dc.description.abstract | Isu konservasi yang berkembang saat ini telah mendorong pemerintah dan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) baik lokal, nasional maupun internasional
menggunakan ekowisata sebagai alat konservasi. Namun kompleksitas isu
konservasi dalam pembangunan ekowisata semakin rumit dengan hadirnya
ancaman terhadap kelestarian sumberdaya alam dan budaya daerah. Menyikapi isu
tersebut, maka diperlukan konsep baru untuk pembangunan ekowisata; diantaranya
adalah konsep identitas ekoregional. Paduan konsep identitas dan ekoregional ini
penting sebagai ciri khas ekologi daerah yang menjadi jati diri sekelompok
masyarakat dalam satu batasan wilayah yang mempunyai karakteristik ekologi yang
relevan antara bentang alam, budaya dan Etnis. Pengembangan konsep ini perlu
untuk segera digaungkan dan dimatangkan agar berbagai dampak negatif yang
bersifat laten seperti over-exploration (maupun over-explotation) dapat dieliminir
secara optimum, dan domino-effect yang dapat ditimbulkan oleh suatu gangguan
pada suatu ecological-chain (seperti defragmentasi ekosistem) pada suatu wilayah
dapat dicegah sedini mungkin; baik pada skala tapak, destinasi maupun pada skala
yang lebih luas.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk memperoleh optimasi model
pemanfaatan dan perancangan identitas ekoregional untuk pembangunan ekowisata
Dataran Tinggi Gayo, Provinsi Aceh yang mampu menjawab persoalan dan
masalah-masalah tersebut di atas. Berbagai rangkaian penelitian perlu dilakukan
untuk mencapai tujuan utama tersebut, yaitu: 1). Menganalisa identifikasi potensi
identitas ekoregional Etnis Gayo untuk pembangunan ekowisata; 2). Menganalisa
klasifikasi identitas ekoregional Etnis Gayo untuk pembangunan ekowisata; 3).
Menganalisa verifikasi identitas ekoregional Etnis Gayo untuk pembangunan
ekowisata; 4). Memvalidasi model identitaas ekoregional Etnis Gayo untuk
pembangunan ekowisata, dan 5). Membangun sintesa optimasi pemanfaatan dan
perancangan identitas ekoregional Etnis Gayo untuk pembangunan ekowisata.
Penelitian ini menggunakan pendekatan phenomenology, dimulai dengan
fase identifikasi untuk menganalisa berbagai data sekunder terkait data potensi
identitas ekoregional untuk pembangunan ekowisata. Data potensi tersebut
digunakan untuk mendesain serangkaian survey guna menggali dan memetakan
serta menganalisa berbagai orientasi pemangku kepentingan; yang dilakukan
dengan menggunakan kuisioner semi tertutup dengan mengadopsi metoda One
Score One Criteria/Indicator Scoring System (Avenzora 2008). Proses penilaian
dilakukan pada tujuh aspek penting penelitian, yaitu ekologi dan konservasi, sosial
budaya, sosial ekonomi, social politik, pembangunan, wilayah dan ekowisata.
Secara total, responden dalam penelitian berjumlah 630 orang untuk tiga kabupaten
penelitian yang dipilih secara purposive dalam dua fase pelaksanaan penelitian,
yaitu fase klasifikasi dan fase verifikasi. Fase klasifikasi, jumlah responden 360
orang yang terdiri dari 120 orang untuk setiap kabupaten dan 30 orang untuk setiap
kelompok pemangku kepentingan yaitu lembaga, masyarakat adat, masyarakat
umum, dan wisatawan. Sedangkan fase verifikasi, jumlah responden 270 orang
yang terdiri dari 90 orang untuk setiap kabupaten dan 30 orang untuk setiap
kelompok pemangku kepentingan, yaitu lembaga, masyarakat adat, dan masyarakat
umum. Analisis data dilakukan menggunakan analisis One Score One Criteria
System (Avenzora 2008), uji korelasi Rank Spearman dan analisis CFA
(Confirmatory Factor Analysis). Kemudian melakukan sintesa atas hasil dan model
identitas ekoregional yang telah diperoleh untuk membangun model optimasi
pemanfaatan dan perancangan identitas ekoregional untuk pembangunan ekowisata
guna menemukan dan menganalisa isu-isu internal dan eksternal berdasarkan
pendekatan matrik SWOT untuk menghasilkan strategi dan model optimasi
pemanfaatan dan perancangan identitas ekoregional Etnis Gayo untuk
pembangunan ekowisata.
