Analisis Bioekonomi Multispesies Perikanan Pelagis di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap

Abstract

Alat tangkap Jaring Insang Hanyut merupakan salah satu jenis alat tangkap Jaring Insang yang mendominasi rata-rata hasil tangkapan di PPS Cilacap dengan hasil tangkapan terbesar yaitu spesies pelagis antara lain spesies Cakalang (Katsuwonus pelamis), spesies Tuna Kecil Mata Besar (Thunus Obesus), spesies Layur (Trichiurus lepturus), dan Ikan Lainnya. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi tingkat eksploitasi aktual, menganalisis hubungan interaksi multispesies, mengestimasi tingkat eksploitasi optimal dan tingkat kelestarian multispesies sumberdaya perikanan Cakalang, Tuna Kecil Mata Besar, Layur, dan Ikan Lainnya dan menganalisis kebijakan usaha perikanan multispesies pelagis dengan alat tangkap Jaring Insang Hanyut dalam hubungan antara sub sistem ekologi, sub sistem ekonomi, dan sub sistem sosial serta mensimulasikan skenario kebijakan dalam rangka peningkatan produksi perikanan berkelanjutan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis bioekonomi multispesies, analisis sistem dinamik, analisis kelayakan usaha investasi. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer berupa data hasil wawancara dan observasi di PPS Cilacap yang digunakan untuk analisis pengembangan investasi dan mengetahui kondisi terkini perikanan jaring insang hanyut. Data sekunder berupa data time series pendaratan ikan selama 10 tahun (2010-2019) yang digunakan untuk analisis bioekonomi multispesies dan analisis sistem dinamik. Hasil penelitian menggunakan analisis bioekonomi multispesies menunjukkan bahwa berdasarkan model surplus produksi Walters and Hilborn mengindikasikan terjadi tidak terjadi kelebihan tangkap pada tahun 2010-2019. Rata-rata produksi aktual lebih kecil dari nilai hasil maksimum lestari (MSY) dan rata-rata usaha aktual juga lebih kecil dari nilai hasil ekonomi maksimum (MEY). Hubungan interaksi multispesies sumberdaya perikanan Cakalang, Tuna Kecil Mata Besar, dan Layur yang ditangkap dengan jaring insang hanyut di PPS Cilacap menunjukkan masing-masing spesies bersifat independent dan saling berkompetisi. Hubungan kompetisi antara Cakalang, Tuna Kecil Mata Besar, dan Layur adalah koeksistensi stabil dimana semua spesies meskipun berkompetisi makanan, hidupnya berdampingan dengan kelimpahan yang saling heterogen dalam ekosistem di perairan PPS Cilacap dan sekitarnya. Perubahan biomassa spesies dalam kondisi stabil koeksistensi untuk Layur mengalami penurunan biomassa yang cukup tinggi pada saat dibandingkan dengan Cakalang dan Tuna Kecil Mata Besar. Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya perikanan Layur merupakan spesies yang dominan terdapat di Perairan PPS Cilacap dan dominan ditangkap, sehingga perlu pengaturan dalam penangkapan dan keberadaan spesies lainnya tidak dapat diabaikan begitu saja. Rata-rata penangkapan aktual untuk Cakalang dan Tuna Kecil Mata Besar lebih besar daripada penangkapan optimal, sedangkan rata-rata penangkapan aktual spesies Layur dan spesies Ikan Lainnya lebih kecil daripada penangkapan optimal. Rente ekonomi aktual menunjukkan bahwa pengelolaan Cakalang, Tuna Kecil Mata Besar, dan spesies Layur sudah menunjukkan tingkat efisiensi ekonomi yang baik sedangkan spesies Ikan Lainnya masih dapat dikembangkan karena rente ekonomi aktual lebih kecil daripada rente ekonomi optimal. Pengelolaan perikanan multispesies menunjukkan bahwa diperlukan pengaturan hasil tangkapan spesies secara bergantian dan tidak berfokus pada satu spesies saja. Hasil simulasi model dinamik untuk 30 tahun mendatang menunjukkan bahwa dalam usaha perikanan multispesies pelagis terdapat pola tangkapan yang bergantian pada spesies yang ditangkap setiap tahun sehingga diperlukan pengaturan hasil tangkapan spesies secara bergantian dan tidak berfokus pada satu spesies saja. Jika estimasi produksi Cakalang mengalami kenaikan maka estimasi produksi Tuna Kecil Mata Besar dan Layur mengalami penurunan dan begitu pula sebaliknya. Rata-rata median rente ekonomi untuk keempat spesies pelagis terbesar mencapai Rp136,96 trilliun dengan rata-rata pertumbuhan jumlah nelayan jaring insang hanyut mencapai 9 nelayan/tahun. Skenario kebijakan berupa pengaturan jumlah kapal sangat berpengaruh dalam upaya penangkapan (effort) sehingga dapat memberikan penghematan pada penggunaan biomassa/stok dalam waktu yang lebih lama. Analisis pengembangan investasi menunjukkan bahwa usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap Jaring insang hanyut pada ukuran kapal 20-30 GT dengan menggunakan suku bunga sebesar 9 % dan appraisal period selama 30 tahun layak dikembangkan berdasarkan nilai NPV sebesar Rp3.225.811.641, nilai BCR sebesar 2,09 dan nilai IRR sebesar 70,83 %. Parameter investasi tersebut menunjukkan kriteria investasi usaha ini masih layak untuk dikembangkan.

