Show simple item record

dc.contributor.advisorMuljono, Pudji
dc.contributor.advisorLubis, Djuara P
dc.contributor.advisorMulyandari, Retno Sri Hartati
dc.contributor.authorSoebrata, Dea Christina Junissa Iman
dc.date.accessioned2021-07-22T03:12:00Z
dc.date.available2021-07-22T03:12:00Z
dc.date.issued2021
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/107647
dc.description.abstractIsu-isu mengenai pangan selalu menjadi isu pembangunan yang menarik untuk dibahas baik saat ini maupun di masa yang akan datang. Kebutuhan pangan tidak sebanding dengan pertumbuhan penduduk dan regenerasi petani. Jumlah petani yang semakin menurun setiap tahunnya, khususnya dalam kurun 15 tahun terakhir, memperlihatkan urgensi akan regenerasi tersebut atas dampaknya terhadap pembangunan pertanian. Namun demikian, sejak tahun 2013, dampak dari pengembangan kebijakan regenerasi pertanian mulai terlihat. Di beberapa wilayah, bermunculan petani-petani penggiat pertanian. Akan tetapi kebijakan pemerintah terkait regenerasi petani belum dapat menarik minat para pemuda milenial secara masif. Terlepas dari permasalahan-permasalahan dalam dunia usaha pertanian yang menyebabkan para pemuda keluar dari pertanian dan pedesaan, masih terdapat sekitar kurang lebih 3,2 juta pemuda tani yang bertahan. Penggalian motif-motif berusahatani para pelaku usahatani milenial yang bertahan dalam usaha pertanian tersebut menjadi menarik untuk dilakukan, untuk dapat memahami bagaimana mereka memaknai kehidupan bertani, berperilaku dalam konteks usaha tani, sehingga dapat dirumuskan menjadi suatu strategi komunikasi pembangunan untuk meningkatkan minat, motif dan kualitas perilaku para pemuda milenial terhadap pertanian. Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (a) mengeksplorasi konstruksi makna dan realitas pertanian bagi para pelaku usahatani milenial dan faktor-faktor komunikasi pembentuknya; (b) mengeksplorasi motif-motif keterlibatan mereka dalam menekuni usaha pertanian; (c) mengeksplorasi perilaku dan pengalaman komunikasi mereka saat melakukan aktivitas usahatani; (d) mengeksplorasi peran masing-masing aktor dalam mendukung eksistensi mereka; serta (e) merumuskan strategi komunikasi pembangunan yang dapat menunjang regenerasi petani. Paradigma penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivis dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Bandung Barat (KBB). Jumlah informan total adalah 25 informan, dengan informan utama, yaitu para pelaku usahatani milenial, dengan karakteristik umum sebagai berikut; a. 6 orang mewakili KBB bagian utara dengan komoditas unggulan hortikultura berasal dari Kecamatan Lembang dan Kecamatan Cisarua dengan karakteristik tipologi usaha tani commercial, semi-commercial, social farmer serta landless-farm partnership; dan 4 orang mewakili KBB bagian selatan dengan komoditas unggulan tanaman pangan dan perkebunan berasal dari Kecamatan Gunung Halu, Kecamatan Cikalong Wetan, dan Kecamatan Sindangkerta dengan karakteristik tipologi usaha tani commercial, semi commercial, serta subsistence. Selain informan utama, beberapa informan pendukung yang turut diwawancarai antara lain: perwakilan instansi/ lembaga, rekan/ tetangga, serta anggota keluarga dari beberapa pelaku usahatani milenial. Waktu pengambilan data adalah pada bulan Januari sampai dengan Nopember 2020. Jenis data pada penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Sumber data primer diperoleh dari informan melalui wawancara mendalam, pengamatan, dan focus group discussion (FGD). Uji keabsahan data dilakukan dengan beberapa cara yaitu triangulasi metode, triangulasi waktu dan triangulasi sumber. Berdasarkan hasil penelitian, telah terjadi perubahan pemaknaan pertanian oleh pelaku usahatani milenial setelah melakukan usahatani, dimana pemaknaan mereka menjadi lebih optimis melihat pertanian sebagai usaha yang menjanjikan. Terdapat tiga faktor komunikasi dominan yang berperan dalam pembentukan makna tersebut, yaitu: interaksi dengan kerabat/ keluarga, interaksi dengan pelaku usaha (yang berpengalaman/ role model), dan interaksi dalam media. Latar belakang keluarga petani dan pengetahuan bertani memiliki hubungan dengan stock of knowledge. Zona dan karakter milenial mempengaruhi komoditas, sedangkan komoditas dan tipologi usahatani mempengaruhi pemaknaan dan faktor komunikasi pembentuk makna. Penelitian ini juga memperlihatkan motif yang beragam, dimana ditemukan lebih banyak pelaku usahatani milenial menggunakan motif ‗karena‘ daripada ‗untuk‘, dalam arti pengaruh pengalaman