Hasil analisis pada fase identifikasi diperoleh potensi identitas ekoregional
Etnis Gayo untuk pembangunan ekowisata dengan jenis yang sama dan berbeda
serta memiliki karakteristik spesifik masing-masing kabupaten penelitian. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa Dataran Tinggi Gayo yang berada dalam satu bentang
alam dengan budaya dan Etnis yang sama memiliki karakteristik ekologi
kedaerahan masing-masing. Kabupaten Bener Meriah ditemukan 328 jenis potensi
identitas ekoregional (238 jenis dari potensi sumberdaya alam dan 90 jenis dari
potensi budaya daerah), Kabupaten Aceh Tengah, ditemukan 327 jenis potensi
identitas ekoregional (230 dari potensi sumberdaya alam dan 97 dari potensi budaya
daerah), dan Kabupaten Gayo Lues ditemukan 338 potensi identitas ekoregional
(242 jenis dari potensi sumberdaya alam dan 96 jenis dari potensi budaya daerah).
Hasil analisis pada fase klasifikasi diperoleh persepsi yang rendah atas
identitas ekoregional untuk pembangunan ekowisata, dengan motivasi yang sama
dan berbeda antar aspek dan antar kelompok pemangku kepentingan. Umumnya
persepsi pemangku kepentingan di Kabupaten Bener Meriah hanya 40%, Aceh
Tengah sebesar 41% dan Gayo Lues sebesar 43% dari seluruh potensi identitas
ekoregional yang teridentifikasi. Sedangkan motivasi pemangku kepentingan atas
identitas ekoregional memiliki skor tertinggi dan skor terendah, dengan prioritas
semua pemangku kepentingan atas identitas ekoregional yang sedang tren dan
memiliki nilai ekonomi penting saat ini. Uji korelasi Rank Spearman antar aspek
umumnya menghasilkan korelasi signifikan dengan hubungan searah (positif),
kecuali aspek social politik dengan aspek ekowisata (-0,070). Namun masingmasing
kabupaten menghasilkan korelasi dan hubungan yang berbeda-beda, seperti
Kabupaten Bener Meriah terjadi korelasi signifikan dan hubungan searah antar
aspek, kecuali sosial politik dengan aspek ekologi & konservasi (-0,093), dan sosial
budaya (-0,083), Kabupaten Aceh Tengah terjadi korelasi signifikan dan hubungan
searah antar aspek, kecuali aspek social politik dengan ekowisata (-0,061),
sedangkan Kabupaten Gayo Lues semuanya terjadi korelasi signifikan dan
hubungan searah antar aspek.
Rendahnya pengetahuan dan apresiasi responden terhadap berbagai elemen
identitas ekoregional yang mereka miliki menunjukkan rendahnya tingkat
efektifitas komunikasi pembangunan maupun berbagai kampanye konservasi yang
dijalankan selama ini di wilayah tersebut. Fakta ini setidaknya memberikan 4 isu
penting yang perlu menjadi perhatian semua pemangku kepentingan di Dataran
Tinggi Gayo, yaitu: a). Adanya dinamika komunikasi pembangunan konservasi
serta ekowisata selama ini yang masih bersifat infertil dan/atau tidak efektif; b).
Adanya ancaman defragmentasi ekosistem yang dapat mempercepat kehancuran
dan/atau kepunahan suatu ekosistem maupun sumberdaya plasma nutfah yang ada
di dalamnya; c). Adanya ancaman devaluasi tata nilai kehidupan sosial budaya yang
dapat memutus dan menghancurkan kekuatan mata rantai spiritual and cultural
bounding; serta d). Adanya dinamika kerugian ekonomi akibat tidak
dimanfaatkannya berbagai sumberdaya ekonomi potensial. Semua isu penting
tersebut menjadi sangat krusial dengan adanya efek domino yang dapat ditimbulkan
oleh setiap isu tersebut. Infertilitas dan/atau rendahnya efektifitas komunikasi dan
program konservasi tidak saja dapat menimbulkan hilang/salahnya arah atau misi
pembangunan, melainkan juga dapat menjadi penyebab terjadinya dinamika over
exploitation dan atau over exsploration yang akan melahirkan berbagai dampak
negatif yang tak terpulihkan pada berbagai komponen lingkungan secara luas.
