Show simple item record

dc.contributor.advisorSaefuddin, Asep
dc.contributor.advisorSoleh, Agus Mohamad
dc.contributor.authorAkbar, Purnama
dc.date.accessioned2021-06-21T03:52:29Z
dc.date.available2021-06-21T03:52:29Z
dc.date.issued2021
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/107052
dc.description.abstractKejadian curah hujan ekstrem khususnya hujan ekstrem basah memiliki nilai curah hujan yang positif dan cenderung memiliki ekor sebaran yang menjulur ke kanan. Pemodelan curah hujan ekstrem kurang tepat jika menggunakan pendekatan sebaran normal atau sebaran-sebaran dengan bentuk simetrik. Salah satu metode statistika yang dapat digunakan untuk mempelajari perilaku ekor sebaran yang menjulur ke kanan adalah teori nilai ekstrem (TNE). Dalam pengaplikasiannya, TNE menggunakan dua metode, yakni block maxima (BM) mengacu pada sebaran nilai ekstrem terampat (generalized extreme value/GEV), dan peak over threshold (POT) mengacu pada sebaran pareto terampat (generalized pareto distribution/GPD). Permasalahan yang umum pada TNE adalah metode BM yang menghasilkan satu nilai ekstrem pada setiap periode sehingga ketersediaan data sangat minim atau terbatas. Sementara pada metode POT belum ditemukan cara penentuan ambang batas stabil dan efektif. Penelitian ini membandingkan pendugaan curah hujan ekstrem di DKI Jakarta tahun 1990-2019 menggunakan metode BM dan POT dengan modifikasi pengambilan nilai maksimum pada metode BM dan beberapa pendekatan pemilihan nilai batas ambang pada metode POT. Penilaian metode pendugaan terbaik berdasarkan nilai root mean square error of prediction (RMSEP). Metode dengan RMSEP terkecil akan digunakan untuk meramalkan curah hujan ekstrem di DKI Jakarta tahun 2020 sampai 2022. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan harian (mm) yang diambil dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk stasiun hujan yang berada di DKI Jakarta dan beberapa stasiun curah hujan di sekitar DKI Jakarta tahun 1990−2019 yakni Stasiun Dramaga, Soekarno Hatta, Tangerang Selatan, Halim Perdana Kusuma, Kemayoran, Tanjung Priok. Total jumlah pengamatan adalah 10.950 yaitu 30 tahun dengan 365 amatan pertahun. Metode terbaik untuk menduga curah hujan ekstrem di DKI Jakarta adalah metode POT dengan pendekatan MOS karena menghasilkan RMSEP terkecil dibandingkan dengan metode dan pendekatan lainnya yakni sebesar 33,52. Selain itu, prosedur pemilihan batas ambang menggunakan MOS lebih mudah untuk dilakukan dan lebih objektif. Metode POT mampu memodelkan seluruh stasiun yang diteliti dengan baik. Khusus Stasiun Halim Perdana Kusuma tidak dapat dimodelkan dengan menggunakan metode BM karena sebaran curah hujan tidak mengikuti sebaran GEV. Hasil peramalan curah hujan ekstrem dengan pendekatan POT tahun 2020 adalah 115,14 mm di Dramaga, 90,35 mm di Halim Perdana Kusuma, 108,08 mm di Kemayoran, 99,63 mm di Soekarno Hatta, 99,30 mm di Tangerang Selatan, dan 114,43 mm di Tanjung Priok.id
dc.description.abstractExtreme rainfall events, especially wet extreme rains, have a positive rainfall value and tend to have a tail distribution that extends to the right. Modeling extreme rainfall will be less appropriate if using a normal distribution approach or symmetrical scatters. One statistical method that can be used to study the behavior of the tail of the distribution that extends to the right is extreme value theory (TNE). In its application, TNE uses two methods, namely block maxima (BM) refers to generalized extreme values (GEV) distribution, and peak over threshold (POT) refers to generalized pareto distribution (GPD). A common problem with TNE is the BM method which produces one extreme value at a time so that the availability of data is limited. While the POT method has not been found a way of determining stable and effective thresholds. This study compared the estimation of extreme rainfall in DKI Jakarta in 1990-2019 using BM and POT methods with modifications to the maximum value retrieval in BM method and several approaches to selecting threshold values in POT method. The best guessing method assessment is based on root mean square error of prediction (RMSEP) value. The smallest RMSEP will be used to forecast extreme rainfall in the DKI Jakarta area from 2020 to 2022. The data used in this study is daily rainfall data (mm) taken from the Bureau of Meteorology, Climatology and Geophysics (BMKG) for rain stations located in the DKI Jakarta region and several rainfall stations around the DKI Jakarta in 19902019 namely Dramaga Station, Soekarno Hatta, South Tangerang, Halim Perdana Kusuma, Kemayoran, Tanjung Priok. The total number of observations is 10,950, which is 30 years with 365 observation per year. The best method to suspect extreme rainfall in DKI Jakarta is pot method with MOS approach because it produces the smallest RMSEP compared to other methods and approaches of 33.52. In addition, procedure threshold selection using MOS is easier to do and more objective. Metode POT can model the entire well-researched station. Halim Perdana Kusuma Station cannot be modeled using BM method because the rainfall distribution does not follow GEV distribution. Extreme rainfall forecasting results with POT approach in 2020 are 115.14 mm in Dramaga, 90.35 mm in Halim Perdana Kusuma, 108.08 mm in Kemayoran, 99.63 mm in Soekarno Hatta, 99.30 mm in South Tangerang, and 114.43 mm in Tanjung Priok.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titlePemodelan Curah Hujan Ekstrem di DKI Jakarta dan Sekitarnya Tahun 1990−2019id
dc.title.alternativeExtreme Rainfall Modeling in DKI Jakarta and Surrounding in 1990−2019id
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordextreme rainfallid
dc.subject.keywordextreme valueid
dc.subject.keywordgeneralized extremeid
dc.subject.keywordgeneralized paretoid
dc.subject.keywordreturn levelid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record