Show simple item record

dc.contributor.advisorWiryawan, Budy
dc.contributor.advisorMonintja, Daniel R.
dc.contributor.advisorJaya, Indra
dc.contributor.advisorAtmadipoera, Agus S.
dc.contributor.authorPanggabean, Donwill
dc.date.accessioned2021-03-18T04:09:51Z
dc.date.available2021-03-18T04:09:51Z
dc.date.issued2021
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/106319
dc.description.abstractPerairan Laut Jawa, Selat Makassar dan perairan Laut Flores merupakan tiga perairan dengan karakteristik yang berbeda dan memiliki kondisi lingkungan yang berbeda-beda pula, potensi sumberdaya perikanan terutama perikanan pelagis kecil pada perairan ini cukup melimpah dan sejak dari dulu ketiga perairan tersebut merupakan daerah penangkapan ikan yang banyak didatangi armada penangkapan untuk melakukan operasi penangkapan ikan (Chodriyah dan Hariati 2010; Rasyid et al. 2014; Zainuddin et al. 2014). Dalam kajian ilmiah ini, ketiga perairan tersebut secara disebut sebagai Java sea - Makassar strait - Flores sea atau perairan Laut Jawa - Selat Makassar - Laut Flores, selanjutnya ketiga perairan tersebut disebut perairan JMF triangle. Perairan Indonesia dilalui dua sistem arus utama, yaitu Arus Lintas Indonesia (Arlindo) dan Arus Munson Indonesia (Armondo). Ini memberikan dampak yang baik pada perairan Indonesia, khususnya pada perairan JMF triangle yang dilalui oleh Arlindo dan Armondo, dimana perairan tersebut relatif lebih subur dibandingkan perairan lainnya. Pada sektor perikanan, dampak positif yang terjadi salah satunya adalah melimpahnya sumberdaya ikan karena unsur hara yang dibawa oleh aliran Arlindo dan Armondo tersebut (Sadhotomo dan Durrand 1996; Ilahude dan Nontji 1999; Hendiarti et al. 2004; Nelwan 2010; Syahdan 2015). Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) mengkaji dan memetakan karakteristik spasial dan variabilitas temporal suhu permukaan laut (SPL) dan klorofil-a yang merupakan faktor lingkungan utama bagi ketersediaan sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan JMF triangle; 2) mengkaji dan menentukan daerah penangkapan ikan pelagis kecil dan faktor-faktor yang mempengaruhi dinamikanya di perairan JMF triangle; 3) mengkaji dan menemukan pola hubungan sumberdaya ikan pelagis kecil dengan kondisi lingkungannya di perairan JMF triangle; dan 4) mengkaji dan memetakan dinamika daerah penangkapan ikan secara spasial dan temporal di perairan JMF triangle. Data yang digunakan adalah: 1) data hasil tangkapan ikan yang merupakan rekaman catatan harian pendaratan ikan di pelabuhan perikanan Pekalongan (Jawa Tengah), Paotere (Sulawesi Selatan) dan Batu Licin (Kalimantan Selatan) periode 10 tahun (2006-2015); 2) data Aqua Modis level 3, komposit bulanan, resolusi spasial 0,05˚ (4 km x 4 km); 3) data sensor VIIRS level 3, komposit bulanan, resolusi spasial 750 m; 4) data hasil cruise laut di perairan Laut Flores bagian barat. Fluktuasi nilai rata-rata SPL musiman memperlihatkan peningkatan dari periode musim barat menuju musim peralihan I, kemudian mengalami penurunan pada saat memasuki musim timur dan selanjutnya mengalami peningkatan lagi saat memasuki musim peralihan II. Nilai rata-rata SPL tertinggi pada musim peralihan I dan yang terendah pada musim timur. Dinamika SPL yang cukup dinamis mulai dari bulan Januari hingga Desember, dimana nilai rata-rata SPL terendah terjadi pada periode bulan Agustus dan rata-rata tertinggi pada bulan April, dimana fluktuasi tertinggi terjadi pada bagian selatan perairan Sulawesi Selatan dan bagian timur perairan Laut Jawa. Fluktuasi rata-rata klorofil-a musiman memperlihatkan nilai