Drift gillnet fishing gear is one type of gill net fishing gear that dominates the average catch in Cilacap PPS with the largest catches of pelagic species including Cakalang (Katsuwonus pelamis), Tuna Kecil Mata Besar (Thunus obesus), Layur species (Trichiurus lepturus), and other fish. This study aims to identify the actual level of exploitation, analyze the multispecies interaction relationship, estimate the optimal level of exploitation and the level of sustainability of the multispecies fishery resources of Cakalang, Tuna Kecil Mata Besar, Layur, and Other Fish and analyze the policy of pelagic multispecies fisheries business with drifting gill net fishing gear in the relationship between ecological sub-systems, economic sub-systems, and social sub-systems as well as simulating policy scenarios in the context of increasing sustainable fishery production. The analytical method used is multispecies bioeconomic analysis, dynamic system analysis, and investment business feasibility analysis. This study uses primary data and secondary data. Primary data in the form of data from interviews and observations at PPS Cilacap is used for the analysis of investment development and to know the current condition of drift gillnet fisheries. Secondary data in the form of fish landing time-series data for 10 years (2010-2019) which is used for multispecies bioeconomic analysis and dynamic system analysis. The results of the study using multispecies bioeconomic analysis show that based on the Walters and Hilborn production surplus model, there is no overfishing in 2010-2019. The average actual production is smaller than the maximum sustainable yield value (MSY) and the average actual effort is also smaller than the maximum economic yield value (MEY). The multi-species interaction relationship of skipjack, big-eye small tuna, and Layur fish caught using drift gill nets in Cilacap PPS shows that each species is independent and competitive with each other. The competitive relationship between Cakalang, Tuna Kecil Mata Besar, and Layur is a stable coexistence where all species even though they compete for food, live side by side with heterogeneous abundance in the ecosystem in the Cilacap PPS and surrounding waters. Changes in species biomass in stable coexistence conditions for Layur experienced a fairly high decrease in biomass when compared to Cakalang and Tuna Kecil Mata Besar. This shows that the Layur fishery resource is the dominant species found in the Cilacap PPS waters and is dominantly captured, so it is necessary to regulate the capture and the presence of other species cannot be ignored. The actual catch average for skipjack and bigeye small tuna was higher than the optimal catch, while the actual catch average for Layur and other fish species was smaller than the optimal catch. The actual economic rent shows that the management of Cakalang, Tuna Kecil Mata Besar, and Layur species has shown a good level of economic efficiency while other fish species can still be developed because the actual economic rent is smaller than the optimal economic rent. The management of multispecies fisheries shows that it is necessary to regulate the catch of species in turn and not focus on one species only. The results of dynamic model simulations for the next 30 years show that in pelagic multispecies fisheries there is an alternating catch pattern in the species caught every year, so it is necessary to regulate the catch of species in turn and not focus on one species only. If the estimated production of Cakalang increases, the estimated production of Tuna Kecil Mata Besar, and Layur decreases and vice versa. The median economic rent for the four largest pelagic species reached Rp. 136.96 trillion with an average growth in the number of drift gillnet fishermen reaching 9 fishermen/year. The policy scenario in the form of regulating the number of vessels is very influential in the effort to catch (effort) so that it can provide savings on the use of biomass/stock for a longer time. Analysis of investment development shows that fishing business using drifting gill nets on boat sizes of 20-30 GT using an interest rate of 9 % and an appraisal period of 30 years is feasible to be developed based on an NPV value of IDR 3,225,811,641, a BCR value of 2 .09 and the IRR value of 70.83%. These investment parameters indicate that the investment criteria for this business are still feasible to develop.