baik yang dirasakan sendiri maupun hasil observasi dari lingkungan sangat berpengaruh terutama karena kebanyakan pelaku usahatani milenial berasal dari keluarga petani. Perilaku komunikasi pertanian yang paling sering dilakukan oleh pelaku usahatani milenial adalah proses pencarian dan penyebaran informasi baik dari aspek sumber informasi maupun dari media yang digunakan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku komunikasi pertanian, seperti faktor internal (kebutuhan informasi, karakter individu, dan pengalaman pribadi) dan faktor eksternal (keterlibatan atau keberadaan pihak lain, konektivitas dengan media, serta hasil observasi lingkungan). Mengenai pengalaman komunikasi pertanian, pelaku usahatani lebih mengekspresikan hambatan komunikasi daripada keberhasilan komunikasi, dimana yang paling banyak dialami adalah mengenai pola pikir lama aktor/ komunikan, dan keraguan masyarakat sekitar. Beberapa aktor yang paling berperan dalam eksistensi pelaku usahatani milenial informan untuk tetap melakukan usahatani, diantaranya: keluarga; perusahaan mitra kerjasama; dan pemerintah termasuk penyuluh. Terdapat beberapa tingkat peran aktor yang dikategorikan menjadi: core actor, strategic actor, close contact actor dan supporting actor. Penting bagi pemerintah memperhatikan eksistensi keberadaan para pelaku usahatani milenial ini karena memiliki peran yang diakui oleh masyarakat: membantu membuka/ memperluas peluang kerjasama; membantu petani sekitarnya terhadap akses usahatani; serta sumber pertukaran pengetahuan (knowledge sharing). Strategi komunikasi pembangunan untuk menunjang regenerasi petani dibagi 3 berdasarkan sasaran; yaitu strategi mempertahankan yang sudah menjadi pelaku usahatani, strategi menarik minat para milenial yang berasal dari maupun bukan dari keluarga petani. Langkah komunikasi pembangunan yang dapat dilakukan: pengembangan kerjasama lintas sektor, penyebaran konten substansial melalui medianya pemuda milenial, promosi teknologi yang tidak memerlukan lahan luas, pemberdayaan komunitas pemuda, kompetisi yang dapat menumbuhkan minat usahatani pemuda milenial, dan lainnya.id
dc.description.abstractFood issues have always been an interesting development issue to discuss both now and in the future. Food needs are not proportional to population growth and farmer regeneration. The number of farmers that has decreased every year, especially in the last 15 years, shows the urgency of regeneration due to its impact on agricultural development. However, since 2013, the impact of the development of agricultural regeneration policies has begun to show. In some areas, cultivating farmers have emerged. However, government policies regarding farmer regeneration have not been able to attract millennial youths massively. Apart from the agricultural business world's problems that cause youth to leave agriculture and rural areas, there are still approximately 3.2 million young farmers who survive. The exploration of the motives of cultivating millennial farming actors who survive in this agricultural business is interesting to do, to be able to understand how they interpret agricultural life, behave in the context of farming so that it can be formulated into a development communication strategy to increase interest, motive and quality—the behaviour of millennial youth towards agriculture. Based on the background described, this study's objectives are as follows: (a) explore the construction of meaning and the reality of agriculture for millennial farming actors and the communication factors that form it; (b) explore the motives for their involvement in pursuing agricultural business; (c) explore their behaviour and communication experiences while doing farming activities; (d) explore each actor's roles in supporting their existence, and (e) formulate development communication strategies that can support farmer regeneration. The research paradigm used in this study is a constructivist paradigm with a phenomenological approach. The research was conducted in West Bandung Regency (KBB). The total number of informants is 25 informants, with the main informants, namely millennial farming actors, with general characteristics as follows; a. 6 people representing the northern part of KBB with superior horticultural commodities from Lembang District and Cisarua District with typology characteristics of commercial, semi-commercial, social-farmer and landless-farm partnership farming; and 4 people representing the southern part of KBB with superior food crops