Keragaman Genetik, Pertumbuhan Tanaman dan Produksi Benih Kacang Bambara (Vigna subterranea (L.) Verdc.) pada Musim Tanam Berbeda
View/ Open
Date
2020Author
Farid A, Muhammad Fauzan
Setiawan, Asep
Qadir, Abdul
Metadata
Show full item recordAbstract
Bambara adalah tanaman legum yang biasa ditanam oleh petani subsisten di
wilayah kering sub-Sahara Afrika. Tanaman kacang bambara hingga saat ini
termasuk tanaman underultilized crop, yaitu tanaman yang kurang diperhatikan
oleh pemerintah, peneliti dan perusahaan. Tidak tersedianya varietas menjadi
kendala bagi peneliti untuk mengembangkan varietas unggul kacang bambara.
Pemurnian galur dan karakterisasi beberapa lanras Indonesia penting dalam
pengembangan kacang bambara di Indonesia.
Kacang bambara memiliki banyak keragaman, baik dari warna testa, bentuk
benih, bentuk polong, bentuk daun, tinggi tanaman, lebar kanopi dan lain-lain.
Karakterisasi beberapa genotipe kacang bambara lanras lokal maupun luar negeri
sangat penting dilakukan. Karakterisasi berdasarkan morfo-agronomi bertujuan
untuk menggali informasi tentang sifat-sifat penting yang menguntungkan dan
dapat dikembangkan. Analisis molekuler juga merupakan salah satu analisis
penting guna memastikan bahwa terdapat perbedaan secara genetik dari setiap
individu.
Kacang bambara dikenal dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi gersang.
Beberapa wilayah di Indonesia memiliki curah hujan yang cukup rendah yaitu
Maluku, NTT, NTB, dan Sulawesi Selatan. Sejumlah daerah di Indonesia
dilaporkan memiliki tingkat kekeringan atau curah hujan yang rendah sehingga
cocok untuk pengembangan kacang bambara. Kondisi kekeringan pada tanah dapat
diukur dengan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). Pengukuran
NDVI digunakan untuk mengukur kadar N pada berbagai tanaman seperti jagung
dan tebu. Pengukuran NDVI diharapkan mampu memprediksi tanaman yang
toleran terhadap cekaman kekeringan.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengevaluasi keragaman genetik kacang
bambara lanras Indonesia dan respon pertumbuhan tanaman pada dua metode
budidaya, (2) mendeskripsikan karakter pertumbuhan tanaman, karakter hasil dan
mutu benih kacang bambara lanras Indonesia dan galur murni koleksi CFF, (3)
mengevaluasi respon pertumbuhan tanaman dan produksi benih kacang bambara
lanras Indonesia pada dua musim tanam.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mekarmulya, Kecamatan Situraja,
Kabupaten Sumedang, pada 1 Agustus hingga 29 Desember 2017. Percobaan kedua
dilaksanakan di tempat yang sama pada 24 Maret hingga Juli 2018. Analisis
molekuler dilaksanakan di Molecular Laboratory, Crops For the Future (CFF),
Jalan Broga, Semenyih, Malaysia dari 7 Agustus hingga 22 Agustus 2019.
Percobaan pertama terdiri atas dua faktor yang disusun split plot dengan
faktor metode budidaya sebagai petak utama, dan faktor genotipe sebagai anak
petak. Faktor metode budidaya terdiri atas dua taraf, yaitu metode budidaya petani
lokal dan metode standar yang digunakan oleh CFF. Faktor genotipe terdiri atas
delapan lanras lokal Indonesia yaitu Sumedang krem, Sumedang cokelat,
Sumedang hitam, Gresik hitam, Gresik cokelat, Madura hitam, Tasikmalaya hitam,
Sukabumi hitam. Pengamatan karakter kuantitatif dan kualitatif mengikuti
deskriptor kacang bambara yang kemudian dianalisis dengan analisis cluster.
