Show simple item record

dc.contributor.advisorZairin Jr., Muhammad
dc.contributor.advisorYulianda, Fredinan
dc.contributor.advisorSuprayudi, Muhammad Agus
dc.contributor.advisorAlimuddin
dc.contributor.advisorEffendi, Irzal
dc.contributor.authorMuzahar
dc.date.accessioned2020-08-03T00:19:36Z
dc.date.available2020-08-03T00:19:36Z
dc.date.issued2019
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/103350
dc.description.abstractSiput gonggong adalah sejenis siput laut Kelas Gastropoda, Famili Strombidae, Genus Laevitrombus, yang terkenal di Kepulauan Riau (Kepri) sebagai makanan laut (seafood) bercita rasa enak dan mengandung protein yang tinggi sekitar 46.65%. Harga siput gonggong hidup yang berukuran 27–32 ekor per kilogram adalah Rp 35,000. Permintaan siput gonggong diperkirakan terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk Tanjungpinang dari 202,215 orang pada tahun 2015 menjadi 205,735 orang di tahun 2016. Kenaikan permintaan siput gonggong menyebabkan eksploitasi terhadap siput ini semakin intensif dilakukan. Eksploitasi intensif menimbulkan tekanan terhadap populasi siput ini sehingga stok siput gonggong di alam diperkirakan menyusut. Tidak menutup kemungkinan suatu saat siput gonggong akan sulit ditemukan Kepri. Upaya produksi siput gonggong melalui budidaya dan pelestarian di alam perlu dilakukan. Upaya budidaya siput gonggong dihadapkan pada terbatasnya informasi tentang aspek reproduksi siput ini. Keberhasilan budidaya siput gonggong ditentukan oleh penguasaan pengetahuan dan teknologi reproduksinya. Berdasarkan pada tahapan kegiatan pembenihan biota akuatik, maka penelitian ini dirancang sesuai dengan alur tersebut yang diawali dengan identifikasi spesies siput gonggong Madong-Tanjungpinang untuk kepastian taksonomi. Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji fisiologi pematangan gonad dan pemijahan siput gonggong melalui rekayasa hormonal untuk produksi benih siput gonggong. Hasil penelitian ini dapat menyediakan informasi guna pengembangan IPTEK budidaya siput gonggong. Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap, yaitu: (1) identifikasi spesies siput gonggong berdasarkan morfologi dan karakterisasi profil genotipe siput gonggong Madong-Tanjungpinang, (2) mengevaluasi perkembangan gonad siput gonggong yang diberi perlakuan stimulasi hormon 17β-estradiol, (3) mengembangkan teknik penentuan jenis kelamin siput gonggong dengan paparan suhu air yang berbeda, dan mengevaluasi pemijahan siput gonggong (L. turturella) secara semibuatan dengan induksi kombinasi hormon LHRH-a dan antidopamin pada induk, dan (4) mengevaluasi paparan suhu air yang berbeda terhadap perkembangan embrio dan larva siput gonggong (L. turturella). Penelitian tahap pertama bertujuan untuk mengidentifikasi spesies siput gonggong Madong-Tanjungpinang berdasarkan morfologi cangkang dan genotipenya. Morfologi cangkang yang diamati antara lain adalah bentuk penebalan bibir luar cangkang, takik/notch dan pengukuran morfometrik cangkang. Morfologi cangkang siput gonggong yang diukur mengadopsi metode morfometrik Cob. Identifikasi mengacu pada MolluscBase/WoRMS (www.marinespecies.or.com). Genotipe siput gonggong dianalisis menggunakan gen parsial histon H3. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa gonggong Madong- Tanjungpinang termasuk spesies Laevistrombus turturella, dengan kerabat terdekat adalah Strombus canarium. Genotipe gonggong Madong-Tanjungpinang tersusun atas 343-378 bp basa penyusun sekuen gen histon H3. Penelitian tahap kedua bertujuan untuk mendapatkan siput gonggong matang gonad melalui manipulasi hormonal. Percobaan pada evaluasi perkembangan gonad siput gonggong dengan stimulasi 17β-estradiol dilakukan dengan tiga analisis, yaitu: analisis konsentrasi estradiol hemolimfa dengan metode ELISA, karakterisasi berat molekul vitelogenin hemolimfa menggunakan SDS-PAGE, dan pemeriksaan histologi gonad. