| dc.description.abstract | Bekantan (Nasalis larvatus) adalah spesies endemik di Pulau Kalimantan yang habitatnya terbatas di hutan bakau, sungai, dan rawa. Sebagian besar habitatnya berada di luar kawasan konservasi sehingga sangat rentan mengalami kerusakan dan konversi habitat. Hilangnya habitat merupakan ancaman signifikan terhadap penurunan populasi bekantan. Delta Berau adalah salah satu habitat bekantan yang tidak dilindungi, mengalami banyak gangguan, dan kurang mendapat perhatian. Tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk mengidentifikasi karakteristik dan tipe habitat bekantan, 2) mengetahui populasi, penyebaran, dan tipe metapopulasi bekantan, 3) menyusun model spasial kesesuaian habitat bekantan dan faktor lingkungan yang berpengaruh, 4) menganalisis tingkat konektivitas habitat dan prioritas lokasi restorasi, dan 5) memprediksi laju kepunahan lokal bekantan di Delta Berau.
Hasil penelitian menunjukkan kondisi tutupan lahan di Delta Berau didominasi oleh hutan mangrove-rawa (35,92%) diikuti oleh hutan sekunder (17,10%) dan hutan riparian (12,96%). Berdasarkan indeks kesamaan komunitas Jaccard, habitat bekantan terdiri dari dua tipe, yaitu: tipe habitat bakau (Tanjung Buasin dan Muara Guntung) dan tipe hutan riparian (Sungai Lati, Pulau Saodang Kecil, Batu-Batu dan Bebanir Lama). Setidaknya ada 74 jenis tumbuhan berhabitus pohon yang termasuk dalam 61 marga dan 37 suku. Habitat mangrove didominasi oleh Rhizophora mucronata, R. apiculata, Sonneratia alba, dan Avicennia alba, sedangkan habitat riparian didominasi oleh S. caseolaris, Vitex pinnata, Brownlowia argentata, Heritiera littoralis, Syzygium lineatum, dan Xylocarpus granatum. Sebanyak 22 jenis di antaranya adalah sumber pakan bekantan. Pakan utama bekantan adalah Sonneratia caseolaris, S. alba, A. alba, R. mucronata, R. apiculata, V. pinnata, dan Elaeocarpus stipularis.
Populasi bekantan di Delta Berau adalah 1350-1774 ekor terbagi menjadi 115 kelompok satu jantan (one-male group/OMG), lima kelompok semua jantan (all-male group/AMG), lima kelompok tidak teridentifikasi, dan satu ekor jantan dewasa soliter. Kepadatan populasi 6,56 ekor/km2 (kisaran: 0,91-93,33) atau 0,59 kelompok/km2 (kisaran: 0,13-9,17). Rasio jenis kelamin berdasarkan kelompok OMG di habitat riparian adalah 1:5,6 dan di habitat mangrove 1:6,1. Terdapat 15 metapopulasi bekantan di Delta Berau, lima diantaranya metapopulasi classic (57,10%), empat metapopulasi patchy (28,20%), dan enam metapopulasi non-equilibrium (4,80%).
Habitat bekantan yang memiliki kesesuaian tinggi seluas 2751 ha (2,94%), kesesuaian menengah 1595 ha (1,70%) dan kesesuaian rendah adalah 4381 ha (4,68%). Variabel yang berkontribusi besar dalam membangun model adalah tipe habitat riparian (60,90%), jarak dari tambak (16,00%), dan jarak dari pantai (5,20%). Analisis konektivitas habitat menggunakan Condatis metode dropping menghasilkan nilai aliran 10,0281. Simulasi yang dilakukan dengan penambahan habitat melalui restorasi dapat meningkatkan nilai aliran menjadi 11,4281. Layer prioritasisasi untuk restorasi menunjukkan area dengan prioritas tinggi seluas 12.967 ha (32,95%), prioritas menengah 12.994 ha (33,02%), dan prioritas rendah 13.388 ha (34,02%).
