Show simple item record

dc.contributor.advisorNugroho, Naresworo
dc.contributor.advisorKarlinasari, Lina
dc.contributor.advisorSadiyo, Sucahyo
dc.contributor.authorLiliefna, Leonard Dantje
dc.date.accessioned2020-07-27T03:35:35Z
dc.date.available2020-07-27T03:35:35Z
dc.date.issued2020
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/103197
dc.description.abstractBatang bambu dapat digalar secara manual menjadi pelupuh sebagai bahan baku produk rekayasa bambu, yang diklasifikasikan sebagai lembaran pelupuh bambu lamina, yang dalam penelitian ini disebut balok pelupuh bambu lamina (BPBL). BPBL dibuat dari jenis bambu ater, berperekat Water-Based Polymer Isocyanate (WBPI) dengan pendekatan teknologi tepat guna, berpotensi sebagai substitusi terhadap kayu gergajian struktural (KGS). Melalui analisis reliabilitas struktur, kinerja dari kedua bahan dapat dipelajari. Desain struktur sesuai kondisi iklim serta sumber daya hasil hutan di Indonesia, membutuhkan penyempurnaan terhadap standar SNI 7973:2013. Hal ini dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu: (a) memodifikasi faktor konversi format (KF) dan faktor normalisasi reliabilitas (KR) dalam standar ASTM D 5457 terhadap beban salju, atau (b) mengembangkan metode DFBK melalui pendekatan atau metode analisis reliabilitas inversi, untuk digunakan dalam standar SNI 7973:2013. BPBL dengan berat labur 350 g m-2 SGL, memiliki pengaruh ukuran panjang kali tinggi balok terhadap MOR dengan faktor pengaruh ukuran n = 0.33 pada ukuran dasar tinggi balok d = 50 mm. Ketebalan balok tidak berpengaruh terhadap MOR, namun agak menurunkan nilai MOE dengan persamaan: MOE =−0.18(b)+24.6 (GPa), untuk b = tebal balok (mm). Secara statistis, model sebaran data MOR adalah Normal, Log-Normal, dan 2p-Weibull, sedangkan model sebaran yang sesuai dengan data MOE adalah Log-Normal. Revisi nilai KF melalui analisis reliabilitas menghasilkan kenaikan nilai KR untuk kayu daun jarum dan kayu daun lebar, berturut-turut, sebesar 15 dan 26 % dari nilai KR yang dihitung ulang sesuai standar ASTM D 5457. Jika konstanta KR berbeban salju tidak direvisi, 15–26 % nilai desain berkurang dari yang sebenarnya. Nilai tahanan nominal acuan, Rn, yang dihitung menggunakan nilai revisi KR sebaran 2p-Weibull hipotetis standar ASTM D 5457 tidak mencapai target indeks reliabilitas, T = 2.4, pada faktor tahanan, b = 0.85, untuk semua jenis bahan yang diteliti yang memiliki kesesuaian sebaran data MOR  80 %. Hal ini menunjukkan bahwa nilai KR asumsi sebaran 2p-Weibull teoritis dalam standar ASTM D 5457 kurang handal dalam capaian indeks reliabilitas. Melalui metode analisis reliabilitas inversi, perhitungan nilai Rn berbasis sebaran empiris bahan menunjukkan bahwa estimasi nilai Rn tercapai pada target T = 2.4. Dengan cara ini produsen atau desainer harus melakukan analisis reliabilitas setiap kali ada produk baru. Walaupun demikian,metode ini lebih akurat dan lebih sederhana karena tidak membutuhkan banyak tabel seperti pada standar ASTM D 5457. Jika model sebaran data dianalisis dari data uji laboratorium yang telah memenuhi kondisi acuan atau terkoreksi sesuai standar, nilai Rn dapat langsung dipakai untuk perhitungan nilai desain acuan. Metode analisis reliabilitas inversi juga dapat diaplikasikan untuk desain batas kemampuan layan. Jika ditetapkan nilai target indeks reliabilitas sebesar T, pada faktor tahanan, d, analisis reliabilitas dapat digunakan untuk menghitung nilai MOE acuan. Kinerja bahan BPBL dan KGS dipelajari melalui desain balok lantai. Secara mekanis, capaian panjang bentang meningkat dengan meningkatnya ukuran serta nilai MOE dan MOR balok. Panjang bentang dihitung menurut