulistijorini
dc.contributor.advisorChikmawati, Tatik
dc.contributor.authorSanjaya, Made Ari
dc.date.accessioned2021-08-05T10:05:28Z
dc.date.available2021-08-05T10:05:28Z
dc.date.issued2021
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/108151
dc.description.abstractPersebaran tumbuhan paku cukup tinggi di Pulau Bali. Keberadaan ekosistem hutan hujan tropis dan terdapat beberapa gunung sehingga membuat Pulau Bali memiliki keanekaragaman spesies tumbuhan yang tinggi. Salah satu gunung yang terdapat di Pulau Bali adalah Gunung Batur yang mengalami letusan terakhir pada tahun 2000. Pada saat letusan tersebut, salah satu wilayah yang terkena dampaknya adalah Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Batur Bukit Payang Kintamani-Bali. Kawasan ini memiliki tipe ekosistem yang khas, seperti ekosistem hutan sekunder dan ekosistem sabana. Ekosistem-ekosistem tersebut memiliki peranan penting di dalam menyediakan tempat tumbuhnya spesies tumbuhan tertentu. Akan tetapi, dengan adanya letusan gunung berapi berpotensi mengubah keanekaragaman spesies, salah satunya adalah tumbuhan paku terestrial. Dengan permasalahan tersebut, tujuan penelitian ini untuk: (1) menganalisis keanekaragaman tumbuhan paku terestrial berdasarkan komposisi, kesamaan spesies dan pola penyebaran; (2) menganalisis keanekaragaman tumbuhan paku terestrial berdasarkan morfologi dan struktur reproduksi; (3) menganalisis faktor lingkungan yang memengaruhi komposisi spesies tumbuhan paku terestrial. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2020. Penelitian dilakukan dengan metode eksplorasi dan analisis vegetasi. Pengambilan sampel yang dilakukan yaitu metode purposive sampling pada dua jalur transek sepanjang 100 meter dengan petak pengamatan yang berukuran (3 x 3) m2 pada setiap lokasi ekosistem hutan sekunder dan sabana di Kawasan TWA Gunung Batur Bukit Payang Kintamani-Bali. Data keanekaragaman tumbuhan paku terestrial dianalisis dengan menghitung Indeks Nilai Penting (INP), tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan paku ditentukan dengan menggunakan indeks keanekaragaman (H′) Shannon-Wiener. Data morfologi dan struktur reproduksi dianalisis dengan analisis deskriptif-kualitatif yang disusun dalam bentuk kunci identifikasi. Data kesamaan spesies antar dua tipe ekosistem yang berbeda dihitung dengan rumus Sorenson. Pola distribusi tumbuhan paku terestrial dihitung dengan menggunakan Indeks Morisita (Id) dan dikorelasi menggunakan aplikasi QGIS pemetaan versi 3.10. Parameter iklim mikro yang diamati meliputi indikator suhu, kelembapan, derajat keasaman, kecepatan angin, naungan dan intensitas cahaya. Selanjutnya, dianalisisi dengan menggunaan canonical correspondence analysis (CCA). Waktu pengambilan data lingkungan dilakukan tiga kali sehari pada waktu pagi, siang dan sore. Sebanyak 31 spesies tumbuhan paku terestrial yang tergolong dalam 11 famili. Famili Pteridaceae yang paling banyak ditemukan yaitu 10 spesies. Adapun 19 spesies dijumpai pada ekosistem hutan sekunder, 16 spesies pada ekosistem sabana dan empat spesies yang sama tumbuh di kedua ekosistem. Hasil indeks nilai penting ditemukan empat spesies dengan nilai lebih dari 20 % di Ekosistem Hutan Sekunder. Nilai INP dari ke empat spesies tersebut juga berdekatan atau dalam kisaran yang sama, tidak ada yang mutlak (jauh di atas spesies yang lain). Spesies tersebut yaitu; M. speluncae memiliki nilai INP sebesar (23,46), Dryopteris sp. memiliki nilai (22,17), A. pellucidum dengan nilai (21,66) dan D. esculentum ii (20,04), sedangkan empat spesies tumbuhan paku terestrial dengan INP tinggi di Ekosistem Sabana yaitu; A. raddianum memiliki nilai indeks (48,09), P. biaurita (37,44), A. poiretii memiliki INP (33,78) dan A. capillus-veneris (33,71). Indeks keanekaragaman dari ekosistem hutan sekunder lebih besar (H’= 2,7) dibandingkan dengan ekosistem sabana (H’= 2,5). Distribusi populasi tumbuhan paku terestrial penyebarannya berkelompok. Ekosistem hutan sekunder dan sabana memiliki perbedaan khas pada: 1) komposisi spesies; 2) topografi; 3) naungan; dan 4) iklim mikro. Eksistensi tumbuhan paku terestrial tidak terlepas dari faktor lingkungan yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan paku. Intensitas cahaya, kelembapan tanah/udara merupakan faktor utama yang memengaruhi distribusi spesies di Ekosistem Hutan Sekunder, sedangkan kecepatan angin dan kelembapan tanah/udara menjadi faktor utama keberadaan spesies di Ekosistem Sabana.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleKeanekaragaman Tumbuhan Paku Terestrial di Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Batur Bukit Payang Kintamani-Baliid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordfernsid
dc.subject.keywordpteridaceaeid
dc.subject.keywordsavannaid
dc.subject.keywordsecondary forestid
dc.subject.keywordterrestrialid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record