Show simple item record

dc.contributor.advisorHidayat, Aceng
dc.contributor.advisorNurrochmat, Dodik Ridho
dc.contributor.authorAstuti, Eny Widiya
dc.date.accessioned2020-08-03T00:30:41Z
dc.date.available2020-08-03T00:30:41Z
dc.date.issued2020
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/103389
dc.description.abstractKebijakan sektor kehutanan menjadi penting dalam perspektif pembangunan nasional, karena perannya yang sangat besar dalam sektor-sektor pembangunan nasional baik forward dan backward linkages. Oleh karena itu, pada masa pemerintahan saat ini, sektor kehutanan menjadi salah satu sektor penting termasuk perhatian pada program perhutanan sosial. Perhutanan sosial ini muncul dalam Undang-Undang Nomor 41/1999 tentang Kehutanan mengamanatkan bahwa penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (manfaat yang optimal) yang berkeadilan dan berkelanjutan (lestari). Program perhutanan sosial merupakan kebijakan nasional yang menjadi salah satu program utama Pemerintah dalam kebijakan sektor kehutanan secara khusus, dan pencapaian target SDGs secara umum. Sebagai salah satu program unggulan pemerintah di sektor kehutanan, perlu dilihat dampak kebijakan program perhutanan sosial khususnya di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Untuk itu studi ini akan menjawab bagaimana dampak kebijakan program perhutanan sosial dalam menurunkan angka deforestasi, bagaimana pengaruh kebijakan program perhutanan sosial terhadap perekonomian masyarakat di sekitar hutan, serta bagaimana dampak kebijakan program perhutanan pada aspek sosial masyarakat, dan kelembagaan yang ada di masyarakat dalam program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Dampak lingkungan perhutanan sosial dapat dilihat dari luasan deforestasi yang semakin menurun. Tingkat deforestasi paling tinggi berada pada periode 1996 – 2000 dimana terjadi perubahan peraturan dengan diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.Terbitnya peraturan tentang Perhutanan Sosial melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.83/Menlhk/Setjen/Kum.1/2016 juga berpengaruh pada penurunan luasan deforestasi periode 2016 – 2018. Salah satu indikator yang digunakan dalam mengukur kesejahteraan masyarakat adalah pendapatan per kapita, dimana pendapatan per kapita per tahun pada wilayah penelitian sebesar Rp 3.609.603,-. Informasi mengenai kesejahteraan masyarakat perlu pula dilengkapi dengan informasi ketimpangan (Koefisien Gini), di lokasi penelitian koefisien gini yang diperoleh lebih dari 0,5 atau dalam kategori 'tinggi'. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat di lokasi penelitian belum terdistribusi dengan baik. Jika dibandingkan, kesenjangan pendapatan pada kelompok responden yang mendapatkan program HKm lebih baik daripada kelompok responden yang tidak mendapatkan program HKm. Data koefisien gini menunjukkan bahwa program HKm cukup tepat sasaran. Program HKm diduga dapat memperbaiki tingkat ketimpangan pendapatan (Koefisien Gini) yaitu 0,483 (HKm) dibandingkan dengan 0,566 (non-HKm). Kelembagaan pengelolaan kawasan hutan di wilayah penelitian dilakukan oleh Gapoktan dengan mempertimbangkan aturan internal yang sudah disepakati bersama atau disebut ‘awig-awig’. Awig-awig ini dinilai lebih efektif bagi masyarakat penerima skema HKm dibandingkan dengan aturan formal yang vi dikeluarkan oleh Kantor Desa atau KPH. Hal ini sangat mungkin terjadi karena penyusunan awig-awig yang dilakukan sendiri oleh masyarakat, dimana hak dan kewajiban serta sanksi sudah disepakati bersama. Selain itu, analisis kelembagaan dilakukan dengan memperhatikan modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat, serta kapasitas negara dalam pengelolaan hutan. Kapasitas negara pada kelima desa yang berada dalam areal penelitian tersebut sebagian besar lemah, kecuali pada Desa Lantan karena Kepala Desa Lantan adalah Sekretaris Gapoktan penerima HKm di desa tersebut. Pada sisi lain, modal sosial masyarakat cukup kuat di tiga desa yaitu Desa Aik Berik, Desa Setiling, dan Desa Lantan. Penelitian ini menghasilkan beberapa hasil terkait pendapatan per kapita masyarakat sekitar hutan, ketimpangan pendapatan masyarakat melalui koefisien gini, perubahan tutupan lahan hutan akibat degradasi dan deforestasi, serta identifikasi kelembagaan sesuai modal sosial dan kapasitas negara. Untuk menghubungkan hasil riset dengan pengambil kebijakan, perlu dilakukan integrasi dengan menggunakan metode RIU.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.subject.ddcEnvironmental Economic^xPolicy^y2019^zLombok-Nusa Tenggara Baratid
dc.subject.ddcEnvironmental Economicid
dc.subject.ddcPolicyid
dc.subject.ddc2019id
dc.subject.ddcLombok-Nusa Tenggara Baratid
dc.titleDampak Ekonomi Kebijakan Perhutanan Sosial di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.id
dc.typeThesisid
dc.subject.keyworddeforestasiid
dc.subject.keywordkoefisien giniid
dc.subject.keywordperhutanan sosialid
dc.subject.keywordRIUid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record