and plantations from Gunung Halu District, Cikalong Wetan District, and Sindangkerta District with typology characteristics of commercial, semi-commercial, and subsistence farming. Apart from the main informants, several supporting informants interviewed included: representatives of agencies/institutions, colleagues/neighbours, and family members of several millennial farming actors. The data collection time is from January to November 2020. The type of data in this study consists of primary and secondary data. Primary data sources were obtained from informants through in-depth interviews, observations, and focus group discussions (FGD). The data validity test was carried out in several ways, namely method triangulation, time triangulation and source triangulation.Based on the research results, there has been a change in the meaning of agriculture by millennial farming actors after farming, where their meaning is more optimistic about seeing agriculture as a promising business. Three dominant communication factors play a role in forming this meaning, namely: interaction with relatives/family, interaction with business actors (experienced / role models), and interaction in the media. The farmer's family background and farming knowledge have a relationship with the stock of knowledge. Zones affect commodities, while commodities, farming typology, and the millennial generation's character affect meaning and communication factors that form meaning. This research also shows a variety of motives, where it is found that more millennial farming actors use the motive 'because' rather than 'for', in the sense that the effect of experience, both self-perceived and environmental observations, is very influential, especially because most millennial farming actors come from farming families. The agricultural communication behaviour most often carried out by millennial farming actors is searching and disseminating information both from the aspect of information sources and from the media used. Several factors influence agricultural communication behaviour, such as internal factors (information needs, individual character, personal experience) and external factors (involvement or presence of other parties, connectivity with the media, and environmental observations). Regarding agricultural communication experience, farming actors express more communication barriers than communication successes, while the communication barriers most experienced are the actor/communicant's old mindset and the doubts of the surrounding community. Some of the actors who play the most role in the existence of informants millennial farming actors to continue farming, including family; cooperation partner companies; and the government, including extension workers. There are several levels of actor roles which are categorized into core actor, strategic actor, close contact actor and supporting actor. The government needs to pay attention to the existence of these millennial farming actors because they have a role that is recognized by the community as follows: helping to open/expand opportunities for cooperation; assisting surrounding farmers with access to farming; as well as a source of knowledge sharing. Development communication strategies to support farmer regeneration are divided into 3 based on targets; namely a strategy to retain millennials who are already farming actors, a strategy to attract millennials from or not from farming families. Development communication steps that can be taken: development of cross-sector cooperation, dissemination of substantial content through millennial media preference, promotion of technology that does not require extensive land, empowering youth communities, competitions that can attract millennial to farming, and others.id
dc.description.sponsorshipBeasiswa BPPSDMP Kementerian Pertanianid
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.titleKonstruksi Makna dan Realitas Pertanian bagi Pelaku Usahatani Milenial di Kabupaten Bandung Baratid
dc.title.alternativeThe Reality and Meaning Construction of Agriculture for Millennial Agribusiness Actors in Bandung Barat Regencyid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordKonstruksi Makna dan Realitasid
dc.subject.keywordPelaku Usahatani Milenialid
dc.subject.keywordPerilaku terhadap Pertanianid
dc.subject.keywordbehavior on agriculture
dc.subject.keywordmillennial agribusiness actor
dc.subject.keywordreality and meaning construction


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record