desain batas kekuatan dan kemampuan layan kemudian diambil yang terpendek di antara keduanya. Ukuran penampang bahan BPBL adalah 3, 4, dan 5×12 cm2, sedangkan bahan referensi KGS adalah 6×12 cm2. Desain beban yang digunakan adalah beban mati nominal Dn = 0.48 kN m-2 (10 psf), spasi antar balok 30.5 cm (12 inci), target lantai bangunan hunian (beban hidup 1.92 kN m-2 atau 40 psf) dan perkantoran (beban hidup 2.40 kN m-2 atau 50 psf) dengan panjang bentang 305 cm (10 ft). Target panjang bentang 305 cm (10 ft) selalu terlewati, jika dihitung menurut keadaan batas kekuatan menggunakan kombinasi beban mati dan beban hidup (D+L) pada rasio beban hidup terhadap beban mati, L/D = 5, yakni target bangunan perkantoran. Panjang bentang pada desain kemampuan layan lebih pendek dari yang dicapai pada desain batas kekuatan. Oleh sebab itu, desain kemampuan layan mengontrol desain balok lantai. Nilai MOE nominal acuan, En, dihitung pada target indeks reliabilitas  = 2.0, 1.5, dan 1.0 dan faktor tahanan, berturut-turut, d = 0.5, 0.6, dan 0.7 untuk kombinasi beban D+L dengan konstanta limit defleksi s = 240. Nilai En ini kemudian digunakan untuk menghitung panjang bentang yang ekuivalen dengan capaian panjang bentang pada prosedur desain kemampuan layan yang sedang digunakan yang didasarkan pada beban hidup layan dengan konstanta limit defleksi s = 360. Panjang bentang yang dicapai pada nilai T = 1.0 dan d = 0.7 ekuivalen dengan panjang bentang yang dihitung menurut prosedur desain kemampuan layan yang sedang digunakan, terutama untuk bahan dengan nilai koefisien variasi yang rendah, seperti bahan BPBL (CV = 15 %), pada target bangunan hunian dan perkantoran. Hasil analisis reliabilitas menggunakan nilai En yang dihitung pada indeks reliabilitas T = 1.0 dan faktor tahanan d = 0.7, menunjukkan bahwa target panjang bentang 305 cm tercapai oleh bahan BPBL tebal 3 cm, KGS jenis P. merkusii dan kelompok kayu daun jarum hutan tanaman untuk target bangunan hunian, sedangkan untuk bahan BPBL tebal 4 dan 5 cm serta KGS kelompok kayu daun lebar hutan alam, target panjang bentang 305 cm tercapai pada target bangunan perkantoran. Jika spasi antar balok dinaikkan dari 30.5 cm (12 inci) menjadi 40.6 cm (16 inci), BPBL tebal 5 cm masih memiliki nilai indeks reliabilitas yang cukup tinggi dibanding yang dimiliki oleh bahan KGS daun lebar hutan alam, pada target panjang bentang 305 cm tersebut untuk target bangunan hunian. Panjang bentang dan indeks reliabilitas yang dicapai oleh bahan BPBL tebal 3, 4, dan 5 cm mengindikasikan potensi serta keunggulan bahan komposit bambu yang terbuat dari bambu ater, yang tergolong jenis bambu dengan ketebalan dinding yang relatif tipis, sebagai komponen lentur, jika dibandingkan dengan bahan KGS kayu daun lebar hutan alam serta daun jarum hutan tanaman daerah beriklim tropis. Hal ini disebabkan oleh tingginya nilai MOE nominal acuan (19.62 – 21.46 GPa) serta rendahnya koefisien variasi (CV = 15 %) yang dimiliki oleh bahan BPBL.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcForest productsid
dc.titleKekuatan Lentur Balok Pelupuh Bambu Lamina dari Jenis Bambu Ater (Gigantochloa atter) dan Analisis Reliabilitasnya,id
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordpanjang bentangid
dc.subject.keywordfaktor konversi formatid
dc.subject.keywordfaktor normalisasi reliabilitasid
dc.subject.keywordfaktor tahananid
dc.subject.keywordindeks reliabilitasid
dc.subject.keywordmetode analisis reliabilitas inversiid
dc.subject.keywordmodel sebaranid
dc.subject.keywordnilai desainid
dc.subject.keywordpelupuhid
dc.subject.keywordpengaruh ukuranid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record