Show simple item record

Increasing the Production of Catfish Seed Clarias gariepinus by Inhibiting Cannibalism through the Stocking Density, Photoperiod and Oestradiol-17β

dc.contributor.advisorJunior, Muhammad Zairin
dc.contributor.advisorSuprayudi, Muhammad Agus
dc.contributor.advisorAlimuddin, Alimuddin
dc.contributor.advisorSupriyono, Eddy
dc.contributor.authorIndriastuti, Cecilia Eny
dc.date.accessioned2021-07-23T10:27:41Z
dc.date.available2021-07-23T10:27:41Z
dc.date.issued2020
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/107720
dc.description.abstractPembesaran ikan lele secara intensif menuntut ketersediaan benih dalam kuantitas, kualitas dan kontinuitas yang terjamin. Namun demikian, usaha pembenihan ikan lele masih banyak menggunakan cara konvensional dengan kepadatan dan kelangsungan hidup yang masih rendah sehingga produksi benih belum maksimal. Pada awal pemeliharaan larva lele sampai fingerling, kanibalisme yang terjadi masih tinggi, sehingga perlu dicari solusi untuk meningkatkan produktivitas melalui peningkatan padat tebar dan menekan tingkat kanibalisme. Kanibalisme dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu padat tebar dan fotoperiode serta faktor internal yaitu hormon. Padat tebar dapat memengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan lele. Peningkatan padat tebar pada larva lele sampai 12.000 ekor m-2 dapat menekan sifat agresif benih lele, namun padat tebar yang lebih tinggi (4.000 ekor m-2 ) pada juvenil lele dapat menyebabkan kanibalismeyang tinggi. Padat tebar mempunyai korelasi negatif dengan pertumbuhan. Selanjutnya cahaya adalah salah satu faktor fisik penting yang memengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih lele. Cahaya mendorong tingkat agresi yang lebih tinggi dan menekan pertumbuhan benih lele. Agresi teritorial berkurang pada kondisi gelap, namun demikian kondisi terang tidak berpengaruh signifikan pada mortalitas larva. Kondisi gelap secara signifikan memacu pertumbuhan dan menurunkan kanibalisme benih lele. Hormon estradiol-17β (E2) merupakan hormon utama pada betina yangdapat menimbulkan feminisasi pada hewan jantan. Fungsi E2 dapat juga digunakan sebagai terapi depresi, melalui aktivasi neuroamine transmitters. Sementara itu, hormon androgen (testosteron) telah dibuktikan bertanggung jawab untuk beberapa fungsi antara lain tingkah laku agresi. Sifat benih ikan lele yang agresif diduga karena hormon androgen bawaan dari induknya. Pemberian E2 secara eksogen dapat memengaruhi keseimbangan hormon dalam tubuh, yaitu menekan hormon androgen. Aplikasi kombinasi faktor padat tebar, fotoperiode dan hormon E2 diharapkan dapat meningkatkan produksi benih lele. Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan penelitian meliputi: (1) Evaluasi kanibalisme dan kelangsungan hidup larva lele Clarias gariepinus: pengaruh padat tebar tinggi dan pemberian E2 dosis berbeda dengan cara perendaman, (2) Evaluasi kanibalisme, kelangsungan hidup dan pertumbuhan juvenil lele Clarias gariepinus: pengaruh padat tebar tinggi dan dosis E2 berbeda melalui pakan, (3) Evaluasi tingkah laku agresif, kanibalisme, kelangsungan hidup dan kinerja pertumbuhan juvenil lele Clarias gariepinus: pengaruh fotoperiode dan dosis E2. Dua faktor yang diujikan pada penelitian pertama adalah (1) padat tebar: 9.000 dan 12.000 ekor m-2 serta (2) dosis E2 (hasil penelitian pendahuluan): 0, 2,5 dan 5 mg L-1 yang diberikan melalui perendaman selama 6 jam di awal pemeliharaan. Larva