Show simple item record

dc.contributor.advisorBaskoro, Mulyono S.
dc.contributor.advisorDiniah
dc.contributor.advisorMurdiyanto, Bambang
dc.contributor.advisorSuptijah, Pipih
dc.contributor.authorKomarudin, Didin
dc.date.accessioned2020-08-03T00:17:31Z
dc.date.available2020-08-03T00:17:31Z
dc.date.issued2019
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/103341
dc.description.abstractMasalah lingkungan yang timbul dari alat penangkapan ikan yang terbuat dari bahan sintetis adalah menjadi sampah karena sulit terdegradasi. Jaring sintetis yang dioperasikan di dasar perairan akan terakumulasi dan sulit ditemukan jika hilang. Selanjutnya, kondisi ini akan berpeluang menyebabkan peristiwa ghost fishing. Ghost fishing adalah peristiwa hilangnya jaring di perairan dan masih terus melakukan operasi penangkapan ikan tanpa kontrol dari nelayan. Penangkapan terus berlangsung hingga alat penangkapan ikan ini rusak (Al-Masroori et al. 2004; NOAA 2015). Beberapa alat penangkapan ikan yang terbuat dari bahan sintetis dan banyak menyebabkan ghost fishing diantaranya adalah gillnet, trammel net, dan bubu (Takagi et al. 2007; Marco et al. 2015). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di PPI Gebang Mekar Cirebon, nelayan jaring kejer biasanya kehilangan jaring rata-rata sebanyak 1-2 kali dalam setahun. Nelayan PPI Gebang Mekar menggunakan jaring kejer sepanjang 900-1.000 m. Menurut laporan dari FAO, sekitar 640.000 ton alat penangkapan ikan hilang pada setiap tahunnya (APEC 2004). Maka sangat penting untuk dilakukan penelitian mengenai material alat penangkapan ikan ramah lingkungan yang memiliki karakteristik, yaitu sifat fisik dan mekanik yang optimal untuk digunakan sebagai bahan alat penangkapan ikan, namun mudah terurai ketika hilang atau sudah tidak digunakan nelayan. Bahan alami yang digunakan pada penelitian ini adalah tali rami dan agel. Kajian mengenai karakteristik kedua jenis tali tersebut sangat penting, agar dapat disesuaikan peruntukannya ketika digunakan pada saat merancang alat penangkapan ikan. Untuk meningkatkan kekuatan tali tersebut, digunakan kitosan sebagai bahan untuk melapisinya. Kitosan dipilih karena memiliki kelebihan yaitu memiliki sifat yang tidak larut dalam air, memiliki ketahan kimia yang baik, dan dapat terdegradasi (Kumar et al. 2011). Pelapisan kitosan pada tali dimaksudkan agar dapat menghambat laju degradasi tali akibat pembusukan yang dilakukan oleh bakteri pembusuk pemakan selulosa. Penelitian ini bertujuan untuk 1) menentukan karakteristik tali berbahan serat agel dan rami yang dilapisi kitosan; 2) menentukan pengaruh perendaman dalam media air laut dan air tawar terhadap kekuatan putus tali berbahan serat agel dan rami; dan 3) menentukan potensi penggunaan tali agel dan rami yang dilapisi kitosan pada alat penangkapan ikan. Penelitian bertempat di Laboratorium Teknologi Alat Penangkapan Ikan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; dan Laboratirium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB Universiy. Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2016-Desember 2017. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tali agel (± ᴓ 3 mm), rami (± ᴓ 3 mm), larutan kitosan 1%, air tawar dan air laut sebagai media perendaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tali agel tanpa kitosan memiliki warna cokelat terang, bertekstur kasar dan kaku. Tali agel berkitosan berwarna cokelat tua, permukaan tali sedikit mengkilat, tekstur permukaan tali lebih halus dan tidak terlalu kaku. Perendaman tali agel menggunakan kitosan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap berat dan diameter. Tali agel berkitosan memliki berat yang lebih besar dibandingkan tali agel tanpa kitosan. Rata-rata berat sampel tali agel berkitosan sebesar 1,03 g, sedangkan tanpa kitosan sebesar 0,95 g. Rata-rata diameter tali agel berkitosan sebesar 3,09 mm, sedangkan tanpa kitosan sebesar 2,61 mm. Kekuatan putus dan kemuluran tali agel tanpa kitosan dan tali agel berkitosan berbeda nyata. Kekuatan putus rata-rata tali agel berkitosan sebesar 24,54 kgf, sedangkan tanpa kitosan sebesar 15,06 kgf. Rata-rata kemuluran tali agel berkitosan sebesar 45,09 mm, sedangkan tanpa kitosan hanya memiliki kemuluran 26,41 mm. Tali agel berkitosan memiliki peningkatan kekuatan putus hingga 62,94% dibanding tali agel tanpa kitosan. Hal ini karena kitosan dapat mengisi pori-pori tali dan terjadi ikatan antara kitosan dan serat tali. Ikatan antara kitosan dan serat tali terjadi karena kitosan memiliki struktur kimia yang mirip dengan serat selulosa yang ada pada tumbuhan (Yadaf dan Bhise 2004 diacu dalam Hardjito 2006). Selanjutnya Katili et al. (2013) dan Selpiana et al. (2016) menyatakan bahwa ikatan hidrogen pada kitosan memberikan kekuatan terhadap uji tarik. Kemuluran tali agel berkitosan juga mengalami peningkatan, yaitu sebesar 70,74% dibandingkan dengan tali agel tanpa kitosan. Lama perendaman mempengaruhi