Show simple item record

dc.contributor.advisorRahardjo, M. Fadjar
dc.contributor.advisorHadiaty, Kurnia Hadiaty
dc.contributor.advisorHariyadi, Sigid
dc.contributor.advisorSimanjuntak, Charles PH
dc.contributor.authorManangkalangi, Emmanuel
dc.date.accessioned2020-08-03T00:18:20Z
dc.date.available2020-08-03T00:18:20Z
dc.date.issued2019
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/103344
dc.description.abstractIkan pelangi arfak, Melanotaenia arfakensis adalah salah satu sumber daya hayati endemik di perairan tawar Papua, khususnya pada beberapa sungai di Manokwari. Spesies ikan ini berpotensi sebagai ikan hias karena berwarna cemerlang dan ukuran yang relatif kecil, serta sebagai pengendali hayati (biokontrol) terhadap larva nyamuk. Kecenderungan populasi ikan endemik ini di habitat alami patut diduga mengalami penurunan, berkaitan dengan perubahan habitat alaminya sebagai akibat aktivitas penebangan hutan untuk lahan perkebunan kelapa sawit, pertanian, dan permukiman. Perubahan kondisi hidrologis sungai juga berkaitan dengan pembuatan bendungan dan saluran irigasi. Penurunan kualitas habitat juga berkaitan dengan masuknya pestisida dan limbah pengolahan minyak kelapa sawit ke dalam sistem sungai. Juga keberadaan spesies ikan asing dikhawatirkan menambah tekanan terhadap keberadaan populasi ikan pelangi arfak. Keberadaan ikan pelangi arfak saat ini cukup banyak mengalami gangguan, dan statusnya dalam IUCN redlist sudah berada dalam kategori rentan (vulnerable) dengan kriteria A2ce. Berdasarkan beberapa masalah yang telah dikemukakan, penelitian ini dilakukan untuk (1) mendeskripsikan degradasi dan fragmentasi habitat ikan pelangi arfak di Sungai Nimbai dan S. Aimasi, (2) mendekripsikan efektivitas mencari makan terkait dengan kondisi kekeruhan air, (3) menganalisis ekologi trofik pada komuitas ikan terkait interaksi kompetisi dan pemangsaan terhadap ikan endemik ini, (4) mendeskripsikan aktivitas pemijahan, perkembangan awal, dan pertumbuhan larva sebagai informasi awal untuk keberhasilan dalam upaya penangkaran dan pelepasliaran di habitat alami, dan (5) menyusun konsep strategi konservasinya terkait informasi biologi dan ekologi yang telah tersedia. Hasil analisis menunjukkan bahwa ikan pelangi arfak terutama ditemukan pada lokasi di bagian hulu Sungai Nimbai (L1-L4) dan Sungai Aimasi (L6-L7.2) berdasarkan frekuensi kehadiran (>90,9 %) dan kelimpahan relatif (25,5 %). Frekuensi kehadiran dan kelimpahan yang rendah ditemukan pada lokasi saluran pembuangan limbah (L4.1-L4.3) dan lokasi di bagian ke arah hilir (L5 dan L8). Indeks tumpang tindih pemanfaatan tipe habitat di lokasi ini juga menunjukkan nilai yang semakin besar di antara ikan pelangi arfak dan spesies ikan asing. Persebaran dan kelimpahan ikan pelangi arfak yang tinggi di bagian hulu diduga terkait dengan kondisi habitat yang masih relatif sesuai bagi kehidupannya. Lokasi di bagian hulu S. Nimbai dan S. Aimasi dicirikan oleh konsentrasi oksigen yang lebih tinggi, kecepatan aliran air yang lebih tinggi, kedalaman air yang lebih dalam, dan pH air yang lebih basa, kelimpahan ikan pelangi yang lebih tinggi. Sementara lokasi di bagian saluran pembuangan limbah dan di bagian hilir dicirikan oleh tingkat kekeruhan, alkalinitas total, konduktivitas, suhu air, dan kelimpahan ikan asing yang lebih tinggi. Penurunan kualitas habitat di bagian hilir kedua sungai, menyebabkan persebaran ikan pelangi arfak terbatas dengan kelimpahan menurun. Habitat ikan pelangi arfak di bagian hilir Sungai Nimbai telah mengalami degradasi berkaitan dengan berkurangnya vegetasi hutan riparia di bagian tepi sungai sehingga masukan partikel tersuspensi dan kekeruhan dalam sistem sungai