lele berumur empat hari setelah menetas dipelihara selama 14 hari dengan suhu 28-30 oC. Pakan diberikan secara ad libitum. Potensi kanibalisme dilihat dari banyaknya jumper di akhir penelitian. Hasil penelitian menunjukkan v potensi kanibalisme menurun sejalan dengan peningkatan kadar estradiol dalam tubuh lele. Koefisien keragaman panjang meningkat pada perlakuan kontrol. Laju pertumbuhan spesifik dan panjang relatif pada padat tebar tinggi yang diberi E2 sama dengan padat tebar lebih rendah. Simpulan dari penelitian ini adalah pemeliharaan larva lele dengan padat tebar 12.000 ekor m-2 yang direndam E2 dosis 2,5 mg L-1 selama 6 jam di awal pemeliharaan dapat menurunkan kanibalisme dan memberikan kelangsungan hidup terbaik. Penelitian kedua mengombinasikan dua faktor,yaitu padat tebar 2.000; 3.000; dan 4.000 ekor m-2 (dikodekan dengan 2D; 3D; dan 4D) serta perlakuan pemberian pakan berhormon E2 dengan dosis 0, 50 dan 100 mg kg-1 pakan (modifikasi Hossain dan Afruj (2002); dikodekan dengan E0; E50; dan E100). Penelitian terdiri dari sembilan perlakuan dengan masing-masing empat ulangan. Juvenil lele dipelihara selama 21 hari dengan frekuensi pemberian pakan dua kali dan feeding rate 5%. Pada awal dan setiap tujuh hari bobot dan panjang ikan diukur dengan mengambil 30 sampel per akuarium. Kadar E2 dan glukosa diukur pada hari ke-21. Pada akhir penelitian ikan dipanen dan ukuran dikelompokkan berdasarkan panjang baku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan 3D-E50 dapat menekan sifat agresif teritorial ikan lele dengan potensi kanibalisme terendah. Simpulan dari penelitian ini adalah perlakuan dengan kombinasi 3D-E50 menunjukkan tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spesifik, bobot mutlak, panjang relatif dan panjang mutlak yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya, namun perlakuan 4D-E50 memberikan output benih harapan panen yang lebih tinggi. Pada penelitian ketiga dilakukan kombinasi dua faktor, yaitu fotoperiode 12L:12D; 24L:0D dan 0L:24D (masing-masing dikodekan dengan K,L dan D) serta perlakuan pemberian pakan berhormon E2 dengan dosis 0 dan 50 mg kg-1 pakan (dikodekan dengan 0; dan 50). Juvenil lele berumur 25 hari dipelihara dengan kepadatan 4.000 ekor m-2 selama 28 hari, pemberian pakan dan pengumpulan sampel uji sama dengan penelitian II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup tertinggi didapatkan pada perlakuan D50 (91%) dan terendah diperlihatkan pada K0 (81,83%). Benih lele yang dipelihara pada kondisi 0L:24D menunjukkan tingkah laku berenang yang lebih aktif dibanding yang dipelihara pada kondisi 24L:0D. Sebaliknya tingkah laku agonistik dan istirahat terlihat lebih tinggi pada lele yang dipelihara pada kondisi 24L:0D dan kondisi 12L:12D. Perlakuan L50 dan D50 memperlihatkan laju pertumbuhan spesifik, panjang relatif, bobot dan panjang akhir, efisiensi pakan dan kandungan E2 lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Simpulan dari penelitian ini adalah pemeliharaan juvenil lele kombinasi kondisi gelap terus-menerus dengan pemberian hormon E2 sebanyak 50 mg kg pakan-1 dapat menekan kanibalisme serta memberikan tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan terbaik. Simpulan umum dari ketiga penelitian di atas adalah penggunaan padat tebar tinggi pada larva dan juvenil lele dengan penambahan hormon E2 yang dipelihara dalam kondisi gelap dapat meningkatkan kelangsungan hidup dengan menekan kanibalisme dan memperbaiki kinerja pertumbuhan.