Hasil analisis fase verifikasi juga menghasilkan identitas ekoregional yang
berskor tertinggi dan berskor terendah, dengan preferensi yang sama dan berbeda
antar kelompok pemangku kepentingan. Namun yang menjadi prioritas semua
semua kelompok pemangku kepentingan juga merupakan identitas ekoregional
yang sedang tren dan memiliki nilai ekonomi penting saat ini. Hasil konfirmasi
pemangku kepentingan tersebut dapat melemahkan dan menghilangkan nilai
penting identitas ekoregional lain untuk pembangunan ekowisata. Uji korelasi Rank
Spearman antar kelompok pemangku kepentingan, secara umum terjadi korelasi
signifikan baik hubungan searah maupun tidak searah. Hasil uji korelasi ini
menunjukkan bahwa antar kelompok pemangku saling terkait satu sama lain
meskipun memiliki pandangan dan keinginan masing-masing atas identitas
ekoregional untuk pembangunan ekowisata.
Hasil analisis pada fase validasi menghasilkan model pengukuran identitas
ekoregional untuk pembangunan ekowisata yang sesuai, valid dan realibel. Hal ini
bisa dilihat dari nilai Variance Extracs (VE) yaitu 0,51 diatas nilai yang ditentukan
(0,50), dan nilai CR sebesar 0,88 melebihi nilai yang ditentukan (0,7). Kemudian
hasil pengolahan untuk pengujian goodness of fit menghasilkan nilai GFI (0,97),
NFI (0,96), CFI (0,97), dan IFI (0,77) diatas nilai yang ditetapkan yaitu 0,90, artinya
model yang dihasilkan sudah good fit dan bisa digunakan pada wilayah lain yang
memiliki karakteristik ekologi daerah yang relevan.
Hasil sintesa optimasi pemanfaatan dan perancangan identitas ekoregional
untuk pembangunan ekowisata diperoleh strategi optimasi yaitu menjalankan,
mempertahan dan menggaungkan kembali sistem pemerintahan adat Sara
Opat/Jema Opat yang memiliki prinsip membangun hubungan manusia dengan
pencipta, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam.
Strategi optimasi pemanfaatan dan perancangan identitas ekoregional Etnis Gayo
penting guna menjaga kelestarian sumberdaya alam dan budaya daerah untuk
pembangunan ekowisata yang berkelanjutan; mendukung Dataran Tinggi Gayo
sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional dan menjadikan Dataran Tinggi
Gayo sebagai Kawasan Pusat Ekowisata Aceh. Berdasarkan strategi tersebut, maka
sebaiknya perlu dilakukan pembentukan 3 sistem kinerja sebagai penggerak yang
akan menjadi model optimasi pemanfaatan dan perancangan identitas ekoregional
Etnis Gayo untuk pembangunan ekowisata di Provinsi Aceh. Sistem kenerja
berupa: 1) Badan Kelembagaan, 2) Ekonomi Ekowisata, dan 3) Social Budaya akan
digerakkan oleh Badan Kelembagaan sebagai modal penggerak utama.
Kesemuanya harus ditujukan untuk mengoptimalkan berbagai nilai manfaat yang
ada, baik secara intrinsik maupun ektrinsik.
Rekomendasi yang diberikan adalah perlu sosialisasi informasi pembangunan
dan konservasi secara konprehensif bagi semua pemangku kepentingan. Kemudian
perlu mengelaborasi suatu dokumen identitas ekoregional dan diundangkan secara
syah melalui suatu Peraturan Daerah; sebagai fondasi dan payung hukum untuk
membuat berbagai peraturan serta kebijakan dan budgeting yang diperlukan untuk
membangun serta mengembangkan berbagai identitas ekoregional yang mereka
miliki secara berkelanjutan. Berikutnya, juga diperlukan suatu strategi dan program
yang terukur untuk mengoptimasi berbagai crowd fund yang dibutuhkan bagi
berbagai pembiayaan yang diperlukan dalam pembangunannya; dimana salah
satunya adalah dapat mempertimbangkan potensi pola pendanaan komunal, dan
juga diperlukan serangkaian program permberdayaan masyarakat yang tidak hanya
bersifat projek dalam skala UMKM, melainkan dari awal harus diarahkan dan
didesain untuk menjadi kongkomerasi bisnis yang bersifat komunal. | id |