kekuatan putus tali agel. Kekuatan putus tali agel berkitosan yang telah direndam selama 28 hari pada air laut berkurang sebesar 51,85%, sedangkan yang direndam pada air tawar berkurang sebesar 56,49%. Berdasarkan persamaan regresi (y=-2,38x+64,59) yang diperoleh, kekuatan putus tali agel yang direndam pada air laut akan hilang kekuatan putusnya setelah direndam selama 64,59 hari. Adapun tali agel yang direndam pada air tawar menghasilkan persamaan regresi (y=-3,28x+52,81), sehingga kekuatan putusnya akan mencapai titik nol setelah direndam selama 52,81 hari. Tali rami yang tidak dilapisi kitosan berwarna putih kekuningan, teksturnya kasar dan kaku. Tali rami berkitosan berwarna krem, tekstur permukaannya halus dan tidak terlalu kaku. Menurut Kusumawati dan Tania (2012), membran kitosan memiliki pori yang sangat kecil, sehingga permukaannya halus dan mengkilat. Tali rami yang berkitosan memiliki warna lebih gelap dibandingkan dengan tali rami tanpa kitosan. Hal ini disebabkan kitosan yang digunakan untuk melapisi tali berwarna kekuningan. Mima et al. (1983) menyatakan bahwa warna kitosan berwarna putih kekuningan. Berat dan diameter tali rami yang dilapisi kitosan lebih tinggi dibandingkan yang tidak dilapisi kitosan. Berat rata-rata tali rami yang dilapisi kitosan sebesar 1 g, dengan diameter rata-rata 3,1 mm, sedangkan yang tidak dilapisi kitosan sebesar 0,8 g, dengan diameter rata-rata 3 mm. Penambahan berat dan diameter tali rami berkitosan disebabkan meresap dan menempelnya kitosan pada serat tali, lalu kemudian mengering. Kekuatan putus tali rami berkitosan dan tanpa kitosan secara statistik berbeda nyata. Tali rami berkitosan memiliki kekuatan putus rata-rata lebih besar dibandingkan tali rami tanpa kitosan. Tali rami berkitosan memiliki kekuatan putus rata-rata sebesar 37,03 kgf atau 0,011 kgf/tex, sedangkan tanpa kitosan memiliki rata-rata kekuatan putus sebesar 30,08 kgf atau 0,013 kgf/tex. Pelapisan kitosan pada tali rami, dapat meningkatkan kekuatan putus tali tersebut sebesar 23,09%. Kemuluran tali rami yang berkitosan dan tanpa kitosan secara statistik tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan karakterisktik tali rami yang kaku akibat sel-sel penyusunnya sangat rapat, sehingga tali rami memiliki daya regang yang kecil. Kemuluran tali rami tanpa kitosan sebesar 7,09%, sedangkan berkitosan sebesar 7,17%. Menurut Noerati et al. (2013), kemuluran serat rami berkisar antara 2-10%. Kekuatan putus tali rami berkitosan yang direndam pada air laut selama 42 hari berkurang sebesar 43,88%, sedangkan yang direndam pada air tawar berkurang sebesar 41,99%. Berdasarkan persamaan regresi (y=-1,79x+99,79) yang diperoleh, tali rami yang direndam pada air laut akan kehilangan kekuatan putusnya setelah direndam selama 99,79 hari. Adapun tali rami yang direndam pada air tawar menghasilkan persamaan regresi (y=-1,89x+103,23), sehingga tali rami tersebut akan kehilangan kekuatan putus setelah perendaman selama 102,23 hari Tali rami memiliki sifat fisik yang mendukung untuk digunakan sebagai bahan alat penangkapan ikan. Permukaan yang halus dan cenderung kaku, sangat mirip dengan karakteristik tali sintetis seperti polyethilene (PE), yang saat ini banyak dipakai nelayan. Jenis serat yang berupa serabut pendek juga menjadikan permukaan tali tidak licin ketika digunakan. Elastisitas tali rami juga rendah, sehingga tali tidak mudah kendur ketika digunakan sebagai pengikat pada alat penangkapan ikan. Tali agel dan rami dapat diaplikasikan pada beberapa alat penangkapan ikan. Pada alat tangkap gillnet, tali rami dapat digunakan sebagai tali ris, tali pemberat, dan tali pelampung. Tali agel dapat diaplikasikan sebagai pengikat antara tali ris bawah dengan tali pemberat. Tali rami dapat digunakan sebagai tali ris pada jenis gillnet yang memiliki umur teknis yang pendek, seperti pada gillnet rajungan. Menurut hasil wawancara dengan nelayan jaring rajungan di Karangantu, umur teknis gillnet rajungan yang digunakan berkisar antar 2-4 minggu dan rusak secara keseluruhan. Selain itu tali rami juga dapat digunakan sebagai pengikat antara tali ris bawah dengan tali pemberat pada berbagai macam jenis gillnet. Pada alat tangkap lain, tali agel dan rami dapat diaplikasikan dan disisipkan agar menjadi bagian tercepat yang akan rusak ketika alat tangkap tersebut hilang, sehingga fishing power alat enangkapan ikan tersebut dapat menurun.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcMarine technologyid
dc.subject.ddcFishing gearid
dc.subject.ddc2016id
dc.subject.ddcSukabumi-Jawa Baratid
dc.titleKarakteristik Serat Agel dan Rami Berkitosan sebagai Bahan Alat Penangkapan Ikanid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordbahan alat penangkapan ikanid
dc.subject.keywordkekuatan putusid
dc.subject.keywordkemuluranid
dc.subject.keywordkitosanid
dc.subject.keywordtali agelid
dc.subject.keywordtali ramiid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record