Model Dinamis Variasi Iklim dan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Abstract

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit akut, bersifat endemik tetapi secara periodik dapat mendatangkan kejadian luar biasa. Kota Bogor merupakan salah satu kota endemik DBD. Penelitian ini bertujuan memodelkan dampak kerugian dari kejadian DBD Kota Bogor berdasarkan variasi iklim. Data yang digunakan dalam penelitian antara lain curah hujan, hari hujan, suhu, kelembaban relatif, prevalensi penyakit DBD, nilai PDB, dan lainnya. Metode analisis data dilakukan dengan mengkaji korelasi antara faktor iklim dan tingkat prevalensi penyakit DBD, kemudian membuat model perhitungan dampak perubahan kejadian di masa depan pada prevalensi penyakit DBD. Penilaian dampak dilakukan dengan menghitung rasio kerugian yang diakibatkan dari penambahan jumlah prevalensi penyakit di Kota Bogor pada masa depan. Dalam kurun waktu 10 tahun, pola kejadian DBD Kota Bogor terlihat mencapai puncak pada musim hujan mencapai titik terendah saat musim kemarau. Berdasarkan hasil uji statistik, kejadian DBD di Kota Bogor tahun 2010-2019 memiliki korelasi positif yang nyata dengan kelembaban relatif (r = 0.493) dan curah hujan (r = 0,239). Suhu udara memiliki korelasi negatif nyata (r = -0,262), sedangkan hari hujan tidak memiliki korelasi dengan kejadian DBD (r = 0,004). Pada model perhitungan, proyeksi total pasien memengaruhi dampak kerugian kejadian DBD di masa depan. Berdasarkan hasil, jumlah pasien proyeksi DBD di Kota Bogor mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut mengakibatkan kerugian di masa depan sebesar 22,8% menjadi 185 milyar rupiah, karena adanya perubahan iklim di masa depan dan secara tidak langsung memengaruhi jumlah kejadian DBD.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an acute disease, endemic but periodically can cause extraordinary events. Bogor City is one of the dengue endemic cities. This study aims to model the impact of losses from the incidence of dengue fever in Bogor based on climate variations. The data used in the study included rainfall, rainy days, temperature, relative humidity, DHF prevalence, GDP value, and others. The method of data analysis was carried out by examining the correlation between climatic factors and the prevalence level of DHF, then making a model for calculating the impact of changes in future events on the prevalence of DHF. The impact assessment is carried out by calculating the ratio of losses resulting from increasing the number of disease prevalence in the city of Bogor in the future. In a period of 10 years, the pattern of dengue fever in Bogor City is seen to peak in the rainy season and reach its lowest point during the dry season. Based on the results of statistical tests, the incidence of dengue fever in Bogor City in 2010-2019 has a significant positive correlation with relative humidity (r = 0.493) and rainfall (r = 0.239). Air temperature has a significant negative correlation (r = -0.262), while a rainy day has no correlation with the incidence of dengue fever (r = 0.004). In the calculation model, the projection of the total patient affects the impact of the loss on future DHF events. Based on the results, the number of DHF projection patients in Bogor City has increased. This increase resulted in future losses of 22.8% to 185 billion rupiah, due to climate change in the future and indirectly affecting the number of dengue cases.