dc.description.sponsorshipSekolah Vokasi IPBid
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.titlePeningkatan Produksi Benih Lele Clarias gariepinus dengan Menekan Kanibalisme Melalui Pendekatan Padat Tebar, Fotoperiode dan Hormon Estradiol-17βid
dc.titleIncreasing the Production of Catfish Seed Clarias gariepinus by Inhibiting Cannibalism through the Stocking Density, Photoperiod and Oestradiol-17β
dc.typeDissertationid
dcterms.abstractPembesaran ikan lele secara intensif menuntut ketersediaan benih dalam kuantitas, kualitas dan kontinuitas yang terjamin. Namun demikian, usaha pembenihan ikan lele masih banyak menggunakan cara konvensional dengan kepadatan dan kelangsungan hidup yang masih rendah sehingga produksi benih belum maksimal. Pada awal pemeliharaan larva lele sampai fingerling, kanibalisme yang terjadi masih tinggi, sehingga perlu dicari solusi untuk meningkatkan produktivitas melalui peningkatan padat tebar dan menekan tingkat kanibalisme. Kanibalisme dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu padat tebar dan fotoperiode serta faktor internal yaitu hormon. Padat tebar dapat memengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan lele. Peningkatan padat tebar pada larva lele sampai 12.000 ekor m-2 dapat menekan sifat agresif benih lele, namun padat tebar yang lebih tinggi (4.000 ekor m-2 ) pada juvenil lele dapat menyebabkan kanibalismeyang tinggi. Padat tebar mempunyai korelasi negatif dengan pertumbuhan. Selanjutnya cahaya adalah salah satu faktor fisik penting yang memengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih lele. Cahaya mendorong tingkat agresi yang lebih tinggi dan menekan pertumbuhan benih lele. Agresi teritorial berkurang pada kondisi gelap, namun demikian kondisi terang tidak berpengaruh signifikan pada mortalitas larva. Kondisi gelap secara signifikan memacu pertumbuhan dan menurunkan kanibalisme benih lele. Hormon estradiol-17β (E2) merupakan hormon utama pada betina yangdapat menimbulkan feminisasi pada hewan jantan. Fungsi E2 dapat juga digunakan sebagai terapi depresi, melalui aktivasi neuroamine transmitters. Sementara itu, hormon androgen (testosteron) telah dibuktikan bertanggung jawab untuk beberapa fungsi antara lain tingkah laku agresi. Sifat benih ikan lele yang agresif diduga karena hormon androgen bawaan dari induknya. Pemberian E2 secara eksogen dapat memengaruhi keseimbangan hormon dalam tubuh, yaitu menekan hormon androgen. Aplikasi kombinasi faktor padat tebar, fotoperiode dan hormon E2 diharapkan dapat meningkatkan produksi benih lele. Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan penelitian meliputi: (1) Evaluasi kanibalisme dan kelangsungan hidup larva lele Clarias gariepinus: pengaruh padat tebar tinggi dan pemberian E2 dosis berbeda dengan cara perendaman, (2) Evaluasi kanibalisme, kelangsungan hidup dan pertumbuhan juvenil lele Clarias gariepinus: pengaruh padat tebar tinggi dan dosis E2 berbeda melalui pakan, (3) Evaluasi tingkah laku agresif, kanibalisme, kelangsungan hidup dan kinerja pertumbuhan juvenil lele Clarias gariepinus: pengaruh fotoperiode dan dosis E2. Dua faktor yang diujikan pada penelitian pertama adalah (1) padat tebar: 9.000 dan 12.000 ekor m-2 serta (2) dosis E2 (hasil penelitian pendahuluan): 0, 2,5 dan 5 mg L-1 yang diberikan melalui perendaman selama 6 jam di awal pemeliharaan. Larva lele berumur empat hari setelah menetas dipelihara selama 14 hari dengan suhu 28-30 oC. Pakan