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian suntikan larutan 17β-estradiol pada siput gonggong (L. turturella) menstimulasi perkembangan gonad siput gonggong yang dibuktikan dengan ukuran diameter oosit gonad, nilai pertumbuhan bobot gonad total dan GSI gonggong perlakuan suntikan larutan17β-estradiol (P3) lebih besar dibanding perlakuan lainnya. Analisis SDS-PAGE menunjukkan hemolimfa gonggong memiliki beberapa jenis protein dengan berat molekul bervariasi. Vitelogenin siput gonggong diprediksi memiliki berat molekul 54-55 kDa. Penelitian tahap ketiga bertujuan mendapatkan kriteria ukuran induk siput gonggong Madong-Tanjungpinang matang gonad, penentuan jenis kelamin, serta memijahkan induk dengan stimulasi kombinasi hormon LHRH-a dan antidopamin, sebagai upaya pemijahan secara terkontrol dalam rangka pembenihan spesies ini. Analisis kriteria ukuran induk gonggong Madong- Tanjungpinang dilakukan menggunakan uji student t-test. Penentuan jenis kelamin induk dilakukan dengan paparan suhu yang berbeda, yaitu 15 °C, 20 °C dan 30 °C. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji Kruskal Wallis. Percobaan evaluasi pemijahan siput gonggong (L. turturella) secara semibuatan dengan induksi kombinasi hormon LHRH-a dan antidopamin pada induk pilihan dilakukan dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas: tanpa suntikan hormon, dosis 0.57μL/g bobot tubuh lunak (BB), 0.7μL/g BB dan 0.9μL/g BB. Data jumlah induk yang memijah dan jumlah telur yang dikeluarkan induk dianalisis dengan ANOVA dan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran panjang cangkang induk gonggong jantan dan betina asal Madong-Tanjungpinang berbeda nyata (P<0.05), masing-masing adalah 63.45±5.35 mm dan 66.95±5.88 mm. Penentuan jenis kelamin induk dapat dipercepat dengan paparan suhu air sebesar 20 °C. Pemberian suntikan kombinasi hormon LHRH-a dan antidopamin dengan dosis berbeda menunjukkan bahwa dosis hormon yang rendah 0.5μL/g BB (P1) menghasilkan persentase jumlah siput gonggong yang memijah 34.48%, lebih tinggi daripada dosis 0.7μL/g BB (P2, 27.59%), dosis 0.9 μL/g BB (P3, 20.69%), dan tanpa suntik (TS, 17.24%). Jumlah telur yang dikeluarkan induk adalah 10.874-63.489 butir/ekor, dan rerata 39.347±16.667 butir/ekor. Waktu latensi paling cepat adalah 0.42 hari pada dosis 0.7 μL/g BB, dan paling lambat sebelas hari pada perlakuan 0.5 μL/g BB dan 0.9 μL/g BB. Penelitian tahap keempat bertujuan mendapatkan suhu air yang optimal untuk perkembangan embrio dan larva siput gonggong. Percobaan dilakukan dengan rancangan acak lengkap tiga perlakuan dan dua ulangan. Paparan suhu yang digunakan terdiri atas: suhu 27 °C, 29 °C dan 31 °C. Hasil percobaan menunjukkan bahwa paparan suhu air 31 °C memberikan hasil tercepat untuk perkembangan embrio dan larva gonggong (L. turturella).id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcAquaculture Sciencesid
dc.subject.ddcL. Turturellaid
dc.subject.ddc2016id
dc.subject.ddcTanjung Pinang, RIAUid
dc.titleFisiologi reproduksi pada pematangan gonad dan pemijahan siput gonggong (Laevistrombus turturella) dari Tanjungpinang di wadah budidayaid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordfisiologi reproduksiid
dc.subject.keywordpematangan gonadid
dc.subject.keywordpemijahanid
dc.subject.keywordsiput gonggongid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record