Metapopulasi Pulau Besing, Tanjung Perangat, dan Teluk Semanting populasinya menurun dan akhirnya mengalami kepunahan dalam kurun waktu sepuluh generasi (80 tahun) ke depan dengan tingkat penurunan 72,00-98,20%, sedangkan metapopulasi Bebanir Lama dan Pulau Saodang Kecil akan bertahan. Tiga skenario pemodelan melalui restorasi habitat mampu menahan penurunan populasi bekantan berkisar antara 2,50-22,84%, bahkan skenario restorasi habitat sekaligus pencegahan kebakaran hutan mampu meningkatkan populasi sebesar 5,71%. | id |
| dc.description.abstract | Proboscis monkey (Nasalis larvatus) is an endemic species of Borneo island, which habitat is mostly limited to mangrove, rivers, and swamps forests. Most of their habitats are outside the conservation areas, so it is vulnerable to habitat destruction and conversion. Habitat loss is a significant threat to the decline in the proboscis monkey population. Delta Berau is one of the proboscis monkey habitats that are not protected, showed many disturbances and received little attention. The objectives of this study were: 1) to determine the characteristics and habitat types of the proboscis monkey, 2) to identify the population, distribution, and metapopulation type of the proboscis monkey, 3) to develop a spatial model of proboscis monkey habitat suitability and influenced environmental factors, 4) to analyze the habitat connectivity level and priorities location for restoration, and 5) to predict the local extinction rate of proboscis monkeys in the Berau Delta.
The results showed that land cover conditions in the Berau Delta were dominated by mangrove-swamp forests (35.92%), followed by secondary forests (17.10%) and riparian forests (12.96%). Based on the Jaccard's community similarity index, the proboscis monkey habitat consists of two clusters: mangrove forest type (Buasin Cape and Guntung Estuary) and riparian forest type (Lati River, Saodang Kecil Island, Batu-Batu and Bebanir Lama). At least 74 tree species belonging to 61 genera and 37 families were found in the observation plots. The mangrove forest was dominated by Rhizophora mucronata, R. apiculata, Sonneratia alba, and Avicennia alba, while S. caseolaris, Vitex pinnata, Brownlowia argentata, Heritiera littoralis, Syzygium lineatum, and Xylocarpus granatum dominated the riparian habitat. Of all the species recorded, 22 species were proboscis monkey food plants. The main feeds were S. caseolaris, S. alba, A. alba, R. mucronata, R. apiculata, V. pinnata, and Elaeocarpus stipularis.
The proboscis monkeys in Berau Delta were 1350-1774 individuals divided into 115 one-male groups (OMG), five all-males groups (AMG), five groups not identified and one solitary adult male. The population density was 6.56 individuals/km2 (range: 0.91-93.33) or 0.59 groups/km2 (range: 0.13-9.17). The sex ratio based on the OMG group in riparian habitats was 1:5.6, and in mangrove habitats was 1:6.1. There were 15 proboscis monkeys metapopulations in the Berau Delta consisting of five classic (57.10%), four patchy (28.20%), and six non-equilibrium (4.80%).
The habitat suitability of the proboscis monkey was 2751 ha (2.94%) high, 1595 ha (1.70%) moderate, and 4381 ha (4.68%) poor. The most influencing variables to the habitat suitability model were riverine habitat (60.90%), distance from the pond (16.00%), and distance from the coastline (5.20%), respectively. Habitat connectivity analysis using the Condatis dropping method resulted in a flow value of 10.0281. The simulation by adding habitat through restoration can increase the flow value to 11.4281. Restoration in the priority layer shows high priority areas covering 12,967 ha (32.95%), medium priority 12,994 ha (33.02%), and low priority areas 13,388 ha (34.02%).
Pulau Besing, Tanjung Perangat, and Teluk Semanting metapopulations decreased and eventually became extinct in the next ten generations (80 years) with a decline rate of 72.00-98.20%, while the metapopulations of Bebanir Lama and Saodang Kecil Island will survive. Through habitat restoration, three modeling scenarios withstand the decline in the probosci's monkey population ranging from 2.50-22.84%; even the habitat restoration and forest fires prevention increased the population by 5.71%. | id |