diberikan secara ad libitum. Potensi kanibalisme dilihat dari banyaknya jumper di akhir penelitian. Hasil penelitian menunjukkan v potensi kanibalisme menurun sejalan dengan peningkatan kadar estradiol dalam tubuh lele. Koefisien keragaman panjang meningkat pada perlakuan kontrol. Laju pertumbuhan spesifik dan panjang relatif pada padat tebar tinggi yang diberi E2 sama dengan padat tebar lebih rendah. Simpulan dari penelitian ini adalah pemeliharaan larva lele dengan padat tebar 12.000 ekor m-2 yang direndam E2 dosis 2,5 mg L-1 selama 6 jam di awal pemeliharaan dapat menurunkan kanibalisme dan memberikan kelangsungan hidup terbaik. Penelitian kedua mengombinasikan dua faktor,yaitu padat tebar 2.000; 3.000; dan 4.000 ekor m-2 (dikodekan dengan 2D; 3D; dan 4D) serta perlakuan pemberian pakan berhormon E2 dengan dosis 0, 50 dan 100 mg kg-1 pakan (modifikasi Hossain dan Afruj (2002); dikodekan dengan E0; E50; dan E100). Penelitian terdiri dari sembilan perlakuan dengan masing-masing empat ulangan. Juvenil lele dipelihara selama 21 hari dengan frekuensi pemberian pakan dua kali dan feeding rate 5%. Pada awal dan setiap tujuh hari bobot dan panjang ikan diukur dengan mengambil 30 sampel per akuarium. Kadar E2 dan glukosa diukur pada hari ke-21. Pada akhir penelitian ikan dipanen dan ukuran dikelompokkan berdasarkan panjang baku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan 3D-E50 dapat menekan sifat agresif teritorial ikan lele dengan potensi kanibalisme terendah. Simpulan dari penelitian ini adalah perlakuan dengan kombinasi 3D-E50 menunjukkan tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spesifik, bobot mutlak, panjang relatif dan panjang mutlak yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya, namun perlakuan 4D-E50 memberikan output benih harapan panen yang lebih tinggi. Pada penelitian ketiga dilakukan kombinasi dua faktor, yaitu fotoperiode 12L:12D; 24L:0D dan 0L:24D (masing-masing dikodekan dengan K,L dan D) serta perlakuan pemberian pakan berhormon E2 dengan dosis 0 dan 50 mg kg-1 pakan (dikodekan dengan 0; dan 50). Juvenil lele berumur 25 hari dipelihara dengan kepadatan 4.000 ekor m-2 selama 28 hari, pemberian pakan dan pengumpulan sampel uji sama dengan penelitian II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup tertinggi didapatkan pada perlakuan D50 (91%) dan terendah diperlihatkan pada K0 (81,83%). Benih lele yang dipelihara pada kondisi 0L:24D menunjukkan tingkah laku berenang yang lebih aktif dibanding yang dipelihara pada kondisi 24L:0D. Sebaliknya tingkah laku agonistik dan istirahat terlihat lebih tinggi pada lele yang dipelihara pada kondisi 24L:0D dan kondisi 12L:12D. Perlakuan L50 dan D50 memperlihatkan laju pertumbuhan spesifik, panjang relatif, bobot dan panjang akhir, efisiensi pakan dan kandungan E2 lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Simpulan dari penelitian ini adalah pemeliharaan juvenil lele kombinasi kondisi gelap terus-menerus dengan pemberian hormon E2 sebanyak 50 mg kg pakan-1 dapat menekan kanibalisme serta memberikan tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan terbaik. Simpulan umum dari ketiga penelitian di atas adalah penggunaan padat tebar tinggi pada larva dan juvenil lele dengan penambahan hormon E2 yang dipelihara dalam kondisi gelap dapat meningkatkan kelangsungan hidup dengan menekan kanibalisme dan memperbaiki kinerja pertumbuhan.


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record