meningkat. Hasil penelitian skala laboratoris menunjukkan bahwa tingkat pemangsaan ikan pelangi arfak akan semakin menurun dengan semakin meningkatnya tingkat kekeruhan. Tingkat pemangsaan rata-rata dalam setiap kelas ukuran tidak berbeda nyata (p>0,05) di antara tingkat kekeruhan yang rendah (50,52 NTU), dan mulai berbeda nyata (p<0,05) pada tingkat kekeruhan yang lebih tinggi (>100,12 NTU). Kekeruhan menyebabkan penurunan efektivitas mencari makan dan selanjutnya berakibat penurunan laju pertumbuhan, kelimpahan, serta penyebaran di habitat alaminya. Komposisi makanan ikan pelangi arfak didominasi oleh kelompok larva insekta, khususnya Diptera dan Ephemeroptera. Tiga spesies ikan asli (E. fusca, S. cynocephalus, A. grammepomus) dan tiga spesies ikan asing (A. panchax, G. affinis, B. binotatus) juga memanfaatkan makanan yang sama. Dua spesies ikan asli (A. marmorata, B. segura) dan dua spesies ikan asing lainnya (C. batrachus, M. albus), terutama memakan kelompok hewan (termasuk fraksi ikan). Kategori tumpang tindih relung makanan yang besar ditemukan di antara ikan pelangi arfak dan ikan asli, juga dengan ikan asing. Hasil ini menunjukkan potensi interaksi kompetisi secara alami di antara ikan pelangi arfak dan ikan asli, maupun sebagai akibat masuknya ikan asing. Interaksi pemangsaan belum bisa dibuktikan secara langsung, namun diduga berkaitan dengan ikan asing yang termasuk kelompok karnivora. Keberadaan ikan asing menambah tekanan terhadap populasi ikan pelangi arfak dan ikan asli terkait dengan pemangsaan dan kompetisi terhadap sumber daya makanan. Karakteristik aktivitas pemijahan ikan pelangi arfak berlangsung selama waktu pagi-siang hari dalam tiga periode, dan selama 8-11 hari dalam satu periode. Telur dilekatkan dengan filamen pada substrat di kedalaman 7,3-34 cm. Sebanyak 78-116 telur hasil pemijahan berdiameter 1,05-1,36 mm. Telur menetas dalam periode 4-10 hari menjadi larva dengan panjang tubuh 4,13-4,40 mm. Ada tiga tahap perkembangan larva yang berhasil dideskripsikan yakni preflexion with yolk, flexion, dan postflexion. Pertumbuhan larva lambat sampai hari ke 8 dan meningkat sampai hari ke 23, dan kembali menurun. Tingkat sintasan menurun dari 93,7 % menjadi 57,0 % pada hari ke-5-14 (periode kritis) sampai 48,1% pada pengamatan hari ke-41. Informasi ini memiliki implikasi terhadap keberhasilan upaya perkembangbiakan dalam penangkaran dan pelepasliarannya di habitat alami. Berdasarkan informasi biologi dan ekologi ikan pelangi arfak di sistem Sungai Prafi yang telah tersedia, konsep strategi konservasi dapat diaplikasikan secara in situ dan ex situ. Dalam skala in situ, pengembangan strategi konservasi bisa dilakukan melalui upaya perlindungan yang terbatas berdasarkan daerah sebaran dan/atau periode puncak musim pemijahan, restorasi habitat yang telah rusak, dan peningkatan pengetahuan dan kepedulian masyarakat terhadap sumber daya hayati ini. Secara ex situ, pengembangan strategi konservasi melalui upaya penangkaran untuk perkembangbiakan dan pelepasliarannya di habitat alami. Diharapkan konsep ini dapat membantu pelestarian populasi ikan endemik ini.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcAquatic resourcesid
dc.subject.ddcRainbowfishid
dc.subject.ddc2017id
dc.subject.ddcUnipa-Papuaid
dc.titleIkan Pelangi Arfak, Melanotaenia arfakensis Allen, 1990: Konservasi dan Pengembangannya di Sistem Sungai Prafi, Manokwariid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keyworddegradasi habitatid
dc.subject.keywordMelanotaenia arfakensisid
dc.subject.keywordpenangkaranid
dc.subject.keywordrestorasi habitatid
dc.subject.keywordstrategi konservasiid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record