iii konsentrasi yang tinggi pada musim barat, dan kemudian mengalami penurunan pada musim peralihan I, selanjutnya mengalami peningkatan di musim timur dan kembali mengalami penurunan lagi saat memasuki musim peralihan II. Nilai ratarata konsentrasi klorofil-a musiman berkisar antara 0,25 mg/m³ - 0,62 mg/m³, dimana nilai rata-rata konsentrasi klorofil-a tertinggi terjadi pada musim barat dan yang terendah pada musim peralihan II. Hasil tangkapan ikan pelagis kecil di perairan JMF triangle diurutkan sesuai hasil tangkapan tertingginya adalah jenis Layang (54,48 %), Lemuru (22,99 %), Banyar (17,86 %) dan Bentong (4,67 %). Berdasarkan periode musim menunjukkan bahwa musim peralihan II merupakan periode dengan hasil tangkapan ikan pelagis kecil paling tinggi, selanjutnya adalah musim barat, musim peralihan I dan paling rendah adalah pada musim timur. Daerah penangkapan ikan dengan hasil tangkapan paling tinggi adalah perairan Matasiri, kemudian Lumu-lumu, Aura, Lari-larian dan perairan Kangean. Dinamika daerah penangkapan ikan menunjukkan pada musim peralihan I dengan nilai rata-rata SPL paling hangat, jenis Lemuru mendominasi, sedangkan jenis Layang mengalami penurunan yang sangat signifikan. Pada periode musim peralihan I dimana nilai rata-rata SPL paling maksimum dibanding musim lainnya, terlihat hasil tangkapan ikan pelagis kecil didominasi oleh jenis Lemuru. Perairan dengan konsentrasi klorofil-a yang tinggi juga diiringi dengan meningkatnya hasil tangkapan ikan pelagis kecil. Pada periode musim barat dimana nilai rata-rata konsentrasi klorofil-a paling maksimum dibandingkan musim lainnya, terlihat hasil tangkapan ikan pelagis kecil sangat tinggi dan didominasi jenis Layang. Hubungan SPL dan konsentrasi klorofil-a dengan CPUE ikan pelagis kecil menunjukkan respon yang berbeda antara satu jenis dengan jenis lainnya. Jenis Layang, Banyar dan Bentong terlihat memiliki respon yang negatif terhadap SPL terutama pada periode musimtimur, sedangkan jenis Lemuru menunjukkan tidak adanya hubungan langsung antara SPL dengan nilai CPUE. Respon ikan pelagis kecil terhadap konsentrasi klorofil-a menunjukkan adanya respon positif pada jenis Lemuru dimana kenaikan konsentrasi klorofil-a juga diikuti dengan kenaikan nilai CPUE, sedangkan jenis Layang, Banyar dan Bentong menunjukkan bahwa kenaikan konsentrasi klorofil-a tidak langsung berdampak pada naiknya nilai CPUE ketiga jenis tersebut. Distribusi dan kelimpahan ikan pelagis hasil deteksi akustik di Laut Flores bagian barat menunjukkan bahwa keberadaan ikan lebih terkonsentrasi pada strata kedalaman (layer) 100 hingga 200 meter. Pada transek antar stasiun 1-2, 2-3, 3-4, dan 4-5 yaitu mulai dari sekitar perairan Dewakang hingga sekitar perairan bagian timur Takarewataya menunjukkan kelimpahan ikan pelagis kecil yang terdeksi rendah dan tidak signifikan. Pada transek antar stasiun 5-6, yaitu di sekitar perairan bagian timur Kepulauan Sabalana kelimpahan ikan pelagis kecil yang terdeteksi cukup tinggi dan signifikan, kelimpahan paling tinggi terdeteksi pada kedalaman 150-200 meter. Pada transek antar stasiun 6-7, 7-8 dan 8-9 yaitu di sekitar bagian barat Kepulauan Sabalana, kelimpahan ikan pelagis kecil yang terdeteksi juga sangat signifikan.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleDinamika Daerah Penangkapan Ikan: Kasus Perikanan Pelagis Kecil di Laut Jawa - Selat Makassar - Laut Floresid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordfishing ground, small pelagic fish, sea surface temperature, chlorophyll-a, JMF triangleid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record