Perbedaan Asupan Pangan dan Gizi pada Balita Stunting dan Normal di Lima Provinsi di Indonesia
Date
2020Author
Prijono, Mariana
Andarwulan, Nuri
Palupi, Nurheni Sri
Metadata
Show full item recordAbstract
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bawah lima tahun) akibat akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Balita pendek dan sangat pendek adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) kurang menurut umurnya dibandingkan dengan standar baku. Di Indonesia melalui Riset Kesehatan Dasar 2018 dicatat prevalensi stunting nasional mencapai 30,8%. Nilai ini menunjukkan pertumbuhan tak maksimal diderita oleh sekitar satu dari tiga anak Indonesia. Pemerintah melalui Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) pada tahun 2017 memprioritaskan 100 kota/kabupaten penanggulangan stunting. Pada penelitian ini dipilih 5 provinsi dengan kota/kabupaten prioritas yang terbanyak dipilih oleh TNP2K, yaitu provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran perbedaan asupan gizi dan pangan pada balita dengan status gizi stunting dan normal di lima provinsi di Indonesia. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk (1) mengelompokkan balita berdasarkan panjang badan atau tinggi badan menurut umur dalam kategori stunting dan normal, (2) mendapatkan profil konsumsi pangan balita stunting dan normal, (3) menganalisis data asupan zat gizi dan kontribusi pangan pada kelompok stunting dan normal, (4) menganalisis data kecukupan dan keseimbangan gizi pada balita stunting dan normal di 5 provinsi di Indonesia.
Penelitian menggunakan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013 dan survei konsumsi makanan individu (SKMI) 2014 untuk kelompok umur 0-60 bulan di provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur. Balita dikelompokkan menjadi balita stunting dan normal berdasarkan status gizinya dengan indeks panjang badan/umur (PB/U) atau tinggi badan/umur (TB/U). Responden balita pada 5 provinsi menunjukkan ada 783 anak yang mengalami stunting, yaitu 38,4% dari jumlah responden. Pada provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur ada 1 balita stunting diantara 3 balita, sedangkan pada provinsi NTT dan NTB ada 1 balita stunting diantara 2 balita.
Analisis profil konsumsi mencakup identifikasi konsumsi balita dan banyaknya konsumsi balita diketahui dari ekstraksi data SKMI 2014 dengan software SPSS dan Microsoft Excel. Konsumsi telur per kapita pada balita di 5 provinsi menunjukkan konsumsi balita normal lebih tinggi secara signifikan dari pada balita stunting, sedangkan konsumsi gula pada balita stunting lebih tinggi daripada balita normal.
Asupan zat gizi dari pangan yang dianalisis pada penelitian ini meliputi energi, karbohidrat, protein, lemak, kalsium, natrium, zat besi, vitamin A, dan vitamin C. Identifikasi asupan zat gizi dilakukan dengan Tabel Konsumsi Pangan Indonesia (TKPI) 2009, ASEAN Food Compotition Database (AFCD) 2014, Nutrisurvey 2007, Buku Kode Pangan SKMI 2014, dan label pangan. Asupan zat gizi makro pada balita stunting dan normal tidak menunjukkan adanya beda signifikan, sedangkan zat gizi mikro terdapat perbedaan signifikan pada asupan kalsium, vitamin A dan vitamin C. Asupan kalsium dan vitamin A pada balita stunting lebih rendah daripada balita normal, sedangkan asupan vitamin C pada balita stunting lebih tinggi daripada balita normal.
Analisis pemenuhan kecukupan gizi mengacu pada rekomendasi pemenuhan gizi sesuai angka kecukupan gizi balita. Kecukupan asupan zat gizi pada anak stunting dan normal menunjukkan bahwa kedua kelompok memiliki responden dengan kontribusi kurang, cukup dan berlebih. Kecukupan zat gizi makro yang kategori kurang mencapai lebih dari 30% adalah karbohidrat dan lemak, sedangkan zat gizi mikro yang kategori kurang mencapai lebih dari 40% adalah kalsium, zat besi, vitamin A, dan vitamin C.
Analisis keseimbangan zat gizi dilakukan dengan pengelompokkan data balita stunting dan normal dengan melihat asupan zat gizi pada masing-masing responden. Balita yang masuk dalam kategori gizi seimbang adalah balita yang kecukupan asupan zat gizi cukup untuk parameter zat gizi energi, karbohidrat, protein, lemak, kalsium, natrium, zat besi, vitamin A dan vitamin C. Sedangkan balita gizi tidak seimbang jika kecukupan salah satu dari parameter asupan zat gizi di atas termasuk dalam kategori berlebih atau kurang. Asupan zat gizi tidak seimbang pada balita stunting dan normal mencapai 100%.
Collections
- MT - Professional Master [887]