Analisis cluster dilakukan berdasarkan marka morfologi, kemudian dibandingkan
dengan analisis molekuler menggunakan 3 primer. Amplifikasi PCR menggunakan
label M13 pada tiga primer, produk PCR selanjutnya di-running menggunakan gel
agarose dan DNA fragment analysis Applied Biosystem atau dinamakan
elektroforesis kapiler.
Percobaan kedua terdiri atas dua faktor yang disusun split plot dengan faktor
metode budidaya sebagai petak utama, dan faktor genotipe sebagai anak petak.
Faktor metode budidaya terdiri atas dua taraf, yaitu metode budidaya petani lokal
dan metode standar yang digunakan oleh CFF. Faktor genotipe terdiri atas 16 taraf,
delapan lanras lokal (Sumedang krem, Sumedang cokelat, Sumedang hitam, Gresik
hitam, Gresik cokelat gelap, Madura hitam, Tasikmalaya hitam, Sukabumi hitam)
dan delapan genotipe core lines (M-14 Gresik, LUNT, Tiga Necuru, IITA 686,
DodR-R II, S 19-3, Uniswa Red, Uniswa R/G) dari lembaga riset CFF (Malaysia).
Kacang bambara lanras Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok berdasarkan marka morfologi. Kelompok 1 terdiri atas Sumedang krem
dan Sumedang cokelat, kelompok 2 terdiri atas Sumedang hitam dan Tasikmalaya
hitam, sedangkan kelompok 3 terdiri atas Sukabumi hitam, Gresik cokelat, Gresik
hitam dan Madura hitam. Kelompok 1 dan 3 menunjukkan perbedaan jarak yang
paling jauh. Tingkat kemiripan antar kelompok yang tinggi (81.87%) menunjukkan
rendahnya keragaman genetik kacang bambara lanras Indonesia. Pembagian lanras
berdasarkan warna testa menunjukkan perbedaan pada lanras Sumedang hitam yang
berbeda dengan Sumedang krem dan cokelat, sedangkan pada lanras Gresik,
perbedaan warna testa tidak terlihat. Terdapat kecenderungan persamaan antara
lanras Gresik hitam dan Madura hitam berdasarkan marka morfologi dan molekuler
(SSR). Penggunaan elektroforesis kapiler pada analisis molekuler dapat
menunjukkan polimorfisme antar lanras dan dalam lanras.
Faktor metode budidaya berpengaruh pada lebar kanopi, bobot polong basah
per plot, panjang benih dan lebar benih pada musim 2. Ukuran benih (panjang dan
lebar) pada musim 1 nyata lebih tinggi daripada musim 2. Ukuran benih pada
metode petani nyata lebih tinggi daripada metode CFF di musim 2. Penggunaan
pupuk kandang pada metode petani diduga mempengaruhi ketersediaan air pada
saat pengisian polong sehingga pengisian polong lebih optimal. Nilai NDVI tidak
sepenuhnya berkorelasi dengan bobot polong. Budidaya kacang bambara pada
musim 1 (total curah hujan 882 mm) menghasilkan polong yang lebih banyak
dibandingkan musim 2 (total curah hujan 454.7 mm). Waktu berkecambah, periode
muncul bunga, dan umur panen musim tanam 2 lebih cepat dibandingkan musim
tanam 1. Genotipe yang memiliki umur panen cepat yaitu Tiga Necuru (99.2 hari),
Gresik hitam (107.3 hari), Madura (105 hari), Sukabumi hitam (105 hari) dan
DodR-R II (106.2 hari) pada musim tanam 2.
Perbedaan musim tanam tidak berpengaruh nyata terhadap produksi benih,
perbedaan nyata hanya terdapat pada faktor genotipe. Produksi benih tertinggi yaitu
genotipe Sukabumi hitam (2.52 ton ha-1) yang berbeda nyata dengan tujuh genotipe
lain. Beberapa galur koleksi CFF menunjukkan produktivitas polong kering yang
cukup tinggi, diantaranya Uniswa R/G, S 19-3 dan DodR R-II.
Collections
- MT - Agriculture [3771]